Setiap tanggal 8 Maret diperingati oleh seluruh perempuan di dunia sebagai Hari Perempuan Internasional (HPI). Momentum tersebut lahir dari perjuangan panjang kaum perempuan melawan kekuasaan Kapitalisme yang dimulai dari New York (Amerika Serikat) pada 1857 menuntut kondisi kerja dan upah yang lebih baik. Peringatan hari perempuan international ditetapkannya 8 maret Tahun 1910 saat Konferensi Wanita Buruh Internasional kedua diadakan di Kopenhagen, Tanggal 8 Maret kemudian diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1975.
Di Indonesia, 8 Maret terus dijadikan momentum untuk menyuarakan tuntutan perubahan atas nasib kaum perempuan yang masih mengalami ketertidasan dari system imperialisme dan feodalisme. Penindasan dan penghisapan ekonomi politik dan budaya masih dialami kaum perempuan Indonesia. Diskriminasi, kekerasan masih saja menjadi persoalan yang mengemuka bagi kaum perempuan Indonesia baik segi ekonomi, politik dan budaya. Terutama akibat laju ekspor modal asing dalam bentuk investasi di Indonesia. Sehingga kekerasan dan diskriminasi menjadi dampak nyata yang dialami kaum perempuan Indonesia. Pada zaman komunal primtif, kaum laki-laki dan perempuan bekerja secara kolektif. Tidak ada pembedaan berdasarkan jenis kelamin secara tegas dalam kerja produksi dan kegiatan ekonomi maupun dalam aspek kehidupan yang lain. Namun saat ini perempuan semakin tertindas dan terhisap oleh kebudayaan feodal patriarkal yang menjadikan perempuan selalu di nomor duakan di beberapa aspek kehidupan.
Baca juga: Peringati Hari Perempuan Internasional, Aliansi Woman’s March Adakan Aksi ke Jalan
Pengesahan UU Cipta Kerja pun dilakukan dalam situasi pandemi Covid-19. Kehancuran ekonomi hingga minus tiga persen di kuartal III, Indonesia telah masuk dalam jurang krisis ekonomi. Dengan demikian, terjadi gelombang PHK besar-besaran akibat krisis Imperialisme yang sudah semakin akut, 30 juta usaha kecil tutup, hingga bertambahnya beban penghidupan rakyat. Pemerintah Jokowi sebagai pelayan Imperialis AS tidak memiliki daya apapun selain menyuap rakyat miskin dengan BLT senilai Rp 300 ribu per 3 bulan yang dananya juga dari hutang luar negeri. Pemerintah Jokowi sama sekali tidak menjamin penghidupan rakyat yang mengalami krisis makin kronis.
Dalam segala lini kehidupan, perempuan juga selalu medapat tindasan dan penghisapan akibat sistem setengah jajahan dan setengah feodal yang ada di negara ini, keluarnya UU CIPTAKER No 11 tahun 2020 juga menambah beban bagi klas buruh yang bekerja disektor industri maupun sektor perkebunan skala besar. Dalam kenyataannya UU tersebut mengabaikan hak-hak demokratis kaum perempuan yang bekerja. Hak cuti melahirkan, cuti haid juga ditiadakan, sistem kontrak kerja antara buruh dan perusahaan juga semakin tidak jelas. Dalam perkebunan sawit skala besar, buruh perempuan juga mendapatkan diskriminasi, intimidasi serta ancaman kekerasan seksual. Banyak juga pembedaan upah yang didapat antara buruh perempuan dan buruh laki-laki juga salah satu permasalahan yang dihadapi kaum perempuan. Beban kerja yang tinggi, target kerja yang tinggi membuat kaum perempuan mendapatkan beban kerja ganda. Disatu sisi mereka harus mengurusi ranah domestik keluarga dan mereka juga harus bekerja dengan target kerja dan ancaman keselamatan kerja yang masih rendah.
Baca juga: Untuk Perempuan yang Turun ke Jalan
Dalam masa pandemic COVID-19, Menteri Ketenagakerjaan mengungkapkan januari 2021, sebanyak 623.407 pekerja perempuan di PHK dan membuat kaum perempuan harus kembali lagi keranah domestic di rumah. Bukan hanya itu, sementara itu, pandemi COVID-19 juga membuat perempuan semakin rentan menjadi korban kekerasan. Data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam CATAHU 2021 menggambarkan beragam spektrum kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2020 dan terdapat kasus-kasus tertinggi dalam pola baru yang cukup ekstrim, diantaranya, meningkatnya angka dispensasi pernikahan (perkawinan anak) sebesar 3 kali lipat yang tidak terpengaruh oleh situasi pandemi, yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik sebesar 64.211 kasus di tahun 2020. Jumlah kasus KTP sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus.
