Oleh Firdaus
Sungai Kapuas selain sungai yang terpanjang di Indonesia juga merupakan sungai yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat di Kota Pontianak. Selain zat mercury-nya yang juga terkenal akibat dampak dari PETI. Sebuah Penelitian menyebutkan kadar COD dan BOD dari tahun 2012-2013 sudah di ambang batas.
Sungai Kapuas merupakan sungai yang berada di Kalimantan Barat (Kalbar). Sungai ini merupakan sungai terpanjang di pulau Kalimantan dan sekaligus menjadi sungai terpanjang di Indonesia dengan panjang total 1.143 Km. Sungai kapuas melintasi beberapa kabupaten yang ada di Kalbar, seperti Kab. Kapuas Hulu, Kab. Sintang, Kab. Sanggau, Kab. Kuburaya, dan berakhir di Kota Pontianak. Sungai ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Kalbar, khususnya masyarakat Kota Pontianak, selain untuk mandi banyak masyarakat memanfaatkan sungai ini untuk berwirausaha satu diantaranya seperti bertambak ikan. Namun pada kenyataannya sungai yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat kini sudah jauh dari harapan, dilihat dari warna sungai. Tampak warna sungai Pontianak sudah mulai keruh, bahkan menguning. Yang konon katanya dahulu air sungai kapuas bisa di minum secara langsung dari sungai dan punya cerita kalau kita tak minum airnya tak sah berkunjung di Kota Pontianak.
Hal ini dituturkan oleh salah satu masyarakat di warga Iman Bonjol, Ash (30) yang menuturkan, merekayang sudah tinggal tahun 80’an ini menggunakan air kapuas untuk mandi, untuk masak kadang-kadang air hujan dan air galon tetapi tidak menggunakan air PDAM. “Kadang air kapuas suka kering kalau surut. Kalau musim panas berkepanjangan kadang air nya asin”, tambahnya.
Hendra (37) juga mengatakan, air asin kadang-kadang masuk ke sungai apabila musim kemarau datang. “Saking asinnye air busa sabun cuci pun tak ade”, tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan juga oleh Haryadi (37), “Masyarakat sudah bisa melihat dari segi tekstur warna di sungai ni. Mungkin lima taon kedepan bise rusak parah aek ni”, katanya. Ia juga menambahkan, bahwa Tambak kepiting tempat ia bekerja yang menyedot air dari sungai kapuas itu kalau dikuras akan nampak lumpur yang sangat banyak di bak.
Ketika reporter menyelusuri rumah-rumah yang ada dipesisiran sungai Kapuas. Tampak warga yang duduk dan ditemani oleh beberapa cangkir kopi, tengah santai ditepian sungai kapuas sambil berbincang-bincang.
Mahrus (54) masih warga Iman Bonjol juga mengatakan, air sungai kami gunakan untuk Mandi. Cukup banyak masyarakat disini yang masih menggunakan sungai Kapuas untuk mandi dan mencuci. “Bahkan mahasiswa pun kadang mandi disini saye lihat, karne banyak mahasiswa yang kos-kosan di belakang ni” katanya.
Tak hanya itu masyarakat juga sering membuang sampah di pinggiran-pinggiran sungai. “Orang buang sampah juga kadang tidak melihat tempat lagi seolah-olah sungai adalah tempat pembuangan sampah, karne kesadaran yang kurang”, tutur Mulyadi (41) warga setempat.
COD (Chemical Oxygen Demand ) dan BOD (Biological Oxygen Demand) Sudah di Ambang Batas dari Tahun 2012-2013
COD atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air. Tes ini biasanya digunakan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah senyawa organik di air. Kebanyakan aplikasi COD menentukan jumlah organik polutan yang ditemukan di permukaan air (misalnya danau dansungai), membuat COD ukuran yang berguna kualitas air. Hal ini dinyatakan dalam miligram per liter (mg / L), yang menunjukkan massa oksigen yang dikonsumsi per liter larutan. Referensi lebih tua dapat menyatakan unit sebagai bagian per juta (ppm).
BOD atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air.
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraijan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah. Apabila sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan. Keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air.BOD merupakan salah satu indikator yang menyatakan dampak biologis dari jasad organik yang hidup di air, dan merupakan salah satu parameter kualitas air.
Reporter mendapati data dari BLH Kota Pontianak.Berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Pontianak, di kecamatan Pontianak Timur, Utara, Selatan dan Pontianak Kota, dengan jenis perairan sungai kapuas besar dan sungai kapuas kecil pada tahun 2012.
Pemantauan kualitas air permukaan dilakukan dengan kondisi cuaca cerah keadaan air parit dalam kondisi surut, parameter pemeriksaan berdasarkan pada peraturan pemerintah (PP) tahun 2001 tentang pengendalian kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dari hasil pemeriksaan perolehan bahwa parameter yang melampaui ambang batas baku mutu sebagai berikut TSS, COD, Nitrit dan BOD. Baku mutu TSS, Max.50 dengan hasil sampel batas kota Pontianak Sungai Raya 14,3 kemudian COD, Max.25 pada batas kota Pontianak Sungai Raya 95 dan BOD. Max.3.
