Universitas Tanjungpura (Untan) menempati peringkat 79 dari 126 Perguruan Tinggi di Indonesia pada perangkingan UI GreenMetric tahun 2022. Posisi ini diraih Untan atas komitmennya dalam mengurangi jejak karbon dengan menggunakan konsep Green Campus.
Green Campus sendiri merupakan konsep yang pertama kali dipopulerkan oleh Association for the Advancement of Sustainability in Higher Education (AASHE) di Amerika Serikat. Konsep ini mengutamakan praktik dari upaya-upaya perlindungan, pengelolaan, dan pelestarian lingkungan berkelanjutan pada institusi-institusi pendidikan (Wimala et al, 2016). Eksistensi Green Campus menjadi refleksi dari keterlibatan seluruh civitas akademika yang berada dalam lingkungan kampus agar memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan sekitarnya.
Sejak tahun 2010 Untan sudah ikut pada perangkingan UI GreenMetric. Namun, sempat vakum pada tahun 2019 sampai dengan 2021. Dikutip dari laman mimbaruntan.com Rektor Untan, Garuda Wiko menyebut terdapat tiga isu prioritas yang harus Untan wujudkan dalam upaya keberlanjutan komitmen terkait Green Campus, antara lain; penguatan arsitektur kesehatan global, pengurangan dampak perubahan iklim, serta pengadaan transisi energi hijau.
Keterangan: Peringkat Untan pada UI GreenMetric selama 13 tahun terakhir (tahun 2010-2022)
Penguatan Arsitektur Kesehatan Global
Di Untan terdapat 5 lokasi penghasil limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dari kegiatan laboratorium, yakni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Pertanian (Faperta), Fakultas Teknik (FT), Laboratorium Terpadu, dan Rumah Sakit Untan. Berdasarkan analisis data UI GreenMetric Untan 2022, Indikator Waste (WS); kategori Toxic Waste Treatment; upaya pengelolaan limbah B3 yang telah Untan lakukan baru sebatas pengumpulan limbah B3 cair disimpan jeriken dan drum. Sedangkan limbah B3 padat disimpan di dalam drum. Belum ada tempat penyimpanan dan pengelolaan khusus untuk limbah B3 dari masing-masing fakultas. Sementara itu, di Rumah Sakit Untan, pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh pihak ketiga.
Kebenaran ini dikonfirmasi oleh Irwan Lovadi selaku Ketua Tim UI GreenMetric 2022, sekaligus Dosen FMIPA Untan.
“Kalau limbah ada kepikiran untuk bekerja sama dengan pihak ketiga, jadi limbahnya diambil oleh pihak ketiga. Di Untan limbah Rumah Sakit itu diolah, ada Unit Instalasi Pengolah limbahnya. Jadi, Untan punya unit pengelolaannya, walaupun di fakultas itu belum ada. Itu perlu dipikirkan bagaimana cara mengatasi limbah-limbah laboratorium,” pungkasnya, Selasa (30/05/2023).
Upaya lain yang masuk dalam kategori penilaian ini adalah penyediaan fasilitas cuci tangan pada masa Pandemi COVID-19. Fasilitas ini sudah tersebar di seluruh kawasan Untan, namun kondisinya tidak terawat.
Padahal jelas disampaikan dalam Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 No. 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (selanjutnya disebut SE No. 1/2023), pelaku kegiatan di fasilitas publik dianjurkan tetap menggunakan sabun dan air mengalir untuk mencuci tangan secara berkala terutama jika telah bersentuhan dengan benda-benda yang digunakan secara bersamaan.
Baca Juga: Mahasiswa Berinvestasi Pohon Menuju Green Campus
Pengurangan Dampak Perubahan Iklim
Menurut Goodier dalam Cohen & Robbins (2015), ada beberapa cara untuk mengurangi jejak karbon individu maupun organisasi, yaitu: menanam pohon, mendaur ulang limbah, menggunakan teknologi rendah energi seperti lampu LED dan penggunaan motor listrik serta menggunakan energi terbarukan (renewable energy).
