mimbaruntan.com, Untan – Menuju penghujung Oktober di Kota yang luasnya 107,8 km² dengan suhu 24°C. Pukul 23.43 WIB deru nafas serta pelepasan CO2 kali ini sarat akan kebahagiaan. Afeksi yang menggebu-gebu serta degup jantung yang turut berdemonstrasi sembari mengukir kurva di bibirnya. Sepasang manik merapah penjuru langit-langit kamar, binar lampu yang terang benderang menambah suasana riang sebelum memutuskan mengistirahatkan raga yang cukup terkuras setelah beraktivitas seharian.
Sengaja kuputuskan untuk tidur lebih larut agar dapat kembali mengirim pesan elektronik padamu melalui E-mail. Asal kau tau seseorang yang mengalami fase jatuh hati akan mempelajari banyak hal-hal manis untuk dapat dibagikan pada orang yang Ia sayangi. “Hai! Ini aku lagi, perempuan yang sama dengan rasa sayang yang kian berevolusi. Aku harap kau tak jenuh dengan pesan-pesan dariku. Aku yang sedang bergumul agar tak kehabisan ide untuk membahagiakanmu.”
Untukmu pria yang selalu berhasil meleburkan ego yang kewalahan aku atur, mengirimkan cinta dengan segenap jiwa. Entah bagaimana lagi aku mendefinisikannya? Terima kasih sudah mendominasi kebahagiaan atas ruang kosong dalam diri ini. Kebaikan apa yang kulakukan di kehidupan sebelumnya sehingga Sang Pencipta beserta kemurahan-Nya mengirimkan malaikat berwujud manusia di dalam dirimu. Denganmu ku yakin tidak akan pernah rugi meski harus ribuan kali jatuh hati.
Untuk sosok pemilik senyum teduh, si pengagum senja, penguasa aroma yang lebih menenangkan dari petrichor petang selasa. Lancang sekali kau memanah hatiku bertubi-tubi, kalau begitu aku juga akan memberanikan diri memintamu kepada Tuhanku. Kamu rupa-rupa paling kudamba perwujudan dari imaji yang menjadi nyata.
Baca Juga: Bunga Tidur di Januari
“Bagaimana rasanya menjadi cantik setiap hari?” Pertanyaan yang selalu sukses membuat aku merasa, sengaja Tuhan ciptakan menjadi perempuan paling bahagia se-Dunia. Ayolah katakan semesta, percayakan saja pria ini padaku! Tak masalah jika aku harus rutin melipat tangan mengemis untuk namanya kepada Sang Pencipta. Kita dan cerita yang membekas di setiap sudut kota khatulistiwa, tentang genggaman hangat saat tubuh sudah kuyup diguyur hujan yang sengaja kita terpa dengan beraninya. Sihir apa yang kau gunakan kala netra kita saling bersitatap? Kesigapan jatuh cinta yang kau buat melebihi kecepatan cahaya. Parameter apa yang Tuhan letakkan untuk pendamping hidupmu kelak?
“Tidak kelelahan sayang? Laporan praktikum yang terus menerus menyita waktumu, bahkan mengurangi jam tidur pangeran tampanku. Lalu bagaimana dengan hal yang harus kau pikirkan ini dan itu, kemari berbagi beban yang kau pikul sendiri. Bisa dibilang aku dan diriku yang masih melekat gengsi perempuan mengakui pangeran sulung ini kini menjadi pemenang hati.” Boleh aku terus terjaga? Kupikir logika dangkal ku, bahkan sederet kalimat manis tidak dapat mewakilkan betapa tepatrinya dirimu di hati kala kuputuskan di fenomena jatuh hati kali ini.
Baca Juga: Pengantar Tidur Panjang, Kepergian Ayah
Sudah tiba udara dingin di pagi buta. Berjam-jam aku mengagumi caramu membuatku jatuh cinta, kurasa perempuan ini akan dikuasi rasa kantuk saat kuliah besok pagi. Boleh aku sedikit cemburu? Sedikit saja, aku merasa iri dengan mereka yang dapat menyaksikan senyummu setiap harinya. Dari suatu tempat paling sunyi, meskipun tidak dengan bilik kepalaku yang riuh tak ingin redam. Aku ingin menuangkan monolog batin yang setia mengungkung jiwa, “Duniaku ku harap selalu ada dirimu, dari pertemuan tak disengaja menuju jatuh hati yang tidak terhingga.” Jujur aku penasaran mimpi-mimpimu, semoga besok pagi kau menceritakannya tanpa harus kutanya. Ya meskipun aku seharusnya tidak boleh berharap lebih sebab priaku ini tidak banyak berceloteh. Kini aku luput oleh suasana terenyuh. Ingin aku menyalahkan keadaan “Kenapa pria ini tidak datang lebih awal? Kenapa belum berhasil Ia renggut hatiku tahun lalu?” Aku membiarkan kedua kelopak mataku mengatup sejenak ditemani alunan musik dalam playlist favorit yang pernah kusampaikan padamu. Untuk angan istimewa dari filosofi hutan Maple Kanada yang hendak kita kunjungi bersama, sederet pantai yang menampakkan keindahan senja yang selalu menjadi kegemaranmu dan aku yang amat menyukai gelombang air laut menerpa kaki, kuharap semesta menyetujui ini.
‘Terima kasih’ dan Maaf hanya mampu mengucapkan itu sebagai penutup pesan elektronik yang segera mendarat di kanal emailmu. “Selamat menerima cinta yang luar biasa.” Dari seorang perempuan yang kau perlakukan selayaknya primadona.
Penulis: Mira