mimbaruntan.com, Untan – Indonesia negara “fatherless”, sangat tidak asing terdengar di telinga. Mulai dari patriarki hingga hilangnya peran ayah di dalam sebuah rumah, dapat menciptakan dua pemikiran yang akan berlawanan pada akhirnya di setiap anak.
Dilansir dari RRI.co.id bahwa peran ayah sangatlah penting dalam menciptakan generasi tumbuh kembang yang baik pada diri seorang anak, hilangnya peran tersebut tentu saja ikut menghilangkan sebagian besar hal yang harusnya terbentuk pada diri anak mereka.
Kebanyakan penyebab utama terjadinya kehilangan sosok ayah dalam perkembangan anak di antara lain perceraian dan pemikiran patriarki bahwa sosok laki-laki hanya bertugas mencari nafkah, sedangkan membesarkan putra putri mereka hanyalah peran seorang wanita di dalam keluarga tersebut. Namun, bukankah seorang anak selalu berdoa untuk kedua orang tuanya? Tapi mengapa hanya salah satu peran yang dapat ia rasakan?
Mari bicarakan juga tindak kasar yang sering dilakukan oleh pria yang biasanya dipanggil “ayah”. Hal-hal yang membangkitkan kebencian di relung hati anak mereka, membuat rasa trauma membekas seumur hidup hingga keengganan untuk memiliki pasangan bagi seorang anak perempuan. Hal ini masih sangat sering terjadi di Indonesia, tidak banyak riset dilakukan, namun sangat tidak asing kita dengarkan cerita tersebut di telinga, bukan? Ada benarnya bila negara ini bisa dikatakan “fatherless”.
Emosional seorang anak juga dipengaruhi oleh kedua orang tuanya. Perilaku dan sifat juga sangat ditentukan oleh hadirnya peran ayah dan ibu. Tidak sekali dua kali kita dengar cerita tangguh seorang perempuan yang kehilangan peran ayah di hidupnya, tidak sedikit juga kita dengarkan kesuksesan seorang lelaki di bawah nama ayahnya.
Baca Juga: Ayah, Aku Menunggumu Pulang
Lagi-lagi ini memperjelas bahwa pada kenyataannya peran ayah dalam sebuah keluarga sangatlah penting. “Ah pantas saja anaknya hebat, lihat ayahnya!” dan “Ah dia hebat juga ya, padahal ayahnya begitu,” Selalu ayah, ayah dan ayah yang mereka sebut. Hilang dan hadirnya peran mereka, tetap seorang ayah yang menentukan pemikiran orang lain tentang anak mereka.
Hal lain yang dapat dipastikan, baik buruknya perjalanan seorang anak tetap akan memengaruhi nama ayah mereka, lalu bisakah itu dikatakan “tabur tuai” bila perjalanan anak mereka tak sesuai dengan apa yang mereka berikan?
Penulis: Mia
Sumber:
https://www.rri.co.id/lain-lain/946816/penyebab-dan-dampak-dari-fatherless-country-di-indonesia