mimbaruntan.com, Untan– Pada 10 November 2020 kami dari aliansi mahasiswa Melakukan aksi demonstrasi penolakan terhadap UU No. 11 Tahun 2020, dengan tuntutan menagih sikap gubernur Kalimantan Barat.
Terhitung dari tanggal 8 Oktober – 10 November 2020 lalu, kami sudah melakukan aksi sebanyak 6 kali untuk menolak OMNIBUSLAW CIPTAKER yang sekarang sudah disah kan menjadi UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Sampai saat ini kami masih terus konsisten.
Pada aksi 10 November 2020 lalu, kami mulai bergerak pada pukul 09.00 pagi menunju kantor gubernur Kalimantan Barat dengan harapan bisa mendapatkan penjelasan dari gubernur Kalimantan Barat terkait statement beliau yang seolah-olah menerima Omnibus Law seperti yang ditulis oleh media saat dimintai keterangan pada saat ulang tahun kota Pontianak, yang kami anggap ini sebuah bentuk inkonsistensi dan sebuah pembohong publik. Karena pada awalnya 9 Oktober 2020 lalu beliau (gubernur) secara langsung telah menyatakan sikap menolak OMNIBUSLAW, Secara bersama-sama dengan elemen masyarakat, buruh dan mahasiswa untuk menolak OMNIBUSLAW CIPTAKER ini.
Kurang lebih 2 jam kami menunggu sambil terus menyuarakan protes dengan orasi kami baru dikabari bahwa pak gubernur tidak ada di kantor dan beliau sedang berada di pendopo gubernur, kemudian masa aksi pun segera bergerak menuju pendopo gubernur untuk mengejar pak gubernur. Pada saat sampai di pendopo gubernur, kami juga mendapat Jawaban kalau gubernur tidak sedang di pendopo.
Alih-alih dapat bertemu dengan gubernur dan mendengarkan keterangan beliau. Kami malah dibohongi dan seolah-olah gubernur menghindar/lari dari mahasiswa. Sepertinya gubernur ingin main kucing-kucingan dengan mahasiswa. Tentu kami sangat kecewa dan marah.
Dengan kejadian pada aksi tanggal 10 November itu, makin menguatkan kami di Aliansi bahwasanya pemerintah dan DPR tidak bisa di percaya lagi oleh rakyat nya. Karena sering berbohong dan terus menerus mempermainkan rakyat dengan berdialektika yang tidak desertai dengan perbuatan yang sejalan dengan omongannya.
Penulis : Kordinator Lapangan Aliansi Mahasiswa Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera), Jero Haryono