mimbaruntan.com,Untan- Di era digital dewasa ini, perkembangan film produksi tanah air sedang begitu maraknya terjadi. Seperti halnya, Lembaga Sensor Film (LSF) yang berupaya melakukan sosialisasi budaya sensor mandiri untuk memberi pemahaman kepada khalayak umum dalam memilih konten yang akan tayang dan pengaruh negatif film yang ditonton.
Ketua Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki mengatakan, semakin pesatnya perkembangan teknologi, seseorang dapat dengan mudahnya untuk membuat film dan mengedarkannya, sebaliknya orang juga akan dengan mudah mengakses film tersebut. Sehingga masyarakat harus dapat melakukan sensor secara mandiri, terutama bagi orang tua yang masih memiliki anak di bawah umur agar selalu memperhatikan tontonan anaknya.
“Tidak semua tayangan melalui proses sensor dan yang melalui proses sensor tidak semuanya layak ditonton terutama untuk kategori usia tertentu. Orang tua harus memiliki kesadaran untuk tidak membawa anaknya yang dibawah umur untuk menonton film yang kami berikan rating diatas umur mereka,” Ujar Ahmad Yani Basuki di Gedung Rektorat Untan, Selasa (31/07/2018).
Baca Juga: Peran Penting Radio Komunitas Sebagai Ajang Edukasi Masyarakat
Selaras dengan tumbuh kembang individu yang membutuhkan stimulasi positif, idealnya tayangan yang berkualitas bisa menjadi salah satu sarana investasi ilmu untuk masa depan kepribadian bangsa. Memonitor tontonan anak dibawah umur untuk penanamkan hal-hal baik yang patut ditiru dan nilai-nilai positif yang ada.
“Film sebagai karya seni budaya merupakan suatu investasi ilmu untuk menyiapkan generasi masa depan karena film adalah bagian dari informasi, bagian dari ilmu, bagian dari pengetahuan yang diserap oleh seorang anak”, tutur Ketua LSF tersebut.
Sensor mandiri diharapkan dapat membangun kesadaran dari segala elemen masyarakat terkait pembagian tayangan film yang sesuai usia. Adapun kategori klarifikasi usia yang telah ditetapkan Lembaga Sensor Film adalah penonton Semua Umur (SU), Usia 13 tahun atau lebih (13+), Usia 17 tahun atau lebih (17+), Usia 21 tahun atau lebih (21+).
Bagaimana cara memilah dan memilih tontonan? Tentunya yang harus diperhatikan adalah film tersebut untuk usia berapa, filmnya tentang apa, bagaimana gambar, adegan, dialog dan suara dalam film, dan adakah hikmah yang dapat diambil dari film tersebut. Mungkin hal ini bukan perkara yang mudah untuk dilakukan bahkan oleh orang dewasa. Oleh sebab itu pengawasan anak dibawah umur sejak dini patut dilakukan, agar mereka dapat mampu mebedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk dari sebuah tayangan.
Penulis : Neneng Haryani
Editor : Sekar A.M.