mimbaruntan.com, Untan – Universitas Tanjungpura (Untan) kini menerapkan sistem parking gate atau palang parkir di Jalan Taman Catur. Kebijakan ini memunculkan sejumlah pertanyaan, mulai dari alasan pemasangannya, apakah civitas akademika dikenakan biaya, hingga kepemilikan palang tersebut. Untuk menjawab hal ini, pada Senin (21/4/2025), pihak Rektorat menggelar pertemuan dengan reporter Mimbar Untan, yang dihadiri oleh Wakil Rektor II, Wakil Rektor III, Wakil Rektor IV, dan Ketua Pusat Pengembangan Usaha (PPU).
Munculnya pertanyaan mengenai kepemilikan palang parkir dipicu oleh kehadiran 5CM di kawasan tersebut. Rustamaji selaku Wakil Rektor IV menegaskan, palang parkir sepenuhnya milik Untan, bukan 5CM atau pihak lain. Ia menjelaskan bahwa kerja sama Untan dengan 5CM hanya mencakup pengelolaan kafe dan tidak termasuk palang parkir. Sementara itu, sistem palang parkir merupakan hasil kerja sama dengan pengelola Smart Parking.
“Palang parkir ini milik Untan, bukan milik 5CM atau pihak lain. Kerja samanya pun bukan dengan 5CM, melainkan dengan pengelola Smart Parking. Sementara itu, 5CM hanya mengurus operasional coffee shop-nya saja,” tegas Rustamaji.
Tidak ada kewajiban bagi civitas akademika Untan untuk membayar biaya parkir di area tersebut, khususnya bagi yang sedang melaksanakan aktivitas akademik. Mahasiswa cukup menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) kepada petugas untuk mendapatkan pembebasan biaya.
“Pada dasarnya tidak ada kewajiban pembayaran bagi mahasiswa dan dosen yang beraktivitas rutin di kampus. Bagi dosen yang bertugas maupun mahasiswa yang sedang belajar, tidak dikenakan biaya parkir. Cukup dengan menunjukkan kartu mahasiswa,” tegas Rustamaji.
Rustamaji menjelaskan bahwa pemasangan palang parkir bertujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan kampus, sekaligus menjadi sumber pendapatan bagi universitas. Ia menegaskan bahwa Untan tidak hanya bertanggung jawab dalam pembangunan, tetapi juga pemeliharaan fasilitas seperti Rumah Sakit Untan. Menurutnya, pemungutan biaya parkir merupakan hal yang wajar untuk mendukung operasional pemeliharaan tersebut.
“Prinsip utamanya adalah ketertiban dan keamanan. Selain itu, ini juga menjadi sumber pemasukan untuk perawatan fasilitas. Contoh nyatanya Rumah Sakit Untan kami tidak sekadar membangun, tapi harus merawatnya secara berkelanjutan. Karena itu, sangat wajar jika kami menerapkan biaya parkir,” jelas Rustamaji.
Baca Juga: Kebijakan Jitu Parkiran MIPA, Sudah Menjadi Solusi yang Tepatkah?
Wakil Rektor II Irfani Hendri menjelaskan, pemasangan palang parkir di Jalan Taman Catur bertujuan untuk menertibkan parkir ilegal. Menurutnya, sering terjadi kasus mahasiswa dikenakan biaya parkir tidak sesuai aturan, sehingga Untan merasa perlu mengambil langkah tegas dengan memasang sistem parkir terpadu.
“Parking gate ini utamanya kami pasang untuk menertibkan parkir ilegal. Selama ini sering terjadi mahasiswa dikenakan tarif parkir tidak sesuai ketentuan. Dengan sistem ini, kami bisa lebih mengontrol dan menekan praktik parkir tidak resmi,” jelas Irfani.
Irfani menegaskan bahwa pemasangan palang parkir tidak ada hubungannya dengan kehadiran 5CM. Ia menjelaskan bahwa sejak kerja sama dengan Pemerintah Kota Pontianak dalam pengelolaan Taman Catur dan Taman Sepeda, Untan memang telah diminta untuk menyediakan sistem parkir yang teratur.
