Ketika jam berdetak di pukul 4 sore, mahasiswa diharuskan untuk meninggalkan gudang ilmunya. Terbatasnya waktu kunjung sangat disayangkan oleh mahasiswa, terutama bagi yang berkuliah di sore hari.
mimbaruntan.com, Untan- Sore itu sekitar pukul 3, seorang wanita sedang melangkah masuk ke dalam bangunan gedung perpustakaan Universitas Tanjugpura (Untan) dengan sepasang sepatu kets yang dipakainya. Meski baru saja menyelesaikan mata kuliah Hukum Internasional tak membuatnya letih untuk singgah membaca. Ia masuk ke ruang lobi kemudian mulai melakukan scan kartu mahasiswa untuk masuk ke dalam area perpustakaan.
“Aku ke sini buat baca buku sejarah sih, bukan buku kuliah,” ucap wantita bernama Shafira ketika akan menaiki anak tangga.
Bersama seorang teman, Shafira memilih duduk di kursi yang tersisa. Dari balik jendela gedung, langit mulai mendung dan pohon-pohon pun mulai berdayung searah angin hingga mendukung ia untuk terus fokus membuka lembaran demi lembaran buku.
Selang 1 jam setelah Shafira berada di bangunan itu, terdengar petugas memerintahkan pengunjung untuk segera keluar karena perpustakaan akan ditutup dan petugas juga ingin pulang. Ia ingat betul waktu masih menunjukan pukul 16.00 WIB kala itu. Namun apa daya, ia harus tetap turun, keluar dari area baca ruang perpustakaan.
“Jam 4 katanya udah mau tutup nih, akhirnya diusir. Padahal kondisi di luar itu lagi hujan, gak mungkin pulang hujan-hujanan kan,” keluhnya sambil duduk menunggu hujan reda di selasar gedung perpustakaan.
Sebagai mahasiswa yang rutin berkunjung ke perpustakaan Untan, wanita bernama lengkap Shafira Andjani Larasati cukup mengeluhkan waktu pelayanan yang singkat dari perpustakaan Untan.
“Sayang banget sebenarnya, karena bagus-bagus kok bukunya Fira bilang. Tapi akses mau minjamnya susah. Ada beberapa buku yang ndak boleh dipinjam, ada juga yang boleh dipinjam,” tambah wanita yang kerap disapa Fira.
Singkatnya waktu layanan juga dirasakan oleh Kornelius Afan, mahasiswa regular B yang berkuliah sore hari di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Ia mengeluhkan tentang hak yang tak didapatkannya sebagai mahasiswa yang bisa menikmati fasilitas kampus.
“Jelas terdapat pembedaan dimana reguler A bisa menikmati fasilitas yang ada di perpustakaan, misalnya ketika jam istirahat mereka bisa ke perpustakaan karena masih buka. Sedangkan reguler B yang baru masuk jam 16.00 otomatis tidak bisa untuk ke perpustakaan di sela waktu kuliah atau jam istirahat karena sudah tutup,” tuturnya.
Afan pun berharap adanya pembagian shift sore untuk petugas perpustakaan agar tak ada ketimpangan hak yang dirasakan.
“Seharusnya pihak universitas juga harus menimbang hal ini dan berlaku sama rata misalnya dengan cara memperkerjakan pegawai perpustakaan dibagi menjadi 2 shift, pagi dan sore sampai dengan malam,” pesannya saat dihubungi melalui WhatsApp.
Dari pantauan reporter Mimbar Untan, pelayanan perpustakaan Untan mulai dibuka pada pukul 8 pagi. Lalu seperti jam kerja pada umumnya, perpustakaan ini juga istirahat di pukul 12.00 yang mengakibatkan mahasiswa harus keluar dari ruang referensi sembari petugasnya beristirahat satu jam. Perpustakaan kembali buka di jam 13.00 dan tutup pukul 16.00.
Dibandingkan dengan perguruan tinggi di Indonesia lainnya, waktu pelayanan di perpustakaan Untan bisa dikatakan lebih singkat. Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Sanata Dharma misalnya, waktu pelayanan perpustakaanya dibuka sampai jam 8 malam, kemudian Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan waktu pelayanan sampai jam 9 malam.
Begitu pun dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) yang buka sampai kisaran jam 7 malam. Bahkan satu Universitas di Yogyakarta yaitu Universitas Islam Indonesia (UII) menutup jam pelayanannya sampai pukul 10 malam.
