Identitas Buku:
Judul Buku : Tiada Jalan Bertabur Bunga (Memoar Pulau Buru Dalam Sketsa)
Penulis : Gregorius Soeharsojo Goenito
Halaman : 248 Hlm
Genre : Sejarah atau Memoriam
Penerbit : INSISTPress
Tahun terbit : Cetakan kedua, 2017
ISBN : 978-602-0854-11-4
Prolog:
Gregorius Soeharsojo Goenito atau yang disapa Greg adalah seorag seniman kelahiran Surabaya, Jawa Timur. Ia belajar kesenian di Perguruan Taman Siswa, Madiun. Greg berlatih melukis, bermusik, bermain drama dan teater bersama Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) pada paruh pertama 1960 an.
Lekra adalah organisasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia dan mendorong seniman dan penulis untuk mengikuti doktrin realisme sosialis. Akibat adanya keterkaitan Greg dengan organisasi ini mengantarkannya dari penjara ke penjara hingga akhirnya ia diasingkan di Pulau Buru di rezim Orde Baru.
Sepuluh tahun ia menjalani pengasingan sebagai tahanan politik (tapol) di Buru (1969-1979). Di bawah komando Badan Pelaksanaan Resetlement dan Rehabilitasi Pulau Buru (Bapperu), Greg bersama para tapol lain harus menghadapi siksaan, mengalami kerja paksa, juga memendam rasa rindu kepada keluarga. Tetapi, Gref mencoba sabar dan percaya bahwa manusia punya ketegaran masing-masing untuk tetap bertahan.
Kekurangan:
Pada buku ini, kurang mendeskripsikan tentang pihak yang memerintah mereka. Tulisan lebih di dominasi keseharian Greg beserta tahpol lainnya.
Kelebihan :
Ditengah situasi sulit, Greg mengekspresikan memori ini dari sudut pandang yang berbeda. Perenungannya sebagai tapol dalam tulisan sketsa ini tidak dengan kemarahan tetapi mengantarkan pembaca untuk tertawa. Seperti yang ia katakan dalam buku ini “Aku tak ingin mengenang Pulau Buru sebagai kenangan pahit, nyatanya setiap jalan menuju cita-cita tak selalu indah”.
Buku ini selain berkisah melalui tulisan, ia menunjukkan keahlian lainnya yaitu menambahkan sketsa dan puisi sebagai penjelas dari tulisannya. Selain itu, buku ini melengkapi catatan yang telah ditorehkan oleh Pramoedya Ananta Toer tentang apa yang terjadi di Pulau Buru. Pram yang juga saat itu berada di Pulau Buru bersama Greg, menjadi pemanis buku ini dan membuat pembaca lebih tahu tentang tokoh Sastrawan Indonesia itu.
Pembaca mendapatkan ilham setelah membaca buku ini, bahwa apakah kita mau menundukkan kepala dan mengakui ada yang salah dari masa lalu kita kemudian merefleksikannya. Buku ini pula menyampaikan pesan yang tersirat bagi pembaca yaitu mendorong bangkitnya keberanian bawah sadar untuk memahami penindasan dan penderitaan.
Penulis: Riski Ramadani