“Agar tidak terjadi salah persepsi, saya tegaskan ini tidak terkait dengan 5CM. Saat kerja sama dengan Pemkot Pontianak untuk Taman Catur dan Taman Sepeda, kami memang sudah diamanahkan untuk mengatur sistem parkir. Jadi pembuatan palang parkir ini bukan karena adanya 5CM,” tegas Irfani.
Ketua Pusat Pengembangan Usaha (PPU) Syahbandi mengungkapkan, Untan berencana memasang palang parkir di seluruh area kampus. Namun, realisasi rencana tersebut masih terkendala oleh faktor waktu dan anggaran. Syahbandi menegaskan, fokus utama Untan adalah mengurusi mahasiswa bukan manajemen parkir, tetapi tanpa sistem parkir yang tertib pengelolaan kampus akan sulit dilakukan.
“Ke depannya, seluruh area Untan memang direncanakan akan dipasangi palang parkir. Namun, proses implementasinya masih membutuhkan koordinasi dan penyesuaian. Pembangunan infrastruktur tidak bisa sekedar wacana dibutuhkan dana yang memadai. Prinsipnya, Untan bukan mengurusi parkir melainkan mengurusi mahasiswa. Tapi, tanpa sistem parkir yang baik mustahil kita bisa menciptakan ketertiban,” jelas Syahbandi.
Kehadiran 5CM dinilai Syahbandi sebagai momen yang tepat untuk membangun palang parkir. Untan tidak mengeluarkan investasi untuk palang tersebut karena merupakan kontribusi dari 5CM. Pihak 5CM yang membeli dan menyerahkan palang parkir kepada Untan, dengan manfaat ekonomi sepenuhnya diperoleh oleh universitas.
“Ketika 5CM masuk, inilah momen tepat bagi kami. Dengan biaya minimal bahkan hampir tanpa mengeluarkan anggaran, kami bisa membangun sistem parkir. Dari mana palangnya? Ini merupakan hibah dari mitra kami. Jadi, Untan tidak berinvestasi atau membeli, ini bentuk CSR atau kontribusi 5CM kepada Untan, mereka yang membelikan palang untuk kami. Namun, mereka tidak mendapatkan manfaat ekonominya semua manfaat ekonomi menjadi hak Untan,” jelas Syahbandi.
Dengan memberikan ruang kemitraan kepada 5CM, Untan memiliki kewajiban untuk melakukan penertiban parkir. Syahbandi menjelaskan bahwa sebelumnya telah dilakukan upaya penertiban tanpa palang parkir, namun hasilnya tidak efektif dan justru memicu praktik parkir liar.
“Ketika Untan memberikan ruang kemitraan untuk pemanfaatan aset sebagai bentuk kontribusi bagi universitas, kami pun berkewajiban melakukan penertiban. Tanpa palang parkir kami sudah mencoba, dan hasilnya ternyata malah muncul parkir liar,” jelas Syahbandi.
Untan berupaya mengakomodasi para pelaku parkir liar dengan menawarkan mereka bergabung dalam sistem manajemen parkir resmi dengan standar gaji dari universitas. Pada akhirnya, para pelaku parkir liar tersebut memilih untuk bergabung dengan sistem resmi.
“Kami telah berusaha mengakomodasi mereka dengan tawaran bergabung dalam sistem manajemen resmi sebelum palang parkir beroperasi. Mereka diberi pilihan untuk masuk dalam sistem dengan standar gaji yang berlaku di Untan. Akhirnya mereka memilih untuk tidak lagi melakukan parkir liar di area tersebut. Jika masih ada yang nekat memungut biaya parkir liar, berarti mereka telah melanggar hukum,” tegas Syahbandi.