Masifnya perampasan dan monopoli atas tanah memunculkan berbagai persoalan sosial antara lain: kemiskinan, konflik agraria, perampasan upah dan jaminan sosial serta pengangguran yang terus meningkat tajam terutama dipedesaan, kondisi hidup rakyat juga semakin memburuk. September 2020, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan Barat mencapai 370,71 ribu orang (7,24 persen), bertambah sebesar 3,94 ribu orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 366,77 ribu orang. Sedangkang 3.298 buruh di PHK dan dirumahkan di Kalimantan Barat. Di tambah tingginya biaya hidup dan biaya kesehatan semakin tercekik dengan penderitaan yang semakin panjang akibar dari system setengah jajahan dan setengah feudal. Sementara itu, upah minimum provinsi (UMP) buruh di Kalimantan Barat di tahun 2021 tidak ada kenaikan. KEPMEN PP NO.36 Tahun 2021 tentang pengupahan pengganti PP 78 Tahun 2015 yang dikeluarkan tidak mewakili klas buruh untuk bisa mendapatkan upah yang layak dan hanya membuat skema baru perampasan upah. Perempuanlah yang pertama kali merasakan dampak dari naiknya pengangguran, kemiskinan dan tingginya biaya hidup. Belum lagi tindakan kekerasan intimidasi dan teror yang dialami oleh kaum tani dan masyarakat adat yang berjuang mempertahankan tanahnya. Perempuan masyarakat adat harus merasakan diskriminasi dan intimidasi bahkan kekerasaan ketika berjuang mempertahankan tanahnya.
Atas dasar kondisi dan situasi perempuan Indonesia hari ini dibawah dominasi sistem masyarakat setengah jajahan dan setengah feodal, maka tidak ada pilihan lain bagi kaum perempuan selain menyatukan diri dalam organisasi, memperkuat dan meluaskan gerakan demokratis nasional ke seluruh pelosok negeri serta bersama melebur dengan perjuangan kelas buruh dan kaum tani melawan segala bentuk kekerasan dan penindasan, menuntut dijalankannya reforma agraria sejati demi terwujudnya industri nasional yang mandiri dan berdaulat menuju pembebasan sejati kaum perempuan Indonesia.
Oleh karena itu, kami dari Front Perjuangan Rakyat Kalimantan Barat Menuntut;
- Hentikan diskriminasi, imtimidasi dan kekerasan terhadap kaum perempuan, kaum tani dan buruh perempuan
- Mendesak pemerintah agar menaikkan upah buruh dan Cabut UU CIPTAKERJA No 11 Tahun 2020 dan Cabut PP.No36 Tahun 2021 tentang pengupahan karena telah menyengsarakan kehidupan kaum buruh di bawah upah yang sangat rendah dan mengabaikan hak-hak demokratis klas buruh dan kaum perempuan.
- Laksanakan Reforma Agraria Sejati dan Menolak RA-PS Jokowi-Ma’ruf Amin yang hanya memperkuat kedudukan monopoli atas tanah dan meng-ilusi rakyat bahwa RA-PS Jokowi-Ma’ruf Amin hanya upaya peredaman perjuangan rakyat yang sejati menuntut keadilan agraria.
- Bangun Indusrti Nasional sebagai salah satu syarat kedaulatan dan kemakmuran rakyat.
- Sahkan RUU PKS untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan budaya patriarki.
- Berikan jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis dan mudah di akses oleh rakyat dan perempuan serta perbaikian gizi, nutrisi bagi anak-anak.
- Berikan jaminan pendidikan yang gratis dan perbaiki kualitas pendidikan bagi anak-anak akibat dari pandemic COVID 19
- Berikan hak cuti haid, cuti melahirkan dan ruang alktasi bagi buruh perempuan.
- Berikan pengakuan, penghormatan dan perlindungan bagi Masyarakat Adat serta Hak komunal atas tanah ulayat adat di Kalimantan
- Hentiakan monopoli output-input pertanian dan beriakan jaminan perlindungan harga karet,sawit,jagung, dan lain-lain bagi kaum tani, pemerintah harus membuat kebijakan khusus bagi mengenai harga komoditi karet bagi kaum tani.
- Turunkan Harga Kebutuhan Pokok Rakyat dan Berikan Subsidi Sosial bagi rakyat.
- Mendesak pemerintah agar memberikan jaminan keselamatan bagi buruh perempuan harian lepas di sektor perkebunan dan menuntut agar memberikan jaminan upah yang layak.
Organisasi Yang Tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Kalimantan Barat;
- Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Kalimantan Barat
- Gerakan Serikat Buruh Independet (GSBI)
- Serikat Perempuan Rakyat (SPR) Kalimantan Barat
- PEMBARU Indonesia Wilayah Kalimantan Barat
- Front Mahasiwa Nasional (FMN) Cabang Kota Pontianak
- Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Untan
- Serikat Pemuda Dayak (SPD) Kalimantan Barat
- Gerakan Perempuan Pontianak (GPP)
Pesan solidaritas terhadap rakyat Myanmar; Jamin dan lindungi rakyat Myanmar untuk menentukan system politik dan ekonominya sendiri atas dasar keinginan rakyat Myanmar agar terbangun demokrasi rakyat Myanmar seuutuhnya.
Penulis: Front Perjuangan Rakyat (FPR) Kalimantan Barat
*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi mimbaruntan.com.