mimbaruntan.com,Untan– Rahmat Ali selaku Sekjen Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mengunjungi Sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Tanjungpura (Untan), Sabtu (27/07). Dalam pertemuan hari itu, ia memaparkan dua permasalahan utama pergerakan Pers mahasiswa (Persma) di Indonesia.
Permasalahan pertama berangkat dari dapur redaksi. Ia berpendapat Persma sering kali menjadikan pembaca sebagai objek yang berarti keredaksian yang menentukan isu setiap kali mengangkat sebuah berita.
“Isu itu realitas yang ada di lapangan yang gak bisa dikonsep oleh manusia. Jadi berita kita gak dibaca karena publik merasa tidak butuh dengan apa yang kita angkat,” jelasnya.
Kemudian permasalahan kedua adalah kaderisasi. Faktornya disebabkan oleh minimnya dana serta yang mengkader tidak mempunyai skill. Sebagai bilahan aktivis dan akademisi, Persma harus berani menyuarakan kebenaran. Menurutnya, meski Persma tidak ada dalam lindungan Undang-Undang Pers, masih ada landasan hukum lain yang bisa membela Persma. Serta akan ada seruan solidaritas Persma Indonesia yang turut mendukung perjuangan. “Kita tidak sendiri,” tegasnya.
Ia berharap kekuatan jejaring dan saling menguatkan antar Persma dapat terus dibangun dengan cara merawat komunikasi satu sama lain. “Kalau kamu ingin membangun rumahmu, kamu harus punya pembanding. Sebagai wadah edukasi saja,” harapnya.
Menjadi Persma harus siap dengan konsekuensi yang ada dan ia percaya bahwa suatu hari pasti merindukan masa-masa berpersma. Akan ada bayaran terbaik yang tidak dihargai secara financial melainkan pengalaman, ilmu, skill, dan hasilnya akan baru diketahui setelah selesai nantinya.
“Kita tidak bayar, kita menjadi antagonis yang sering bersebrangan dengan banyak pihak bahkan dengan kawan kita sendiri. Tapi semua akan terbayar lunas ketika teman-teman berhasil menaikkan sebuah tulisan yang jadi bacaan dan rujukan banyak orang,” katanya.
Adi Rahmad selaku Ketua Umum LPM Untan 2018/2019 menuturkan bahwa nilai yang ia dapatkan saat menjadi Persma adalah kedewasaan, kepekaan, dan kewarasan.
“Dalam Persma melihat suatu isu atau permasalahan ndak cukup hanya dari satu angle. Harus melihat itu secara holistik, menyeluruh, dan kebiasaan yang sudah dibentuk di Persma itu kemudian terbawa walaupun sudah tidak di Persma lagi,” tutupnya.
Penulis: Sekar A.M.
Editor: Nurul R.