mimbaruntan.com, Untan – Di balik riuhnya pasar dan langkah-langkah para pengunjung, terdapat kisah panjang yang terpendam dalam deretan bangunan tua dan kanal sempit di sekitarnya. Pasar Rakyat Tengah, yang dulunya dikenal dengan nama Pasar Parit Besar, menyimpan cerita tentang bagaimana Kota Pontianak berkembang dari masa kolonial hingga menjadi kota modern yang kita kenal sekarang.
Dalam upaya mengungkap potongan-potongan sejarah itu, sekelompok penggiat sejarah dari Komunitas Wisata Sejarah (Kuwas) menggelar sebuah kegiatan yang tak hanya sekadar perjalanan, tetapi juga sebuah pengingat akan pentingnya memahami asal-usul tempat yang menyimpan jejak-jejak perekonomian masa lalu.
Kegiatan ini mengajak para peserta untuk menelusuri sudut-sudut tersembunyi Pasar Tengah, sambil mengingat kembali peran vital pasar ini dalam perkembangan ekonomi kota Pontianak.
Reyhan Ainun Yafi selaku penyelenggara, menjelaskan bahwa Pasar Parit Besar yang kini dikenal dengan nama Pasar Rakyat Tengah merupakan bagian dari kawasan kolonial Belanda, yang dibentuk berdasarkan perjanjian dengan Kesultanan Pontianak pada 5 Juli 1779.
“Lokasinya itu di lokasi Kota Kolonial, tempat pemerintahan kolonial Belanda, yang dimana luasnya 1000 x 1000 meter. Dan karena ini berdasarkan pada perjanjian 5 Juli 1779 saat Pontianak harus mengakui VOC, makanya Parit Besar adalah salah satu buktinya sebagai kawasan kolonial,” jelas Reyhan.
Menggunakan peta Pontianak tahun 1934 sebagai acuan, Reyhan juga menambahkan bahwa kota ini terbagi menjadi dua wilayah utama, yaitu Kota Kolonial yang dikuasai Belanda dan Kota Tradisional yang menjadi pusat Kesultanan Pontianak yang dipisahkan oleh aliran Sungai Kapuas.
Setelah kekalahan perusahaan Belanda VOC dan digantinya oleh pemerintahan Hindia Belanda pada 1830, Pontianak mengalami perubahan besar dalam tata kota. Gaya desain perkotaan yang diterapkan terinspirasi dari tata kota di Amsterdam, dengan pembangunan jalan-jalan, parit, dan sistem transportasi menggunakan perahu kecil yang mengalirkan kehidupan ekonomi kota.
Namun, sejarah itu kini hanya bisa dikenang dalam bentuk kanal-kanal kecil yang semakin menyempit, akibat kebijakan pembangunan pada 1970-an yang menggantikan parit dengan jalan-jalan aspal dan menimbun beberapa bagian saluran air yang dulu menjadi tempat lalu lintas barang dan manusia.
“Meskipun kanal-kanal di sekitar pasar ini sekarang sudah sangat kecil dan tertimbun, kita bisa membayangkan betapa pentingnya peran pasar ini dulu sebagai penghubung perekonomian di masa kolonial,” ujar Reyhan.
Kegiatan telusur sejarah ini bukan hanya untuk melihat sisa-sisa kanal atau bangunan tua, tetapi juga menggali cerita masyarakat yang pernah tinggal dan beraktivitas di sekitar pasar. Di samping kanal, terdapat bangunan ruko yang dahulu dimiliki oleh para pedagang Tionghoa yang turun-temurun mengelola toko-toko mereka di lokasi itu. Salah satunya adalah bangunan yang pernah menjadi tempat percetakan Chin Min, yang mencetak koran Borneo Shimbun sebagai alat propaganda Jepang di Kalimantan Barat pada masa Perang Dunia II.
Aqif Alqhifari salah seorang peserta, mengungkapkan bahwa kegiatan ini memberikan pengetahuan yang jarang ditemui di tempat lain. Sejarah pasar ini sangat menarik karena mencerminkan bagaimana perekonomian Pontianak tumbuh seiring dengan waktu.
“Telusur sejarah ini membuka wawasan kami tentang bagaimana pasar ini berkembang, bahkan sebelum berubah seperti sekarang,” ujar Aqif.
Sherly, peserta lainnya berharap kegiatan seperti ini dapat mengungkap lebih banyak lagi tentang tokoh-tokoh penting yang membentuk sejarah pasar ini. Semoga di masa depan kegiatan seperti ini dapat lebih menggali dan menghidupkan kembali jejak-jejak sejarah yang terlupakan.
“Mengenal lebih dalam tentang tokoh-tokoh sejarah yang pernah ada di sini akan memberi kita gambaran lebih jelas tentang kehidupan mereka dan kontribusi mereka terhadap perkembangan kota ini,” ujar Sherly.
Seiring langkah kaki menyusuri Pasar Rakyat Tengah, para peserta tidak hanya diajak untuk melihat masa lalu, tetapi juga menghayati bagaimana sejarah bisa memberi makna lebih dalam terhadap setiap sudut kota yang ada di sekitar kita. Sebuah pelajaran berharga bahwa meskipun banyak yang telah berubah, kisah masa lalu selalu memiliki tempat untuk dikenang.
Penulis: Sofia & Judirho
Editor: Uis