mimbaruntan.com, Untan – Pendikar (Pendidikan Karakter) Universitas Tanjungpura (Untan) merupakan program pembentukan karakter mahasiswa yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa baru Untan. Pendikar ini dilakukan setiap tahunnya dengan dibantu oleh mentor yang juga berasal dari mahasiswa. Para mentor pun dijanjikan “uang lelah” sebagai salah satu bentuk apresiasi kepada mereka. Namun, pembagian uang lelah para mentor yang mengajarkan karakter baik itu, justru berjalan buruk.
Rabu (26/10/21), Reporter mimbaruntan.com menerima keluhan dari Ivan (bukan nama sebenarnya), mentor Pendikar Kristen Protestan mengenai ketidaksesuaian pembayaran uang lelah yang seharusnya mereka terima.
Ivan menjelaskan bahwa saat perekrutan mentor di tahun 2018, ia bersama rekan-rekannya yang lain diminta untuk menandatangani sebuah formulir oleh Koordinator Pendikar Kristen Protestan. Formulir tersebut melampirkan jumlah uang lelah yang akan diberikan kepada mentor setiap melakukan pertemuan bersama Keluarga Pendikar, yaitu senilai Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).
“Formulir itu tertulis jelas nominal yang akan kita dapat, dan beliau (read – Koordinator Pendikar Kristen Protestan) meminta kita menandatangani itu,” jelas Ivan melalui ruang virtual Google Meeting pada Selasa (26/10/21).
Dalam melaksanakan tugasnya, Ivan menerangkan bahwa terdapat 18 kali pertemuan selama mengabdi menjadi mentor. Jika diakumulasikan, uang lelah yang seharusnya diterima oleh setiap mentor senilai Rp 360.000,00 (tiga ratus enam puluh ribu rupiah). Namun, yang ia dan rekan-rekannya terima hanya berjumlah Rp190.000,00 (seratus sembilan puluh ribu rupiah) saja setelah mendapatkan potongan pajak sebesar 10%.
Ivan mengaku bahwa banyak mentor yang merasa kecewa dengan selisih uang lelah yang diberikan, dengan apa yang telah dijanjikan oleh Koordinator Pendikar Kristen Protestan. Melihat kondisi tersebut, Ivan pun mencoba mendaftar kembali menjadi mentor pada tahun 2019 untuk mengumpulkan bukti ketidakadaan transparansi pendanaan uang lelah tersebut.
Di tahun 2019, Ivan menceritakan suatu waktu ketika ia bersama 4 rekannya yang lain bertemu dengan Koordinator Kristen Protestan untuk meminta uang lelah yang akan dibagikan kepada seluruh mentor Pendikar Kristen Protestan yang berjumlah 85 orang. Oleh Koordinator tersebut, Ivan hanya diberikan uang senilai Rp16.000.000 (enam belas juta rupiah) yang jika dibagi rata kepada setiap mentor, hanya senilai Rp188.235 (seratus delapan puluh ribu dua ratus tiga puluh lima rupiah) saja.
“Saya ingat kata beliau (read – Koordinator Kristen Protestan) bilang ‘kalau seandainya Rp16.000.000 kamu bagikan pas ke 85 orang, ya rugi di kamu’. Kami sadar bahwa ada yang tidak beres dari pemberian uang lelah ini,” ceritanya.
Saat itu, Ivan mengaku bahwa para mentor belum mempunyai keberanian untuk melaporkan permasalahan tersebut karena takut akan mempengaruhi perkuliahannya.
“Kita takut melawan birokrasi, takutnya nanti malah menjadi bumerang ke diri sendiri. Kita juga bingung bagaimana sistem pelaporannya, wadah apa yang dapat kita pakai untuk pelaporannya,” ungkapnya.
Berangkat dari keluhan mentor Pendikar Kristen Protestan tersebut, reporter mimbaruntan.com mencoba menghubungi beberapa mentor Pendikar dari agama lain, untuk melihat apakah sengkarut pendanaan uang lelah mentor Pendikar tersebut terjadi pula kepada mereka.
Adalah Lisa (bukan nama sebenarnya), yang merupakan mentor Pendikar Buddha tahun 2019 mengatakan bahwa tidak ada permasalahan terkait pembayaran uang lelah oleh Koordinator Pendikar Budha. Ia mengaku, pembayaran tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan saat perekrutan mentor.
“Nominalnya sampai Rp360.000,00 (tiga ratus enam puluh ribu rupiah). Sesuai dengan apa yang diberitahukan di awal, tidak ada juga pemotongan pajak juga. Uangnya diberikan di minggu akhir pertemuan Pendikar oleh Koordinator pendikar Budha,” tuturnya saat menyambangi Sekretariat LPM Untan pada Kamis (18/11/21).
Berbeda dengan Ridho (bukan nama sebenarnya), mentor Pendikar Muslim Untan tahun 2019. Ia mengatakan bahwa saat terkait uang lelah yang seharusnya didapatkan oleh mentor, telah dikonversikan menjadi jaket dan buku. Hal tersebut pun sudah disepakati ketika calon mentor menandatangani formulir yang diberikan oleh Koordinator Pendikar Muslim
“Untuk uang lelah itu memang tidak diberikan, karena telah dikonversikan dalam bentuk jaket dan buku,” jelasnya pada Rabu (1/12/21).
Namun, saat reporter mimbaruntan.com bertanya mengenai estimasi jaket dan buku yang diberikan, Ridho mengaku tidak mengetahui hal tersebut karena tidak dilampirkan di dalam formulir.
