mimbaruntan.com, Untan – Aliansi Mahasiswa Masyarakat menggelar aksi di halaman DPRD Kalimantan Barat (Kalbar) pada Kamis (20/2/25), menolak kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai mengancam sektor pendidikan. Mereka menuntut pemerintah membatalkan pemotongan anggaran yang berpotensi memperburuk kondisi mahasiswa, guru, serta akses pendidikan di daerah.
Koordinator lapangan aksi sekaligus Presiden Mahasiswa Universitas Tanjungpura, Muhammad Najmi, menegaskan bahwa kebijakan pemotongan anggaran ini sangat merugikan generasi muda. Menurutnya, yang dibutuhkan mahasiswa saat ini bukanlah makan gratis, tetapi pendidikan yang terjangkau dan berkualitas.
“Hari ini kami tidak butuh makan gratis, yang kami butuhkan adalah pendidikan gratis. Supaya kami bisa belajar dengan nyaman, karena kami bisa cari makan sendiri,” tegas Najmi dalam orasinya di depan gedung DPRD Kalbar.
Salah satu poin utama dalam aksi ini adalah pemangkasan anggaran yang berdampak pada beasiswa dan infrastruktur pendidikan. Najmi menyoroti bahwa banyak mahasiswa di Kalimantan Barat yang berasal dari keluarga kurang mampu dan bergantung pada beasiswa untuk bisa menyelesaikan pendidikan mereka.
“Beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) menjadi penyelamat bagi banyak mahasiswa. Jika anggaran dipotong, bagaimana nasib mereka yang selama ini bergantung pada bantuan tersebut?” lanjutnya.
Baca Juga: Kawal Pembatalan RUU Pilkada, DPRD Kalbar Tak Berani Ambil Sikap
Tak hanya beasiswa, mahasiswa juga mengkritik minimnya infrastruktur pendidikan di Kalimantan Barat. Arjun, mahasiswa FKIP Untan, mengungkapkan bahwa banyak sekolah di daerah terpencil masih mengalami keterbatasan fasilitas, bahkan ada yang harus naik gunung untuk mendapatkan sinyal demi mengikuti ujian.
“Kami di daerah harus sekolah bergantian karena ruang kelas tidak cukup. Banyak sekolah yang tidak terawat, padahal pemerintah seharusnya memperbaiki yang sudah ada sebelum membangun yang baru. Kalau pendidikan terus dikorbankan, bagaimana kita bisa mengejar negara-negara maju?” ujar Arjun.
Selain pendidikan, mahasiswa juga menyoroti dampak pemotongan anggaran terhadap sektor lain, seperti pertanian. Azam, mahasiswa Fakultas Pertanian Untan, menekankan bahwa pemangkasan anggaran bisa memperburuk kondisi petani, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan keluarga mereka dan akses pendidikan bagi anak-anak petani.
“Kalau anggaran pertanian juga dipotong, pupuk makin langka, produksi terganggu, dan petani semakin sulit. Kalau petani sulit, bagaimana mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya?” katanya.
Menanggapi aksi ini, anggota DPRD Kalbar dari Fraksi PKB, Mulyadi, menyampaikan bahwa mereka hanya bisa meneruskan tuntutan mahasiswa ke pemerintah pusat. Menurutnya, kebijakan efisiensi anggaran bukan keputusan DPRD, melainkan keputusan nasional.
“Kami memahami kekhawatiran adik-adik mahasiswa, tetapi ini adalah kebijakan pemerintah pusat. Kami hanya bisa menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat agar menjadi perhatian,” ujar Mulyadi.
Sementara itu, anggota DPRD lainnya, Syarif Amin, menambahkan bahwa pemotongan anggaran bertujuan untuk efisiensi dan mengurangi kebocoran dana.
“Kami di DPRD memahami keresahan mahasiswa dan masyarakat. Oleh karena itu, kami akan memastikan bahwa pemotongan ini tidak menghambat akses terhadap pendidikan dan infrastruktur yang layak,” ujar Syarif Amin.
Namun, ia juga menegaskan bahwa DPRD akan tetap mengawal isu ini dan memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak menghambat hak dasar masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dan infrastruktur.
“Kami akan terus mengawasi agar kebijakan ini tidak berdampak negatif pada masyarakat kecil. Pendidikan dan infrastruktur harus tetap menjadi prioritas, dan kami tidak ingin ada pihak yang dirugikan akibat efisiensi anggaran ini,” tambahnya.
Baca Juga: Pemenuhan Hak Dasar di Kalbar, Pemerintah Salah Fokus
Ia juga mengakui bahwa dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat bawah, terutama di sektor pendidikan dan infrastruktur.
“Kami memahami bahwa kebijakan ini membawa konsekuensi, tetapi kami akan berusaha memastikan agar pemerintah pusat tetap memperhatikan sektor-sektor vital yang berpengaruh langsung pada kehidupan rakyat,” ujarnya.
Najmi menegaskan bahwa aksi ini bukan yang terakhir. Mereka berjanji akan terus mengawal kebijakan ini hingga pemerintah memberikan solusi konkret. Najmi menutup aksi dengan peringatan bahwa mereka siap turun ke jalan lagi jika tuntutan ini tidak didengar.
“Tentunya hal ini wajib untuk kita gaungkan bersama karena ini kepentingan masyarakat kita. Ini kepentingan masyarakat Indonesia. Harapan saya kedepan tentunya pemerintah pusat menarik kebijakan itu karena hal ini benar-benar mencekik masyarakat Indonesia,” tegas Najmi.
Aksi yang berlangsung damai ini berakhir pada sore hari setelah mahasiswa menyampaikan tuntutan mereka secara langsung kepada perwakilan DPRD. Sebagai tindak lanjut, DPRD Kalbar menandatangani perjanjian untuk meneruskan tuntutan mahasiswa kepada pemerintah pusat, meskipun mereka menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat. Mereka berharap pemerintah segera merespons agar akses pendidikan tetap terjamin dan tidak dikorbankan atas nama efisiensi anggaran.
Penulis: Uis, Mia
Editor: Aga