mimbaruntan.com, Untan- Kebijakan baru mengenai Penggabungan Reguler B menjadi Reguler A di Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura sudah berjalan sejak semester genap 2020, namun masih menjadi pertanyaan di kalangan Mahasiswa. Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Slamet Widodo memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan dibalik keputusan tersebut saat ditemui di ruangannya pada Kamis, (13/2).
Dia mengatakan bahwa ide menggabung dan menghapuskan reguler B ini sudah direncanakan sejak lama karena semakin berkurangnya dosen PPAPK serta untuk mempertahankan akreditasi.
“Ide untuk menggabungkan dan mau menghapuskan sudah lama, sudah setahun dua tahun yang lalu. Masalahnya kenapa digabungkan, kan itu yang jadi masalahnya sekarang. Nah, tujuannya itu adalah yang pertama supaya mempertahankan akreditasi . Yang kedua seiring berjalannya waktu jurusan Sipil ini dosennya banyak yang pensiun dan berkurang jadi rata-rata tu 5 tahun tu 3 dosen pensiun, dan tidak ada penggantinya,” ujarnya.
Terkait mempertahankan akreditasi dan mutu, Slamet mengatakan hal tersebut bisa didapatkan jika mahasiswa PPAPK mendapati nilai yang tinggi. Namun jika tak bisa memenuhi itu semua, membubarkan PPAPK menjadi pilihan terbaik.
“Untuk meningkatkan mutu kalau tidak meningkat setidaknya menjaga mutu, maunyakan mahasiswa itu cepat lulus, nilai tinggi. Supaya reguler B ini bisa bagus dengan yang ini, tujuannya ke situ. Tapikan terhambat dengan budak yang kerja, kan cuma itu masalahnya, kalau mereka lulus yang kenal cuma kawan yang ini-ini aja, selain nilainya bermasalah dosen juga banyak mengeluh bagus dibubarkan aja PPAPK ini, kenapa karena susah ngajar nilainya kecil-kecil,” katanya.
Menanggapi permasalahan mahasiswa yang bekerja dia mengatakan bahwa berdasarkan SK tahun 2015, tahun 2016 sudah tidak bisa menerima mahasiswa yang bekerja. Tetapi yang menjadi masalahnya Untan sendiri masih membuka PPAPK. Jika di fakultas lain mahasiswa kelas PPAPK yang masuk malam dibuka untuk mahasiswa yang sudah bekerja tetapi di Fakultas Teknik masuk malam karena tidak cukup kelas.
“Cuman masalah tu, di Untan kan ada PPAPK bukan di Teknik aja, ada Fakultas Hukum, FKIP, Fisipol, dan mereka ini rata-rata kerja, kerja kantoran sehingga masuk malam. Kalau disinikan kalau masuk malam karena kelas nggak cukup, mau nggak mau lah pindah ke malam. Tapi lama-lama dosen juga sedikit kan jadi nggak perlu malam dan jumlahnya juga makin lama berkurang,” tuturnya.
Dia mengatakan bahwa untuk sementara ini belum ada solusi dari pihak kampus untuk mahasiswa yang bekerja dan hal ini akan mereka pikirkan lagi namun nama-nama yang bekerja sudah mereka data.
“Sudah diregis siapa saja yang sudah bekerja kalau yang dari sipil ada 19 yang menyatakan saya kerja, kalau yang di elektro ada 12 orang yang menyatakan dirinya kerja. Ini ni yang lagi dipikir, harusnya gimana atau agak di sorekan, dan ini pun anak-anak baru bukan anak-anak lama, 2019 sudah kerja ya nggak apa-apa orang kerja namanya kan?,” jelasnya.
Baca juga: Formasi Essay Competition, Kompetisi untuk Mahasiswa se-Pontianak
Sementara itu menurut salah seorang mahasiswa PPAPK Prodi Tenik Sipil 2016 berinisial RW, mengatakan bahwa alasan yang disampaikan pihak kampus kepada mereka adalah jumlah kuota penerimaan untuk reg B yang dikurangi sehingga membuat jadwal kuliah mahasiswa menjadi pagi karena dosen yang semakin berkurang. Menurut RW, seharusnya itu menjadi urusan pihak kampus karena dari awal mereka telah mendaftar di kelas sore sehingga beberapa dari mereka ada yang izin, berenti, dan pindah.
“Mereka bilang kuota dikurangi tapi tetap masuk pagi, untuk reguler B penerimaannya. Katanya sih karena banyak dosen yang pensiun, meninggal, dosennya berkurang kata mereka sih. Tapikan seharusnya itu urusan mereka, karenakan kita daftarnya dari awal sore. Akhirnya sekarang mereka ada yang izin, berenti, pindah,” katanya.
Dia mengatakan bahwa digabungkannya reguler B menjadi reguler A membuat kelas tidak terlalu efektif. “Satu kelas itu ada 60-an, kalau kendala sih yang pertama itukan pengap, suara dosen nggak sampai ke belakang, terus nggak efektif, yang jelas nggak efektiflah karena terlalu banyak,” ungkapnya lebih lanjut.
Secara pribadi sebenarnya dia tidak mempermasalahkan hal tersebut namun mewakili teman-temannya, mereka ingin agar UKT mereka juga sama dengan reg A kalau tidak bisa maka kembalikan jam kuliah seperti biasa.
“Kalau dari saya sih tidak masalah, cuma kalau dari kami masalahnya UKT, kan 4 juta setengah sedangkan pagi 3 juta setengah nah kalau memang mau disama ratakan ya UKT-nya juga di sama ratakan, kalau memang nggak bisa, kembalikan lagi jam kuliah kami kayak biasa,” terangnya.
Dia mengatakan bahwa sebelum mengambil keputusan pihak kampus tidak mengadakan sosialisasi terlebih dahulu, tetapi setelah diambil keputusan baru ada sosialisasi namun mereka cuma mendengarkan karena tidak ditanggapi jadi mereka kecewa.
“Kemaren waktu mereka ngambil keputusan nggak ada sosialisasi dulu, jadi langsung ambil udah. Pokoknya kalian masuk pagi, ngga mau tau. Terus berikutnya ada sosialisasi dan kita cuma mendengarkan nggak ada suara kami gitu, cuma gimana yaa nggak ditanggapi jadi kalian ngomong ya ngomong, jadi kami kecewa ya di situ,” jelasnya.
Penulis : Marlina Marlin dan Nanik
Editor : Riski Ramadani