Selain itu, untuk menarik perhatian pengunjung, perpustakaan ini juga memiliki hal unik yaitu adanya bangunan bersejarah di UII.
“Perpustakaan UII memiliki situs sejarah yaitu Candi Kimpulan. Dimana candi tersebut masih satu komplek dengan perpustakaan,“ kata Hadrami Suprayogi, mahasiswa UII, saat dihubungi melalui WhatsApp.
Pola Pikir Bisnis Birokrat Untan
Perpustakaan yang berdiri pada 61 silam lalu ini sejalan dengan dibangunnya lembaga induk Universitas Tanjungpura (Untan). Perpus ini memiliki beberapa fasilitas, di antaranya yaitu layanan Sirkulasi dan Referensi.
Menurut Buku Pedoman Umum Pengolahan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (1999:34), layanan sirkulasi adalah kegiatan peredaran koleksi perpustakaan, baik untuk dibaca di dalam perpustakaan maupun dibawa ke luar perpustakaan. Sedangkan layanan referensi merupakan suatu layanan penting yang dimiliki oleh perpustakaan yang berfungsi untuk mempermudah pengguna dalam hal pencarian atau penelusuran informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Namun identitas perpustakaan Untan sebagai perpustakaan perguruan tinggi nyatanya belum mumpuni dalam layanan untuk mengelola dan melestarikan aset intelektual atau biasa disebut Repository.
Pada tahun 2019, perpustakaan Untan berpindah dari gedungnya yang semula berlokasi di depan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menjadi di hadapan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Gedung yang bergaya modern ini adalah perpustakaan yang melayani mahasiswa, dosen, dan karyawan dari 9 fakultas yang ada di lingkungan Universitas Tanjungpura, juga masyarakat luar termasuk para alumni. Di tahun itu, ada sekitar 103.135 kunjungan dan terbanyak di bulan September yaitu 18.156 kunjungan. Sedangkan hitungan per 16 Maret 2020, total kunjungan sudah berjumlah 26.102 kali.
Ketika ditanyai mengenai waktu pelayanan yang hanya sampai pukul 4 sore, Septiana Bahari selaku Kepala Perpustakaan Untan menjelaskan kendala tidak adanya penambahan waktu adalah kurangnya tenaga kerja yang memerlukan status kepegawaian.
“Ini kita terkait dengan tenaga SDM (Sumber Daya Manusia) nya, tentunya kalau PNS (Pegawai Negeri Sipil) ndak mau kan pasti karena sesuai dengan aturan dari pemerintah (jam kerja sampai sore hari). Kalau gitu tentunya kita akan mengambil tenaga lain. Nah untuk tenaga lain itu pasti lah ada kontribusinya, kan ndak mungkin mereka datang tapi ndak kita bayar. Terkait dengan kontribusi itu, ya akan kita bicarakan nanti,” jelas wanita lulusan Sarjana Ekonomi ini.
Senada dengan Septiana, Wakil Rektor II bagian akademik, Radian, mengatakan penambahan jam pelayanan perpustakaan Untan masih sangat perlu dipertimbangkan. Hal ini sesuai dengan tinjauanya bahwa kunjungan mahasiswa masih sangat minim. Juga pembiayaan penggunaan gedung, yang ia gambarkan seperti nominal sewa per hari gedung lainnya.
“Soal waktu ini ada dua hal, pertama adalah apakah mahasiswa itu masih datang lewat jam itu (lewat dari jam 16.00 WIB). Kalau memang mahasiswanya sepi kenapa dibuka, ya kalau banyak ya kita akan senang untuk buka 24 jam. Kalau emang ramai ini kan tergantung biaya, 1 hari itu minimal itu satu juta kita nyewa gedung jak. Yang pertama masalah mahasiswanya, tingkat pengunjungnya kita lihat, kemudian pembiayaannya,” jelas Radian saat ditemui di ruangnya.
Menurut Radian, status Untan yang berubah menjadi Badan Layanan Umum mengakibatkan semua layanan seakan dipandang berbasis transaksi dan keuangan. Radian mengatakan adanya penambahan jam layanan perpustakaan Untan akan dipertimbangkan sesuai dana yang ada.
“Mungkin ada 1.000 orang, tapi kalau hanya yang datang cuman 50 orang, investasi yang kita berikan 1 miliar itu rugi lah. Sekarang apalagi ini pemerintah kan maunya kita ini bisnis. Namanya rancangan bisnis anggaran kalau memang ramai ya kita ada pertimbangan, pertimbangannya dari pengunjung yang paling diutamakan,” tuturnya.