Penghijauan dan pemeliharaan kawasan hutan dan penanaman pohon merupakan upaya yang telah Untan ambil untuk merealisasikan Green Campus. Upaya ini masuk kategori Setting and Infrastructure (SI) serta Energy and Climate Change (EC) dalam penilaian UI GreenMetric.
“Setiap menebang pohon kalo bisa diganti dengan penanaman pohon yang lainnya. Kita masih punya kawasan hutan loh, 14 hektare di belakang itu,” jawab Junaidi selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Untan ketika ditanyai oleh Reporter Mimbar Untan di Gedung Rektorat, Rabu (24/05/2023).
Keberadaan Arboretum Sylva dan Taman Catur Untan memberikan kontribusi besar dalam upaya pengurangan dampak perubahan iklim. Eksistensi 2 Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini merupakan perwujudan komitmen Rektor Untan.
“Yang paling utama itu, Pak Rektor memberikan jalur kita di depan itu untuk penghijauan kepada Pak Gubernur juga Pak Wali Kota, yaitu Arboretum, kemudian Taman Catur. Itu komitmen Pak Rektor ya. Jadi saya pikir di depan itu menjadi paru-parunya Kota Pontianak. Taman Catur itu kan sebenarnya komitmen. Itu kan lahan kita itu, komitmen dijadikan sebagai taman,” ungkapnya.
Arnold selaku Kepala Divisi Arboretum Sylva Untan tahun 2023/2024, menyebut selama ini pengelolaan Arboretum dilakukan oleh mahasiswa dibantu oleh Fakultas Kehutanan. Arnold juga mengaku baru sekali merasakan bantuan langsung dari Rektor. Hal itu dapat dilihat pada pembangunan trail, dan jalan setapak yang sudah diaspal di halaman depan Arboretum saat Launching Eco Edu Forest pada 21 November 2022 lalu.
“Biasanya kalo ada bantuan-bantuan itu kami harus mengajukan proposal dulu ke Kampus (Fakultas Kehutanan), kayak mesin rumput. Ketika itu bermanfaat kampus mendukung. Mungkin kalo pun ada dari Rektorat, itu tidak langsung ke sini. Mungkin ada, namun tidak terasa,” ungkapnya sambil terkekeh.
Upaya lain dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim yakni melalui edukasi pada kategori Education UI GreenMetric. Langkah ini diimplementasikan dalam bentuk penyampaian mata kuliah tentang lingkungan dan sustainability.
“Kalo di Hukum kan ada Hukum Lingkungan, ada juga Hukum Agraria. Nah itu, kan mata kuliah yang walaupun bukan terkait langsung dengan kampus hijau, tapi ada mata kuliahnya. Kalo di Biologi, banyak yang terkait lingkungan. Kemudian, kehutanan itu kan yang banyak muatan lingkungannya,” ungkap Irwan.
Baca Juga: Beras dan Lingkaran Setan di dalamnya
Pengadaan Transisi Energi Hijau
Rektor Untan telah meresmikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berdaya 1,5 megawatt peak (MWp) tertanggal 30 Agustus 2023 lalu. Peresmian tersebut adalah buah dari kolaborasi antara Untan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Wijaya Karya, SUN Energy, dan PT PLN dalam mendukung transisi energi di Indonesia.
Garuda menyampaikan keberadaan PLTS ini merupakan bagian dari komitmen dan inisiatif Untan untuk mendorong proses transisi energi.
“PLTS ini hadir atas dukungan pihak-pihak terkait yakni BUMN dan mitra strategisnya, PT Wijaya Karya, SUN Energy bersama dengan PT PLN dalam mewujudkan komitmen dan inisiatif Untan di tengah momentum Indonesia dalam proses transisi energi,” ujarnya melansir dari ANTARA, Kamis (31/8/2023).
PLTS berdaya 1,5 MWp yang dipasang di atas tanah seluas 1,5 hektare (ha) ini memecahkan rekor PLTS terbesar pada sektor pendidikan di Indonesia yang sebelumnya dipegang oleh Institut Teknologi Sumatera (ITERA) tahun 2021 dengan daya 1 MWp.