Pemasangan palang parkir di Jalan Taman Catur memberikan dampak langsung terhadap Fakultas Teknik. Menanggapi hal ini, reporter Mimbar Untan melakukan wawancara dengan Arif Bijaksana selaku Wakil Dekan II Fakultas Teknik, yang mengungkapkan rencana Untan dalam mengatur sistem keluar-masuk kendaraan. Salah satu upaya tersebut adalah melalui penerapan palang parkir.
“Untan memang berencana memperbaiki sistem keluar-masuk kendaraan. Seperti yang terlihat sekarang, pemasangan portal ini merupakan bagian dari upaya tersebut,” jelas Arif.
Arif mengungkapkan kekecewaannya karena Fakultas Teknik tidak dilibatkan secara mendalam dalam perencanaan. Meski demikian, pihak fakultas terus memberikan masukan selama proses berlangsung, mengingat mereka memiliki konsep tersendiri yang telah disusun.
“Sayangnya kami tidak mendapatkan informasi detail tentang rencana ini, jadi kami hanya bisa menyesuaikan diri. Namun dalam pelaksanaannya, kami terus menyampaikan masukan mengenai arah pengembangan yang diinginkan dan bagaimana seharusnya peran Fakultas Teknik, karena kami pun memiliki konsep tersendiri,” tambahnya.
Baca Juga: Jalan Fisip-Faperta Tak Kunjung Diperbaiki, BUK Ungkap Terbentur Kebijakan Efisiensi
Untuk memahami mekanisme parkir secara pasti, tim reporter mewawancarai petugas lapangan. Agus selaku Penanggung Jawab Shift Pagi, membenarkan pernyataan Wakil Rektor IV bahwa mahasiswa pada umumnya tidak dikenakan biaya parkir. Namun, hal itu khusus bagi mahasiswa Fakultas Teknik. Ia juga menjelaskan kebijakan toleransi waktu lima menit bagi pengendara yang hanya melintas.
“Mahasiswa tidak dikenakan biaya parkir. Bagi pengunjung atau mahasiswa yang masuk kemudian keluar dalam waktu kurang dari lima menit, kami bebaskan dari biaya. Namun, jika melebihi lima menit, dikenakan tarif Rp2.000. Khusus mahasiswa Teknik, mereka sepenuhnya bebas biaya,” jelas Agus.
Agus mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebiasaan beberapa pengendara yang enggan mengambil tiket parkir. Padahal, tiket wajib diambil dan berfungsi sebagai alat identifikasi penting untuk keamanan kendaraan.
“Masih banyak yang enggan mengambil tiket, termasuk beberapa dari Fakultas Teknik. Padahal tiket ini penting sebagai data identifikasi, kami khawatir jika terjadi sesuatu pada kendaraan mereka,” keluh Agus.
Agus Permana mahasiswa S2 Teknik Elektro Untan, berbagi pengalamannya menggunakan fasilitas palang parkir kampus. Suatu ketika saat hendak keluar dan membayar parkir, petugas memberitahukan bahwa sebagai mahasiswa, ia cukup menunjukkan KTM tanpa perlu membayar.
“Waktu itu saya sempat ingin membayar, tapi petugas menjelaskan bahwa mahasiswa cukup menunjukkan KTM saja,” ungkap Agus.
Menurutnya, sistem parkir yang baru ini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Keberadaan palang parkir telah menghilangkan praktik parkir liar, sehingga menciptakan lingkungan kampus yang lebih nyaman.
“Sistem ini cukup baik karena menghilangkan pungutan liar. Dengan adanya palang parkir, suasana menjadi lebih tertib dan nyaman,” ujarnya.
Agus juga memberikan masukan untuk perbaikan sistem. Ia menyarankan adanya sosialisasi lebih lanjut, mengingat masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui tentang kebijakan pembebasan biaya parkir. Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah pemasangan spanduk informasi di area parkir.
“Alangkah baiknya jika ada pengumuman resmi atau spanduk informasi. Saat ini banyak mahasiswa yang tidak tahu,” sarannya.
Penulis: Aga
Editor: Uis