Radian berharap agar dapat memperbanyak dan melengkapi layanan-layanan di perustakaan Untan sesuai dengan biaya yang sudah disediakan.
“Harapannya, tentu bapak kepengen memperbanyak jumlah buku. Kemudian memperbanyak jumlah langganan jurnal, baik yang cetak maupun yang online. Itu semua kan tergantung biaya, tapi rencananya kan seperti itu. Kemudian juga pertukaran, ya seperti pertukaran buku di luar negeri dengan kita untuk menimbulkan minat baca,” tutupnya.
Perpus Untan Perlu Perbaikan
Menanggapi waktu pelayanan perpustakaan, Atiqa selaku Dosen Prodi Perpustakaan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untan sangat menyayangkan waktu buka sampai pukul 4 sore. Karena menimbang masih ada mahasiswa yang berkuliah di malam hari dan seharusnya pustakawan memiliki kreasi dalam jam pelayanan.
“Sekarang ni kelas kita kan ada kelas pagi dan kelas sore yang sampai malam. Seharusnya, idealnya, tidak boleh hanya sampai jam 4. Kecuali perpustakaan memiliki layanan digital atau mobile book. Kalau di perpustakaan Provinsi punya E-Kalbar namanya,” jelas Atiqa.
Atiqa Nur Latifa yang juga menjadi petugas di Taman Baca FKIP mengatakan perpustakaan Untan juga harus memperbaiki beberapa hal untuk menuju sebuah kata ideal.
”Jadi kalau untuk ideal, yang pertama SDM (Sumber Daya Manusia) yang harus mengempuni. Yang kedua layanan harus variatif, tapi untuk perguruan tinggi setidaknya mereka punya layanan repository. Kalau untuk ketentuannya lagi menurut Undang-undang No.43 tahun 2007 tentang perpustakaan, sebenarnya kepala perpustakaan itu harus berlatar belakang perpustakaan yang minimal pendidikannya itu harus S2. Itu untuk kepala perpustakaan perguruan tinggi, memang begitu,” ujarnya.
Peran pustakawan sangat diperlukan dalam sebuah perpustakaan. Pustakawan adalah seorang pengarah dan pendidik. Sehingga jika pemustaka (pengunjung) memiliki persoalan dapat menceritakan langsung ke pustakawan. Jadi posisi pustakawan juga sebagai pemberi solusi untuk pemustaka.
Menurut Atiqa, peran perpustakaan sangat penting karena mengingat masih kurangnya toko buku yang ada di Kalimantan Barat.
“Kalimantan Barat ini karena keterbatasan tempat-tempat toko buku dan penerbit seperti itu, mereka pasti ngincarnya perpustakaan. Sedangkan perpustakaan ini kan kurang variatif koleksinya. Nah sebenarnya, bagaimana pun juga, kita pasti butuh perpustakaan,” tuturnya.
Mengenai keterbatasan koleksi, Atiqa menyarankan agar sebuah perpustakaan perguruan tinggi menjalin kerjasama dengan berkolaborasi dengan perpustakaan perguruan tinggi lainnya. Kerjasama ini dilakukan dalam hal sebagai partner dalam jejaring antar perpustakaan.
“Kemudian kita bisa tukar-tukaran koleksi di situ. Nah kalau memang kita punya keterbatasan dana, kita bisa tukar menukar. Atau misalnya kita punya yang namanya kartus pinjam sakti. Mahasiswa untan bisa minjam ke tempat lain, tapi pakek satu online public acsses,” jelasnya.
Menurut tinjauan Atiqa, Universitas Tanjungpura mengalami kemerosotan dalam posisi Univeristas terbaik di Kalimantan. Dari posisi kedua menjadi posisi ketiga. menurutnya harus menjadi perhatian khusus bagi seluruh bagian rektorat Untan, terutama bidang akademik.
“Karena ini bergerak di dunia akademik, dunia pendidikan, sebenarnya konsentrasi utama itu adalah perpustakaan. Karena sumber kita belajar baik dari dosen, mahasiswa, staf, itu adalah perpustakaan. Kalau ingin memajukan Universitas Tanjungpura, itu sebenarnya nutrisi semua SDM Civitas Akademika ini dengan bahan-bahan yang baik, kita sediakan koleksi yang baik. Karena dari sumber yang baik itu lah maka keluaran dari Untan ini output nya itu juga baik,” pesan Atiqa.
Penulis: Anggela Juniati