mimbaruntan.com, Untan – Untuk menambah wawasan sebagai pengguna internet yang baik dan benar, beberapa lembaga di Kalbar seperti Suara Asa Khatulistiwa (SAKA), ICT Watch, Lembaga Pers Mahasiswa Untan (Mimbar Untan), Lembaga Pengkajian dan Arus Informasi Regional (LPS-AIR), PSP2KP, Pontianak Digital Stream, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Pemerintah Provinsi Kalbar mengadakan Nonton bersama (Nobar) film Lentera Maya di Canopy Center, Minggu (19/3).
Film Dokumenter yang digarap oleh ICT Watch tersebut menceritakan perilaku masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet. Matari Timoer salah satu pembuat film mengatakan bahwa film tersebut dibuat dengan melihat fenomena di media sosial yang sudah tidak baik. “Film Lentera Maya ini dilencanakan Ict Watch karena memang melihat fenomena, sosial media sudah dikuasai dengan hal-hal kebencian,” ucap pria yang akrab disapa MT ini.
“Film Lentera Maya ini dibuat menjadi bahan pemantik agar teman-teman bisa menjadi lentera-lentera maya. Nyawa film ini adalah kita semua yang menonton film ini, kitalah yang akan beraksi,” tambahnya.
Terkait penggunaan media sosial, Faizal Riza selaku pemateri dalam diskusi film yang juga mewakili SAKA mengatakan, di Kalbar sendiri sempat terjadi ketegangan ketika Pemilu akan berlangsung. Ia menceritakan, ketika pemilihan gubernur tahun 2013, ada beberapa akun media sosial yang selalu mem-posting hal-hal berbau SARA. “Di Kalbar politisasi SARA ini sangat kuat dan dipakai secara luar biasa baik oleh yang akan berkuasa atau yang sedang berkuasa,” ungkapnya.
Para peserta Nobar dan diskusi inipun tampak antusias dalam mengikuti kegiatan. Alvin satu diantara peserta sempat bertanya mengenai organisasi atau sekolah berbasis kegamanaan. “Bagaimana pemerintah memantau administrasi dari sekolah atau organisasi agar tidak ada doktrin radikalisasi,” katanya.
Diskusi ini terus berlangsung hingga akhir acara dengan pembahasan berita bohong (Hoax) diranah maya, karena hal tersebut masih dianggap meresahkan.
Penulis : Isa Oktaviani
Editor : A.Rahman