Pada tahun 2013 BLH Kota kembali melakukan penelitian baku mutu TSS, Max.50 dengan hasil sampel batas kota Pontianak Sungai Raya 14,3 kemudian COD, Max.25 pada batas kota Pontianak Sungai Raya 95, BOD. Max.3 dengan hasil sampel yang melampaui ambang batas baku mutu air adalah COD, Nitrit, BOD dan Cu.
Dari pemerikasaan yang dilakukan oleh BLH Kota Pontianak dari tahun 2012 dan 2013, BOD dan COD selalu masuk menjadi daftar hitam yang perlu diperhitungkan. Bukan tanpa sebab jika COD dan BOD mampu melampaui ambang batas baku mutu air. Ditinjau dari pemerintah kota yang belum menerapkan pengelolaan limbah yang terpadu serta ramah lingkungan.
Antara Konsumen PDAM dan Konsumen Air Sungai Kapuas.
Berdasarkan perolehan data dari PDAM Kota Pontianak pada bulan Desember 2013 ada 86.517 jumlah konsumen dan 2.421.771 jumlah kubikasi air baku yang digunakan, dengan jumlah total adalah 31.470.353. Sedangkan populasi penduduk yang ada di Pontianak pada tahun 2010 ada 554.764 jiwa manusia (sumber: pontianak.go.id). Jika kita akumulasikan lebih lanjut maka ada sekitar 468.247 yang tidak menggunakan air dari PDAM Kota Pontianak.
Walaupun sampai saat ini belum ada peran pemerintah kota untuk mengantisipasi hal ini. Karena jelas dalam peraturan pemerintah No 38 tahun 2011 tentang sungai, jelas memaparkan di pasal 3 bahwa pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan dengan tujuan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan. Dan diperkuat pada pasal 4-nya yang mengatakan bahwa pengelolaan sungai itu dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi atau kabupaten atau kota yang berwenang.
Perihal tersebut Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pontianak yang berfungsi untuk memantau kualitas air secara umum melalui Kepala bidang (Kabid) revitalisasi lingkungan dan pengembangan kapasitas, Firman mengatakan kualitas air di sungai kapuas sangat sulit untuk menyimpulkan bahwa air ini sudah tercemar atau belum. “Banyak parameter yang harus diukur, terkait hal ini laboratorium sangat menentukan sekali apalagi laboratorium kita belum terakreditasi,” ungkap Firman saat ditemui di rungan kerjanya.
Kualitas air sangat berpengaruh dari titik-titik yang menjadi pengambilan sample, karena pengambilan sample sangat berpengaruh pada hasil yang akan diperoleh. Laboratorium penguji status tipe A relatif tinggi dan belum terakreditasi karena masih dalam persiapan. “Oleh karena itu PDAM mempunyai kewajiban untuk menguji dulu air baku sesuai standar yaitu kelas 1,” tambahnya.
Namun Firman menjelaskan air sungai kapuas jelas tercemar hanya secara spesifikasi belum bisa di vonis karena harus banyak parameter air sungai kapuas untuk diukur.
BLH Kota Pontianak secara rutin mengadakan pemantauan terhadap sungai kapuas dua kali dalam setahun, dari hasil itu dirasa masih sangat kurang untuk memantau pencemaran di sungai kapuas. Banyak limbah-limbah yang dibuang langsung ke sungai kapuas, mulai dari limbah rumah tangga maupun limbah industri.
Untuk mengatasi pencemaran yang dilakukan oleh industri-industri tersebut pemerintah melalui BLH Kota mengantisipasinya dengan mengirim data Izin Pengelolaan Air Limbah (IPAL) agar pihaknya bisa mengontrol kegiatan pelaku usaha yang ada di Pontianak. “Hanya tidak semua pelaku usaha melakukan itu karna meliat kapasitas usahanya, padahal dalam perundang-undangan jelas harus semua pelaku usaha melakukan itu,” Tambah Firman.
Firman menegaskan BLH Kota Pontianak juga menampung aspirasi dari masyarakat untuk pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindak lanjuti, Seperti meneliti dan mengecek dilapangan apakah betul pengaduan dari masyarakat dan biasanya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) meminta kepada pelaku usaha untuk mengelola limbah dan IPAL usahanya atau melalui pembinaan. “Jelas ada sanksi hukum jika pelaku usaha melakukan pelanggaran pembuangan limbah dan IPAL,” ungkap Firman.
Akibat Limbah Rumah Tangga dan Limbah Industri
Perihal air sungai kapuas yang ada di kota pontianak bukan tanpa sebab, aktivitas Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI) yang menghasilkan limbah berupa mercury, limbah rumah tangga berupa hasil dari kegiatan masyarakat dan limbah industri yang dihasilkan oleh para pelaku usaha yang ada di kota Pontianak.
