Mungkin tak asing bagi warga Sungai Kupah jika mendengar nama Rudi Bacok. Sosok pemuda yang memiliki nama asli Rudi Hartono itu tidak lepas dari keberadaan ekowisata Mangrove Telok Berdiri yang eksis hingga saat ini. Kawasan tersebut berada di Desa Sungai Kupah yang masuk enam besar anugerah Pesona Indonesia pada 2021. Tidak hanya itu, dedikasi Rudi juga sempat mengantarkan Desa Sungai Kupah mendapat Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) dan masuk 300 besar desa wisata Indonesia pada 2022.
Siapa sangka, Rudi yang dikenal dengan penggiat lingkungan hidup dan mangrove ini tidak memiliki background di bidang tersebut. Ia merupakan lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Tanjungpura tahun 2013. Dengan hanya bermodalkan keresahan dan kekhawatirannya terhadap tanah kelahirannya itu, membuatnya semangat untuk menumbuh kembangkan potensi yang ada di desanya, terutama kawasan hutan mangrove yang mengelilingi pesisir Sungai Kupah itu.
Pesisir Desa Sungai Kupah yang berbatasan langsung dengan laut Natuna dan tidak ada pulau lainnya, sehingga menjadikan kawasan ini sebagai satu-satunya benteng pertahanan terhadap ombak dari laut. Peristiwa banjir yang menyerbu pesisir mangrove Telok Berdiri pada Desember 2022 lalu menjadi sebuah ancaman baru, sehingga Rudi merasa dengan memelihara kawasan pesisir Desa Sungai Kupah menjadi salah satu kunci agar potensi yang dapat berdampak bagi kehidupan masyarakat pesisir Desa Sungai Kupah dapat tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.
Dari Aksi Menjadi Potensi
Walau sudah diresmikan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kalbar pada Desember 2020 lalu, perjalanan Rudi dan teman-temannya mendirikan Ekowisata Mangrove Telok Berdiri tidak semulus yang dibayangkan, sempat diremehkan dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat setempat. Namun, tidak membuat asanya surut ditelan ombak, justru menjadi pacuan untuk terus meyakinkan masyarakat yang hidup berdampingan dengan kawasan hutan mangrove itu.
“Dari tahun 2016, kami sudah mengajak semua warga untuk berkontribusi menjadikan mangrove sebagai potensi, kita juga melakukan gotong royong untuk tracking mangrove, membuat spot foto agar menjadi daya tarik untuk pengunjung, kemudian mengajak kawan-kawan pemuda serta masyarakat melakukan reboisasi mangrove di kawasan tersebut,” ceritanya langsung pada reporter Mimbar Untan di Hotel Neo Pontianak.
Upayanya tak hanya sampai disitu, Rudi dan rekan pemuda serta masyarakat setempat lainnya memiliki ide untuk mengembangkan wisata melalui Festival Telok Berdiri (Festival Telur Berdiri) yang bertepat pada tanggal 21-23 Maret 2018 dimana tepat terjadinya titik kulminasi matahari karena dilintasi oleh garis khatulistiwa. Dalam festival tersebut, Rudi juga turut mengundang para pemangku kebijakan dan pejabat daerah dengan harapan dapat membantu mengembangkan potensi desa. Alhasil pada 2019, desanya berhasil mendapatkan bantuan untuk pembangunan infrastruktur wisata, seperti tracking mangrove, pagar penahan abrasi, pondok wisata, dan lainnya.
Selain berpotensi sebagai ekowisata mangrove, Rudi juga mulai mengembangkan potensi mangrove untuk meningkatkan kreativitas dan perekonomian warga lokal. Hal ini juga diakui oleh pemuda desa Sungai Kupah lainnya bernama Adi yang turut serta mengembangkan potensi mangrove menjadi bernilai ekonomis, salah satunya pemanfaatan daun nipah menjadi polybag.
“Dari daun nipah kite anyam jadi polybag, kebanyakan polybag yang plastik itu agak mahal, orang pasti maok ambek 500 atau 1000 yang penting barangnye ade, potensi disini kite uangkan,” ungkap sahabat karib Rudi saat ditemui langsung di Ekowisata Mangrove Telok Berdiri pada Minggu, (05/28).
Untuk masuk ke ekowisata ini, hanya perlu menyisihkan uang Rp 10.000 per orang, pengunjung sudah bisa menikmati indahnya kawasan mangrove yang menjadi daya tarik desa setempat, bahkan kabarnya ada seratusan orang yang mengunjungi lokasi ini setiap akhir pekan.
