mimbaruntan.com, Untan – Kamarussalam selaku kuasa Hukum Mulyanto alias Koko bin Asua mengatakan bahwa tidak ada satupun dari kelima saksi polisi yang melihat terdakwa membawa senjata secara langsung di Tempat Kejadian Perkara (TKP) (19/5/23) dalam sidang Pemeriksaan Pokok Perkara terdakwa Mulyanto di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak pada, (6/5).
Sebelumnya Mulyanto didakwa dengan Pasal 160 KUHP, Pasal 170 KUHP, dan Undang Undang Darurat, karena dinilai melakukan hasutan dan mengajak massa melakukan tindak kekerasan serta didakwa atas kepemilikan senjata tajam.
“Dari tiga dakwaan itu, yang jelas, untuk pengrusakan, satupun tidak ada saksi yang melihat. Kemudian senjata-senjata seperti batu, kayu, dodos tidak ada yang melihat digunakan atau dibawa oleh terdakwa Mulyanto,” terang Kamarussalam.
Baca Juga: Solidaritas ABSB, Tuntut Pembebasan Mulyanto
Dalam menyampaikan keterangannya, saksi menunjukkan ketidakserasian terhadap kesaksian yang disampaikan. Pertama, saksi memberikan keterangan bahwa mereka mengenal suara Mulyanto memberikan perintah seperti: ‘serang, serang, jangan berhenti’ saat terjadi kekacauan pada aksi damai 19 Mei 2023. Padahal sebelumnya, tim kuasa hukum telah mempertanyakan apakah para saksi mengenal dan/atau memiliki hubungan darah, atau keluarga dengan terdakwa Mulyanto pada saat kejadian perkara, namun para saksi menjawab tidak. Saksi yang hadir meyakini bahwa yang bersorak itu Mulyanto setelah di konfrontasi melalui video.
“Faktanya memang mereka tidak kenal dengan Mulyanto, ada beberapa saksi yang meyakinkan itu mulyanto setelah dikonfrontir lagi melalui video,” ucap Kamarussalam.
Kedua, selama proses penyampaian keterangan oleh saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) ditemukan fakta bahwa kekacauan yang terjadi pada 19 Mei 2023 terjadi setelah massa menolak untuk membubarkan diri, kemudian kepolisian pun menembakkan gas air mata sebagai upaya represif untuk membubarkan massa. Adapun respon yang diberikan massa pada saat itu merupakan bentuk pembelaan diri untuk keselamatan pribadi, bukan untuk menyerang apalagi merusak fasilitas umum dan negara.
Berkaca dari kesaksian tersebut, Kamarussalam menilai, seruan-seruan yang sifatnya spontan untuk bertahan akibat dari tembakan gas air mata itu lazim terjadi ketika aksi-aksi seperti demo dilakukan.
“Terungkap juga dalam persidangan bahwa seruan yang diungkapkan Mulyanto seperti ‘bertahan’ dan ‘serang’ terjadi setelah upaya represif yang dilakukan oleh polisi atau keamanan. Kalau kita sering melihat aksi-aksi demo, seruan-seruan spontan ini tidak bertujuan untuk merusak. Apabila seruan-seruan tersebut bisa dipidanakan, mungkin para demonstran di Jakarta banyak yang masuk penjara. Itu yang coba kita ungkap nanti,” lanjut Kamarussalam.
Baca Juga: Mulyanto, Sosok Pejuang yang Dikriminalisasi
Ketiga, awalnya saksi memberikan keterangan bahwa Mulyanto terlihat membawa senjata api ketika menyerahkan beberapa barang bukti. Namun, setelah dikonfirmasi kembali oleh kuasa hukum dan hakim, senjata api yang dimaksud ialah airsoft gun. Saksi mengatakan bahwa mendengar suara tembakan seperti suara senjata api jenis bowman yang berasal dari kerumunan massa aksi.
Terlepas dari hal-hal tersebut, Mulyanto bersyukur akhirnya dapat dihadirkan secara langsung dalam proses persidangan setelah selama ini terdakwa hanya dihadirkan secara online.
“Alhamdulillah hari ini saya dihadirkan secara offline, memang sidang seperti ini yang saya harapkan karena sejak pertama dihadirkan secara online. Saya harap sidang-sidang selanjutnya hingga putusan dapat dilakukan secara offline juga karena kami ingin publik tahu dan bisa menyaksikan jalannya kasus kami ini seperti apa,” ujar Mulyanto ketika diwawancarai setelah sidang Pemeriksaan Pokok Perkara berakhir.
Penulis: Muhammad Ashabil Kahfi
Editor: Dedek Putri Mufarroha