Udah sekian lama ga me-review, akhirnya aku comeback lagi nih he.. he.. he...
Nah tema film kali ini agak sedikit relate dengan yang aku rasain tiap harinya yakni stigma masyarakat terhadap wanita. Ya bisa dikatakan aturan-aturan kuno yang masih tetap harus diikuti walaupun rasanya sudah ketinggalan zaman banget. Contoh sederhananya dari Ibuku sendiri, beliau sering ngomong kalo cewek itu ga boleh teriak-teriak, mesti kalem, ga boleh sering-sering main sama anak cowok, mesti bisa ngelakuin perkerjaan rumah karena nanti bakalan jadi istri orang. Karena semua perkerjaan rumah tangga itu si istri yang ngerjain, ataupun hanya sekedar mengkomentari gaya ku yang kurang feminim. Nah, daripada makin panjang nantinya aku curhat, mendingan kita langsung aja masuk ke reviewnya yaa..
Baca juga : Capharnaum : Kegilaan di Tanah Lebanon
Tentang Film
Film ini diproduksi oleh Lotte Cultureworks yang pastinya ga asing bagi kalian penikmat produk digital Korea Selatan pada tahun 2019. Alasan pribadi aku tertarik menontonnya, selain alasan ulasan tentang film ini di-instagram yang begitu menarik adalah karena comebacknya Gong-Yoo Ajusshi (itu lho si Goblin jenaka yang masih menunggu pengantinnya), banyaknya penghargaan yang diraih juga menjadi nilai plus aku tertarik buat nonton. Pastinya ada alasan tertentu dong kenapa film ini layak buat memenangkan banyaknya nominasi.
Ringkas Alur Cerita
Nah film ini benar-benar mirip dengan masa depan yang mungkin bakal kita rasain nih cewek-cewek. Diangkat dari novel dengan judul yang sama, bercerita tentang seorang Ibu rumah tangga yang benama Ji-Young (Jung Yu-Mi), yang merelakan karirnya demi mengurus rumah tangganya. Permulaan film ini aja tuh, langsung ditunjukkan kesibukan tiap harinya menjadi seorang Ibu rumah tangga yang harus mengerjakan semua perkerjaan rumah dan juga merawat anaknya yang masih balita.
Untungnya sih dia punya suami yang pengertian, yang langsung ngebantuin si Ji-Young ngurusin anak ketika baru pulang kerja. Suami yang pengertian bak suami idaman tipe semua wanita ini bernama Jung Dae-Hyun yang di perankan oleh Gong-Yoo Ajusshi. Bukan tanpa alasan, Dae-Hyun merasa khawatir terhadap istrinya yang akhir-akhir ini terlihat depresi. Ji-Young kedapatan sering menjadi orang lain. Aku pikir awalnya si Ji-Young ini punya kepribadian ganda, ga taunya dia mengidap depresi pasca melahirkan.
Karakter yang disukai
Berbeda dengan film-film lainnya yang aku tonton. Biasanya aku menyukai si pemeran utamanya, namun pada film ini justru aku menyukai supporting-role nya yakni Ibunya Ji-Young yang diperankan oleh Kim Mi-Kyung. Bagi pencinta produk digital korea, sekali lagi pasti mengenali Ibu ini. Beliau memang tidak asing mendapatkan peran menjadi seorang Ibu di dalam drama maupun film. Sebut saja pada drama “The Heirs” yang menjadi Ibunya pemeran utama wanita yang bisu atau drama yang baru-baru ini rampung yakni “It’s Okay To Not Be Okay” yang berperan sebagai Ibunya Ju-Ri atau Ibu pemilik sewa rumah.
Balik lagi ke pembahasan, alasan aku menyukai karakter Ibunya Ji-Young ini karena dia memiliki karakter yang tangguh dan juga memiliki pemikiran yang berbeda dari Ibu-ibu pada umumnya.
Dia tidak memihak anaknya dari segi gendernya. Justru dia berani angkat bicara ketika ada yang memperlakukan anaknya secara tidak adil bahkan ke suaminya sendiri. Menurutku sendiri, alasan dirinya memiliki pemikiran seperti ini lagi-lagi karena ketidak-adilan yang dirasakannya dimasa lalu oleh kedua orang tuanya. Diceritakan jika Ibunya Ji-Young ini rela berhenti sekolah dan mulai berkerja agar adik-adik laki-lakinya dapat bersekolah. Alhasil, dia harus menutup rapat cita-citanya yang kepengen jadi guru.
Baca juga : 28 Rumus Kehidupan Mantappu Jiwa
Kenapa film ini layak di tonton?
Selanjutnya aku mau ngebahas kenapa film ini layak banget di tonton? Pendapatku secara pribadi, dari film ini ada pesan yang ingin disampaikan kepada semua orang jika wanita dan laki-laki itu sama. Sama-sama memiliki hak dalam berpendapat. Dan juga ingin menepis pemikiran terhadap kaum perempuan yang hanya berkisar pada kasur, dapur dan sumur. Di film ini, Ji-Young sempat ingin kembali berkerja, namun ditentang keras oleh mertuanya.
Kembali lagi pada masalah Ji-Young dan depresinya. Menurutku, Ji-Young mendapatkan depresi ini dikarenakan tekanan yang dialaminya sejak kecil. Sejak kecil, perlakuan ayahnya terhadap dirinya dan saudara laki-lakinya yang dibedakan dan juga saat Ji-Young remaja, dia nyaris mendapatkan pelecehan. Ditambah saat sudah menikah, dia harus berhadapan dengan mertua yang memiliki pemikiran kolot.
Film dengan durasi 120 menit ini memiliki cerita yang sederhana dan jauh dari kesan dibuat-buat. Ga ada yang ga mungkin dalam film ini. Setiap orang pasti memiliki potensi untuk mendapatkan depresi ini, terlepas dari gendernya. Karena depresi pasca melahirkan ini, adalah bentuk ketidaksiapan (takut, cemas) orang tua dalam memiliki anak. Ya namanya orang tua. Sepasang. Laki-laki dan perempuan.
Pastinya keduanya memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan depresi ini. Pesan yang aku dapatkan selain moral value-nya, yakni untuk menjadi orang tua, diperlukan kesiapan secara mental. Bukan hanya secara usia, pendapatan dan juga rasa cinta saja. Jika dirasa belum siap untuk memiliki anak, jangan terlalu tergesa-gesa.
Penulis: Dewi Ratna Juwita