Bermodal Aplikasi Bisa Menanam Mangrove?
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, Ekowisata Mangrove Telok Berdiri menghadirkan sebuah inovasi menanam mangrove secara digital. Inovasi ini diinisiasi langsung oleh Rudi Hartono bersama pemuda penggiat mangrove desa Sungai Kupah lainnya sejak 2018 hanya bermodalkan aplikasi WhatsApp.
“Ketika mereka menanam nanti kita akan fotokan pohon mereka setelah itu kita akan kirimkan foto 3 bulan sekali melalui WhatsApp untuk perkembangannya dan itu secara manual di 2018,” ucap sang pelopor inovasi penanaman mangrove secara digital ini pada Senin (17/4/2023).
Namun, kendala yang dialami awal berjalannya inovasi pun mulai terasa seperti memori handphone pengelola inovasi yang penuh. Hal ini mendorong mereka mengembangkan inovasi ini dengan memanfaatkan aplikasi map market. Keunggulan aplikasi ini yaitu dapat menitik-koordinatkan dan mendokumentasikan lokasi, serta mampu menyampaikan informasi tanpa menggunakan data yang besar.
“Aplikasi map market ini adalah aplikasi untuk penitikan rumah tapi kami buat untuk penitikan mangrove, karena kita tidak ada biaya ataupun anggaran sehingga kita mencoba membuat aplikasi itu untuk penanaman mangrove tersebut,” jelas pegiat mangrove ini.
Perkembangan inovasi penanaman mangrove secara digital ini pun mendapat perhatian di kalangan pemerintah, media, dan penggiat lingkungan lainnya. Salah satunya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat yang turut membantu membuatkan satu-satunya aplikasi yang memiliki fitur pendataan pohon dan penanaman pohon terutama penanaman mangrove secara digital.
“Bapak Gubernur Haji Sutarmidji sangat mengapresiasi tentang inovasi-inovasi yang kami ciptakan ini sehingga support dari pemerintah provinsi Kalimantan Barat membuatkan kami aplikasi permanen, yaitu dengan nama “SIPOHON KALBAR”,” tambahnya.
Dengan merogoh kocek Rp 5.000 – Rp 10.000, kamu sudah bisa membeli bibit mangrove melalui aplikasi, sekaligus menjadi biaya penanaman dan pengelolaan langsung oleh pihak pengelola mangrove Telok Berdiri. Pembeli juga akan mendapatkan sertifikat kepemilikan yang berisi kode pohon dan ditandatangani oleh Kepala Desa Sungai Kupah dengan jangka waktu seumur hidup.
Pemuda Harus Punya Andil
Postur tubuh yang tinggi, berwibawa, dan tampilannya yang sederhana, begitulah sosok Rudi “Bacok” Hartono yang semangatnya terus berapi-api hingga saat ini ia sudah memiliki keluarga kecil, bahkan saking pedulinya terhadap mangrove, ia sampai menamai anaknya dengan istilah mangrove, rhizophora. Bahkan diumurnya yang baru menginjak 28 tahun, sudah menggoreskan prestasi dan menambah catatan sejarah bagi tanah kelahirannya. Namun, Rudi merasa pencapaiannya hingga saat ini tidak hanya untuk dirinya saja, dari banyak pihak terutama keringat pemuda desa lainnya dari pesisir Barat Pulau Kalimantan tersebut.
“Pemuda harus men-support inovasi ini karena sangat mudah sekali dan mungkin semuanya bisa melakukan, kawan-kawan bisa berkontribusi mengadopsi pohon secara digital ini hanya dengan menggunakan gadget,” ungkap pemuda yang meraih penghargaan Kalpataru pada 2022 lalu.
Rudi merasa peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa turut menyumbang pengaruh potensi dalam menjaga keberadaan hutan mangrove sendiri di masa yang akan datang. Dengan melihat kemajuan teknologi di era digital ini juga menjadi alasan untuknya menjadikan pemuda di era milenial saat ini menjadi sasaran yang tepat dari adanya inovasi penanaman mangrove secara digital ini
Pemuda harus punya andil dan semangat untuk menjaga alam ini begitulah yang ia harapkan sebagai pemuda dan untuk pemuda lainnya di luar sana. Sampai saat ini, diaktivitasnya yang cukup padat, ia masih terus aktif untuk mendorong pemuda yang peduli dengan lingkungan sebagaimana ia peduli dengan tanah kelahirannya itu.
Penulis: Arum & Peggy
Editor: Fikri