mimbaruntan.com, Untan – Teori subsidi silang pada sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) ialah mahasiswa yang berasal dari keluarga mampu membantu mahasiswa yang tidak mampu. Namun pada penerapannya teori tersebut sudah tidak sesuai harapan. Beberapa kasus yang Mimbar Untan temui, mahasiswa Untan yang kurang mampu kerap kali masuk dalam golongan UKT tertinggi. Satu diantaranya Uci mahasiswa angkatan 2016. “Saya takut orang tua saya kepikiran, karena UKT-nya besar dan orang tua saya tidak mampu, saya hanya mengisi form penghasilan ibu sebesar 450 ribu dan ayah sudah almarhum,” ungkapnya, Selasa (23/8).
Menurut Menteri Ristek dan Dikti, Mohammad Nasir, jika ada kasus salah sasaran pada sistem UKT, hal tersebut bukanlah tanggung jawabnya, melainkan pada Rektor di Perguruan Tinggi masing-masing. “Salah sasaran itu Rektornya yang bertanggung jawab ya, bukan saya, karena Rektor sudah saya beri kewenangan,” ungkapnya setelah memberikan Mata Kuliah Umum pada mahasiswa Bidikmisi, Sabtu (17/09).
Ketika ditanya mengenai aksi protes mahasiswa yang dilakukan diberbagai Perguruan Tinggi di Indonesia terhadap UKT, Mohammad Natsir membantah, ia mengatakan bahwa tidak ada yang menolak sistem UKT yang mulai diterapkan pada 2013 ini. “Siapa yang menolak UKT, gak ada. Gak ada penolakan terhadap UKT. UKT sudah berjalan dengan baik,” ungkap Mohammad Nasir yang juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universitas Diponegoro.
Namun, pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang menolak UKT, satu diantaranya mahasiswa Unsoed, seperti yang dikutip dari merdeka.com mengangkat berita tentang “Aksi Tolak UKT dan Uang pangkal di Unsoed ricuh” (Kamis, 16 Juni 2016).
Reporter : Irvan dan Arif
Editor : Isa Oktaviani