“Air adalah kehidupan dan air bersih berarti kesehatan” – Audrey Hepburn.
Air bersih merupakan kebutuhan utama yang diperlukan mahluk hidup. Penyediaan air menjadi sangat penting sebagai penunjang aktivitas. Kebutuhan air adalah hal utama yang tidak dapat dipisahkan dari sistem kehidupan sehingga penyediaan air harus mampu memenuhi setiap individu di dalamnya. Namun dewasa ini, peningkatan jumlah penduduk tidak hanya berimplikasi terhadap peningkatan lahan, rumah, dan sampah, melainkan pula terhadap peningkatan penyediaan air bersih. Bahkan, Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag pada Maret 2000 sudah memprediksi Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada tahun 2025.
Polemik ini menghadirkan sebuah keprihatinan yang mendalam sebab masih begitu banyak permasalahan krisis air bersih menyentuh pelosok-pelosok Indonesia. Sumber air bersih kini tak dekat lagi bahkan tak jarang pembangunan pabrik dan perusahaan ikut berdampak pada pergeseran kualitas air bersih. Melihat hal itu, dibutuhkan suatu upaya untuk meminimalisir pencemaran dan mencari alternatif mendapatkan air bersih dari sumber air yang tidak tercemar bahan-bahan kimia seperti sumur, parit, dan sungai lewat cara penjernihan air.
Proses penjernihan air bertujuan untuk menghilangkan zat pengotor atau untuk memperoleh air yang kualitasnya memenuhi standard persyaratan kualitas air seperti menghilangkan gas-gas terlarut, menghilangkan rasa yang tidak enak, membasmi bakteri patogen yang sangat berbahaya, mengelola agar air dapat digunakan untuk rumah tangga dan industri, serta memperkecil sifat air yang menyebabkan terjadinya endapan dan korosif pada pipa atau saluran air lainnya.
Pengelolaan penjernihan air limbah dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan sabut kelapa. Seperti halnya yang dipaparkan oleh Yudi Ayunanta selaku mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura (Untan), dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Studi Keperawatan Untan di Desa Punggur Kapuas Kabupaten Kuburaya, Provinsi Kalimantan Barat, Sabtu (25/05).
Pemanfaatan sabut kelapa tersebut merupakan sebuah upaya pemberdayaan local untuk mengatasi masalah air bersih secara mudah, ramah masyarakat, dan sederhana. Adapun komponen yang dibutuhkan antara lain pasir, sabut kelapa, dan kerikil. Mengingat keberadaan luas dan banyaknya pohon kelapa di Desa Punggur Kapuas, hal ini menjadi sebuah potensi yang perlu dikembangkan. Widiyanto selaku ketua panitia mengatakan bahwa selama ini kelapa dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, namun pemanfaatan sabut kelapa belum dimaksimalkan sebab kebanyakan sabut kelapa hanya dibakar. “Kami punya inisiasi segi pencerdasan kepada Desa Punggur Kapuas agar sabut kelapa ini dapat digunakan salah satunya penyaringan air bersih,” tambahnya.
Yudi Ayunanta menilai penyaringan sederhana dengan sabut kelapa cukup efektif sekitar 70-80% tergantung dari pengolahan, seberapa jenuh dan sesuai kebutuhan, serta dari faktor-faktor tertentu lainnya. Dalam proses penggunaan alat, terdapat dua unit ember, yang pertama untuk penampungan air dan ember kedua media multifiltrasi yang terdiri dari komponen zeolite, pasir, sabut kelapa, dan kerikil. Penelitian ini membuktikan bahwa air limbah dapat disaring menjadi air bersih. Namun, air saringan ini belum layak untuk diminum, hanya sampai pada standar bahan baku mutu dan standar kebutuhan air bersih.
Penulis: Sekar A.M.