mimbaruntan.com, Untan – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Untan menggelar Forum Diskusi yang membahas terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT), Senin (17/1). Kegiatan yang diselenggarakan di Aula FKIP Untan ini menghadirkan Martono selaku Dekan beserta Yohannes Bahari Wakil Dekan II (WD II) dan Mashudi WD III.
Dalam diskusi ini, berbagai pertanyaan dan keluhan mahasiswa terkait UKT-pun disampaikan kepada pihak kampus. Selain itu, ada juga yang menuntut transparansi rincian pengelolaan UKT.
Ahmad selaku Presma BEM FKIP Untan mengungkapkan, sedikitnya terdapat 35 mahasiswa di FKIP yang bermasalah mengenai UKT. Pihaknya juga menyesalkan terkait tingginya kenaikan biaya yang semula di tahun 2014, untuk UKT 5 dikenakan Rp. 1.200.000, sedangkan di tahun 2016 menjadi Rp. 2.550.000.
Dalam kata sambutannya, Martono selaku Dekan FKIP mengungkapkan bahwa biaya UKT di Kalimantan Barat termasuk rendah. “UKT di perguruan tinggi di Kalimantan Barat temasuk rendah jika dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di Indonesia,” ungkapnya, Senin (17/1).
Martono menambahkan, penurunan UKT hanya bisa terjadi jika disertai alasan yang jelas, seperti orang tua yang meninggal atau sakit, itupun harus disertai dengan surat Catatan Sipil, agar tidak terjadi pemalsuan data. Selain itu, ia menuturkan bahwa UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa digunakan pula untuk KKL, yudisium, dan kegiatan kemahasiswaan lainnya.
Yohanes Bahari WD II FKIP juga angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa penentuan UKT tidak sembarangan dan bukan semata kemauan dari pimpinan perguruan tinggi, namun berlandaskan hukum yaitu Permendikbud No. 55 tahun 2013 dan Permenristekdikti No. 39 tahun 2016. “Selama UKT tidak melampaui BKT (Biaya Kuliah Tunggal) tetap diperbolehkan, itu sah-sah saja,” jelasnya, Senin (17/1).
Penurunan UKT, lanjut Yohanes Bahri, hanya bisa dilakukan satu tingkat. “Jika terjadi penurunan UKT, itu hanya bisa satu tingkat. Contohnya dari UKT 5 ke UKT 4,” pungkasnya.
Penulis: Aris Munandar dan Fikri
Editor : A.Rahman