“Waktu daftar menjadi mentor itu, langsung ngambil jaket dan bukunya ke Koordinator. Tidak ada penjelasan lebih detail terkait rincian harga barang tersebut,” tutup Ridho.
Ketidakjelasan Alur Pendanaan dan Pengawasan Birokrat Untan
Reporter mimbaruntan.com mencoba menghubungi Koordinator Pendikar Kristen Protestan pada Selasa (14/12/21) untuk dimintai keterangan mengenai transparansi uang lelah, khususnya pada mentor Pendikar Kristen Protestan. Namun, Koordinator tersebut keberatan untuk diwawancarai dengan alasan bahwa ia sudah 2 tahun tidak menjadi Koordinator, sejak pergantian sistem Pendikar Agama menjadi Pendikar Pancasila.
Melihat hal tersebut, reporter menghubungi Radian selaku Wakil Rektor yang membawahi Akademik Untan terkait alur pendanaan uang lelah bagi mentor Pendikar Untan. Radian mengaku tidak mengetahui tentang transparansi uang mentor tersebut, karena pihaknya hanya mengesahkan surat keputusan Pendikar Untan saja.
“Saya tidak tau kalau ada uang lelah untuk mentor Pendikar Untan. Saya kira mungkin ini dibawahi oleh LP3M (Lembaga Pengembangan, Pembelajaran, dan Penjaminan Mutu) Untan kali ya,” imbuhnya saat ditemui di Gedung Rektorat pada Rabu (1/12/21).
Namun, saat mewawancarai Sulistyarini selaku Ketua LP3M Untan pada Jumat (3/12/21) tentang alur pendanaan uang lelah mentor Pendikar Untan, Sulis mengatakan bahwa hal tersebut telah diambil alih oleh Universitas, bukan dibawahi oleh LP3M Untan.
Setelah berkali-kali mengalami pelemparan alur pendanaan tersebut, reporter mimbaruntan.com mencoba mengirimkan surat permohonan kepada Biro Umum dan Keuangan (BUK) Untan pada Selasa (21/12/21) untuk meminta transparansi dana uang lelah yang harusnya sampai kepada mentor Pendikar Untan. Namun. lagi-lagi pihak BUK Untan meneruskan kembali surat tersebut kepada Riadi Budiman, selaku Koordinator Umum Pendikar Untan untuk menjawab hal tersebut.
Riadi saat diwawancarai pada Kamis (23/12/21) melalui ruang virtual Google Meeting mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui bahwa adanya sengkarut pendanaan yang dialami oleh beberapa mentor. Riadi memperjelas bahwa ia hanya mengatur alur pendanaan Pendikar Muslim saja karena tidak mengerti sistem koordinator Pendikar pada agama lain, sehingga ia mempercayakan penuh kepada koordinator masing-masing agama untuk mengelola uang lelah tersebut.
“Saya tidak tau apa yang dikerjakan oleh para koordinator Pendikar agama lain, tidak ada laporan juga karena saya percayakan semuanya ke mereka (read – koordinator Pendikar). Saya tidak bisa mencampuri karena sistemnya beda,” paparnya.
Saat ditanya mengenai alur pendanaan yang diperoleh dari Universitas, Riadi menjelaskan bahwa setiap koordinator Pendikar akan dihubungi oleh pihak Tata Usaha (TU) Untan untuk memberikan nama-nama mentor. Kemudian, nama-nama tersebut akan diteruskan kepada BUK Untan guna mencairkan anggaran uang lelah mentor. Namun, ia tidak mengatakan spesifik nominal yang diberikan.
“TU Kemahasiswaan Untan langsung yang menghubung setiap koordinator Pendikar, makanya saya tidak tau kalau ditanya soal transparansi Pendikar agama lain. Dari TU langsung ke BUK, antara saya dan BUK itu perantaranya TU,” pungkasnya.
Dalam menanggapi apakah benar uang lelah ini berjumlah sebesar Rp 20.000,00 setiap satu kali pertemuan, Riadi tidak memberikan informasi jelas tentang berapa nominal yang seharusnya diberikan dalam satu periode (18 kali pertemuan).
Ia pun menjelaskan terkait pajak yang memangkas uang lelah beberapa mentor, memang sudah tersistem dari Universitas. Pajak tersebut masuk ke dalam pajak pendapatan.
“Kalau yang namanya pendapatan, apapun dan siapapun penerimanya tetap kena potong itu, walaupun mahasiswa. Sebab uang lelah ini dalam pelaporan TU namanya ‘honor’, makanya saya minta disebut lumpsum saja agar tidak ada potongan,” tegasnya.
Mengenai uang lelah kepada mentor Pendikar Muslim yang dikonversikan menjadi jaket dan buku, Riadi menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan kesepakatan bersama antara mentor dan koordinator. Namun, dikarenakan pencairan uang lelah yang cukup lama, Riadi mengaku menalangi terlebih dahulu pendistribusian jaket dan buku hasil konversi tersebut menggunakan uang pribadinya. Terkait rincian dana pembuatan jaket dan buku tersebut, Riadi hanya memaparkan nominal senilai Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) saja.
“Kalau yang Muslim saya berani talangin dulu, karena waktu pencairan uang tersebut sangat jauh dari perekrutan para mentor,” tutupnya.
Hingga akhir wawancara bersama Riadi, reporter mimbaruntan.com masih belum mengetahui transparansi dana uang lelah yang seharusnya diterima oleh mentor Pendikar Untan.
Liputan ini merupakan bagian dari program Mini Project Anticorruption (MPA) yang digelar Sekolah Anti Korupsi (SAKTI) Pontianak
Penulis : Lulu
Editor : Monica