Pembangunan PLTS sudah dilakukan sejak tahun 2022 dan berkontribusi pada kategori Energi Climate Change (EC), indikator The ratio of renewable energy production towards total energy usage per year (EC5) dan The ratio of total carbon footprint divided campus population (EC8). Pembangunan ini sekaligus menjadi kebijakan paling segar yang Untan sedang lakukan sebagai alat penunjang untuk melaksanakan Green Campus.
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Untan Berdaya 1,5 MwP
Sejalan dengan pembangunan PLTS tersebut sebanyak 1,5 ha lahan gambut di wilayah Fakultas Kehutanan terpaksa dibabat habis. Anggi, mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 2022 mengaku ada perubahan di lingkungan Fakultasnya. Sebelum adanya PLTS, seingat Anggi tanah 1,5 ha itu dipenuhi tumbuhan dan pepohonan yang cukup rimbun. Area PLTS itu dulunya juga menjadi tempat praktikum Mahasiswa Kehutanan Untan.
“Dulu waktu masih mengurus berkas SBMPTN, pas saya lihat kawasan fakultas kehutanan ni yang dibuat PLTS benar-benar hutan dan gelap, serta cukup rimbun. Kata dosen saya, itu lahan gambut soalnya kalau praktikum enaknya di sana dan tidak perlu jauh-jauh,” kenangnya saat ditemui di gedung Fakultas Kehutanan yang baru, Selasa (26/09/2023).
Perihal gersangnya sekitar Kampus Ungu itu pun dibenarkan oleh Sandi mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 2017. Ia mengungkapkan sekarang kampus itu terasa jauh lebih panas dibandingkan beberapa tahun terakhir.
“Kalau waktu itu kan kami masih belum ada PLTS, masih enak lah tidak terlalu panas kan. Begitu pun keluhan dari mereka yang lain, dulu awalnya di kelas sinar matahari tidak terlalu panas. Sekarang kan hutannya habis, di kelas jadi gerah dan silau juga” tambah Sandi, Selasa (26/09/2023).
Mahasiswa Teknik Lingkungan, Muhammad Afif Rahmadtsani turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap keberadaan PLTS di sekitar Untan tersebut apabila tidak diperhatikan dengan baik akan berakibat fatal pada sekitar.
“Yang saya lihat dari foto dokumentasinya itu sendiri itu kan cukup luas lahan yang dipakai untuk menampung panel-panel surya tersebut. Cuman yang sedikit saya khawatirkan adalah ketika perawatan di panel-panel surya tersebut tidak dilakukan secara maksimal, karena jika terjadi kebocoran itu ada kemungkinan zat-zat yang bersifat karsinogenik itu bisa memapari orang-orang yang ada di area terdampak,” tutur Afif, Selasa (13/07/2022).
Implementasi ketiga aspek tersebut melalui pembangunan infrastruktur dan pembuatan kebijakan membuat Untan harus puas diperingkat 79 dengan total skor 42,45%. Langkah ini menunjukan bahwa Untan harus banyak berbenah jika ingin naik ke peringkat yang lebih tinggi
Untan sendiri menurut Junaidi sudah mempunyai banyak wacana-wacana besar, hanya saja terkendala pendanaan.
“Nah, nanti ada juga rencana bahwa tidak ada mobil di dalam (kawasan Untan), jadi bebas asap nanti. Di dalam ini nanti ada jalan sepeda (itu target akhir), jadi nanti semua mobil akan disimpan di lingkar luar (nanti hanya ada sepeda listrik atau apa, pokoknya nanti bebas polusi). Itu rencana jangka panjangnya, tergantung pembiayaan,” tutup Junaidi, Rabu (24/05/2023).
Data Verifikasi Indikator Penilaian UI GreenMetric Untan Tahun 2022
Penulis: Peggy Dania dan Ester Dwilyana Sari
Editor: Mita