Isna Apriani, dosen Fakultas Teknik jurusan Teknik Lingkungan mengatakan bahwa secara fisika (bau,warna dan rasa) sudah tercemar dilihat dari aktifitas masyarakat dan kegiatan di hulu sungai kapuas. “ Air kita kalau dilihat secara fisika udah tercemar cuma belum bisa kita spesifikasikan, karna harus banyak indikator dan parameternya,” ungkapnya disela-sela kesibukannya sebagai pembimbing mahasiswa di semester akhir ini.
Pembuangan limbah ini cukup berbahaya, selain berdampak bagi kesehatan manusia juga bisa mengganggu ekosistem sungai yang ada. Perihal ini tidak menutup kemungkinan dari limbah yang ada bisa mengkontaminasi ikan kecil dari ikan ini akan dimakan ikan besar lainnya, lalu dimakan oleh manusia dan akhirnya manusia juga ikut terkontaminasi, “Ada limbah yang dimakan oleh ikan kecil dan ikan kecil dimakan ikan besar dan ikan besar di makan oleh manusia dan akan terkontaminasi oleh manusia itu adalah dinamikanya.” Tambahnya.
Beliau juga memaparkan bahwa semakin tinggi perekonomian di kota maka akan semakin tinggi juga pembuangan limbahnya. “Untuk pengguna limbah itu ada 80% dari pengguna air bersih,” tambahnya. Tak hanya limbah pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan juga akan berdampak pada lingkungan sekitar khususnya air sungai. Sementara di kota Pontianak juga belum memakai sistem pengelolaan limbah terpadu. “Kota Pontianak sementara ini belum menerapkannya karna aktifitas manusia yang bertambah akan bertambah pula pengguna air bersihnya, belum lagi semakin tinggi perekonomian di kota akan semakin tinggi juga pembuangan limbahnya.” Tuturnya.
Seharusnya pemerintah kota sudah memakai sistem untuk pengelolaan limbah yang terpadu. Seperti contoh daerah Kubu Raya dan Bali yang sudah menerapkan pengelolaan limbah yang terpadu. Tak hanya itu dosen yang sekaligus peneliti ini mengharapkan kepada pemerintah kota untuk menanggapi pelaki usaha industri yang belum ada pengelolaan limbahnya.
Beliau juga menambahkan untuk penelitian saat ini baru mencoba menggunakan vegetarian filtrasi seperti tanaman bayam yang menyerap bakteri timbal dan akan Tumbuh kembang sendiri. Tapi ini hanya mengantisipasi bekteri yang muncul di permukaan sungai. “Vegetarian filtrasi ini kan hanya untuk permukaan saja sementara yang bahaya adalah masih banyak di bawah sungainya yang bersifat mengendap, tetapi kalau bisa untuk masyarakat harusnya diarahkan la untuk mengelola limbah industri nya sendiri, karena lingkungan ini kan untuk anak cucu kita nanti.” Ungkapnya.
Mencoba Terobosan Baru Menuju Sungai Kapuas Sehat
Sementara ini sudah ada terobosan yang dibuat oleh dosen sekaligus peneliti dari Politeknik Kesehatan Kota Pontianak. Tetapi sayangnya, penelitian ini baru dilakukan uji coba pada sumur bor saja. Padahal dampak yang dihasilkan dari penelitian yang berbasis teknologi ini cukup ramah lingkunga.
Asmadi civitas akademika Politeknik Kesehatan Kota Pontianak mengungkapkan untuk saat ini kualitas air sungai kapuas menjadi tempat pembuangan limbah domestik karena debit airnya lebih besar. “Maka air sungai masih bisa mentoleren hal tersebut,” katanya.
Saat ini pengelolaan air baku yang dilakukan oleh PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang diambil dari air sungai kapuas masih menerapkan cara Konvesional padahal ada teknologi yang lain, yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Namun Asmadi bersama mahasiswanya saat ini telah menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk mengelola air sungai menjadi air baku ini. “Baru tahun ini melakukan penelitian air baku sungai untuk siap minum dengan teknologi Ultra filtrasi tanpa bahan kimia,” tambah Asmadi yang juga Kepala Prodi D.IV Kesehatan Lingkungan Poltekes.
Proses Ultra Filtrasi adalah proses pemisahan dari material pengotor di dalam air dengan teknologi membrane secara mekanis. Proses ini digunakan untuk memisahkan kontaminan berupa partikel dan bahan biologis, akan tetapi tidak bisa digunakan untuk memisahkan ion dan molekul yang berukuran mikro.
Sebelumnya pihaknya juga sudah melakukan percobaan menggunakan teknologi ultra filtrasi dengan menggunakan air baku dari air sumur bor, hasilnya menunjukan bahwa dilihat dari fisik air tersebut yang awalnya berwarna kuning setelah dilakukan ultra filtrasi berubah menjadi air bewarna putih.
Menurut Asmadi ada beberapa kota yang ada di Indonesia sudah menerapkan teknologi Ultra filtrasi ini, seperti Jakarta dan ada beberapa lagi. Teknologi Ultra filtrasi sangat ramah terhadap lingkungan dan di Pontianak jika ada dana yang memadai pihaknya akan coba menerapkan teknologi ini.