mimbaruntan.com, Untan – Hasil penelitian dari Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan yang dicantumkan di website Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menyebutkan sampah plastik berada di urutan ke-4 dari beberapa jenis sampai lainnya, yakni sebesar 17%. SIPSN adalah Sistem yang mengelola data tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MENLHK). Maraknya produksi sampah plastik memiliki dampak yang serius bagi peradaban. Melalui Film Dokumenter Pulau Plastik, segala problematika hingga suguhan solusi dikulik secara komprehensif dan menarik.
Sudah menonton film dokumenter berjudul ‘Pulau Plastik’? Walau film ini bukan yang pertama membahas perihal isu lingkungan di Indonesia, namun ada beberapa temuan dan fakta terbaru yang disajikan belum banyak diketahui oleh sebagian besar masyarakat. Bagi yang tertarik dengan isu sampah plastik sekaligus mencari suguhan refleksi untuk sadar akan keselamatan peradaban yang kian rentan, film ini 100% direkomendasikan.
Berdurasi 1 jam 42 menit dokumenter garapan sutradara Dandhy Laksono dan Rahung Nasution merupakan kerjasama antara Visinema Pictures, Kopernik, Akar Rumput, dan Watchdoc. Berbeda dari dokumenter yang dibuat oleh Dandhy sebelumnya, kali ini penyebutan secara terang-terangan nama pejabat pemerintah yang terkait tidak ditemukan di sini. Selain itu, ini juga menjadi film dokumenter perdana bagi Visinema Pictures. Tiga pemeran yang memiliki visi misi yang sama berkumpul untuk menyuarakan isu ini hingga melakukan kampanye secara nasional, Gede Robi yakni vokalis sekaligus gitaris dari band Navicula, Tiza Mafira.
selaku Direktur Eksekutif Gerakan ‘Indonesia Diet Kantong Plastik’, dan Prigi Arisandi selaku Pendiri Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON).
Edukasi “Diet Kantong Plastik”
Pembukaan dokumenter ‘Pulau Plastik’ disajikan dengan uji coba kantong/sedotan yang berasal dari plastik biodegradable dan plastik oxo-degradable yang selama ini ‘katanya’ menjadi solusi kantong plastik ramah lingkungan, beberapa bahan percobaan seperti kantong plastik, sedotan, kertas, dan wadah plastik ini dimasukkan ke dalam tas jaring yang tentunya bisa memudahkan proses uji coba untuk diletakkan di kedalaman laut 8 meter dari permukaan. Uji coba ini dilakukan oleh kopernik dan Robi di Pulau Bali. Mengingat pantai yang berada di Bali, khususnya Kuta, Sanur dan beberapa yang lainnya sudah dipenuhi sampah plastik.
Setelah itu dilanjutkan dengan Robi yang akan melakukan perjalanan di 3 kota yakni Jawa Timur – Yogyakarta – Jakarta dengan truk yang berisikan sampah serta bagian belakang truk yang di mural dengan unik, berisikan kampanye mengenai tolak sampah plastik sekali pakai. Walaupun pembuka film ini dibuka oleh Robi, peran Tiza dan Prigi juga menjadi sorotan di sini. Tiza yang sudah 8 tahun menjalankan diet kantong plastik ini juga memiliki cara yang unik bersama dengan komunitasnya, pada scene yang ditampilkan ia menodong orang-orang yang berbelanja dengan menggunakan kresek di sekitaran car free day, untuk ditukarkan dengan tas/totebag yang dibawanya, untuk menyimpan barang belanjaan sekaligus mengedukasi orang-orang di sekitar betapa daruratnya tumpukkan sampah kantong plastik di Indonesia.
Sedangkan pada scene Prigi ditampilkan ia begitu lantang berorasi mengenai sampah plastik impor dari Negara Amerika, yang dikirim ke tempat tinggalnya, Jawa Timur. Sampah yang dikirim kemudian terlihat dikotak-kotakan, mengingatkan kepada animasi yang juga mengangkat isu lingkungan yakni berjudul Wall-e.
Penelitian Mikroplastik
Tak hanya menampilkan tentang tumpukkan sampah plastik yang mencemari lautan maupun sungai di Indonesia, hewan-hewan yang hidup di sana juga dapat dijadikan penelitian untuk mengetahui dampak dari sampah yang dibuang di lautan/sungai. Hasilnya? Penelitian yang dilakukan memberikan hasil bahwa ikan bandeng juga terkontaminasi oleh mikroplastik. Hal ini membuat Robi penasaran, kenapa bisa di dalam tubuh ikan bandeng saja terdapat mikroplastik? Kemungkinan besar di dalam tubuhnya juga terdapat mikroplastik karena ikan dikonsumsi sebagian besar oleh manusia.
Untuk menjawab rasa penasarannya mengenai apakah di tubuhnya terdapat mikroplastik? penelitian ini dilakukan dengan menggunakan feses (kotoran manusia) yang akan dilarutkan, kemudian diperiksa menggunakan mikroskop. Hasilnya? Di dalam tubuh Robi, positif terdapat mikroplastik. Bayangkan, seberapa banyak manusia yang mengkonsumsi ikan sebagai makanan di dunia ini?
Dokumenter ini dikemas dengan sederhana namun memiliki dampak yang besar, tak hanya sekedar menampilkan sampah plastik yang menumpuk di lautan ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Adanya aksi kampanye nasional yang dilakukan di Jakarta dan penelitian serta dampak yang sangat buruk akibat sampah plastik yang berlebihan bisa didapatkan jawabannya di sini.
Closing Film Pulau Plastik
Setelah dibuka dengan uji coba plastik biodegradable dan oxo-degradable, 6 bulan setelah uji coba tersebut Robi dan Kopernik kembali mendatangi tempat yang sama untuk mengetahui hasil apakah plastik yang memiliki embel-embel ‘Ramah Lingkungan’ tersebut benar-benar ramah lingkungan? Hasilnya? Selama 6 bulan uji coba tersebut dilakukan, tidak ada sama sekali perubahan dari kantong plastik tersebut, bahkan terurai sedikitpun saja tidak. Walaupun hanya 6 bulan, setidaknya sedikit dari plastik tersebut ada mengalami perubahan.
Lagi-lagi kampanye penggunaan plastik yang katanya ‘Ramah Lingkungan’ tadi belum benar-benar menjadi solusi terbaik. Perubahan mengakar yang perlu digagas adalah kesadaran pribadi untuk menggunakan plastik secara bijak. Dibutuhkan pula regulasi dari pemangku kebijakan untuk dapat melakukan upaya preventif hingga penanggulangan permasalahan sampah plastik di Indonesia dapat terjadi perubahan yang lebih baik untuk peradaban di masa depan. Sehingga manusia di masa depan tidak menanggung beban yang begitu berat untuk mengatasi permasalahan ini.
Penulis: Ainun Jamilah