mimbaruntan.com, Untan – Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang diselenggarakan oleh Koalisi Muda Kalimantan Barat (Kalbar) telah terlaksana mulai tanggal 25 November sampai dengan 12 Desember 2022.
Pada tahun ini peringatan tersebut memiliki tiga serangkaian agenda, yakni Diskusi “Pedoman Peliputan Kekerasan Seksual”, Nonton Bareng dan Diskusi “Pentingnya Memahami Kekerasan Berbasis Gender Online” di Sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Tanjungpura (Untan) dan terakhir Malam Puncak yang bertempat di RBK Cafe, Jalan Reformasi.
Terlaksananya kampanye ini memberikan pemahaman dan edukasi kepada masyarakat tentang kekerasan seksual yang perlu diketahui dan masih ada beberapa bentuk kekerasan seksual yang tidak sadari dilakukan oleh orang-orang.
Putriana dari Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Pontianak menyatakan bahwa ada sembilan bentuk kekerasan seksual yang perlu diketahui oleh masyarakat yang termasuk dalam tindak pidana yang didasari dari Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender Online: Marak Kejadian, Minim Laporan
Bentuk dan jenis kekerasan seksual di dalam UU TPKS diatur dalam Pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 2022, Tindak Pidana Kekerasan Seksual, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Bab II tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 4 ayat (1) didefenisikan sebagai segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 2022, berdasarkan ketentuan tersebut, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik
Selain itu, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Menanggapi hal tersebut Putriana menjelaskan kembali apa saja bentuk pelecehan seksual yang kerap terjadi.
“Pelecehan seksual secara non fisik berbasis verbal sebagai contoh siulan, catcalling dan sebagainya. Pelecehan seksual secara fisik sebagai contoh meraba, menyentuh, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan terhadap anak di bawah umur, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik atau Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) misalnya menyebarkan foto syur seorang perempuan oleh pelaku,” jelas Putriana
Putriana juga memaparkan pendampingan yang diberikan kepada penyintas kekerasan seksual sudah semestinya mendapatkan persetujuan dari korban dan menanyakan seperti apa pendampingan yang korban inginkan, setelah itu barulah tahapan pendampingan bisa dilakukan, dan terdapat beberapa pendampingan yang didapatkan korban berupa pendampingan penyelamatan fisik korban, pendampingan pengamanan digital milik korban dan pendampingan mental korban.
Pendampingan penyelamatan fisik kepada korban untuk mendapatkan rasa aman ketika berada di luar rumah dan memastikan korban tidak diikuti oleh pelaku dengan melakukan pendekatan kepada teman dekat korban untuk menemani korban ketika berada di luar rumah atau pun dari pihak pendampingan yang diberikan tugas untuk menemani korban ketika berpergian
“Hal pertama yang dilakukan adalah penyelamatan fisik korban, maksudnya kita harus mengetahui apakah korban ini akan berbahaya ketika keluar rumah (diikuti oleh pelaku). Alternatifnya kita bisa mencari teman dekat si korban untuk meminta dia menemani si korban kemana pun,” tambahnya.
Selanjutnya pendampingan pengaman digital milik korban seperti adanya kemungkinan penyadapan terhadap media sosial korban. Kemudian pendampingan mental korban, tentu korban memiliki keadaan yang tidak baik-baik ketika mengalami kekerasan seksual dan terdapat tekanan, dalam ini kita melakukan pendampingan mental korban dengan membantu mengakses untuk konseling ke psikologi.
Baca Juga: Langkah Awal Untan Memerangi Kekerasan Seksual
“Tentu korban tidak akan baik-baik saja (dalam proses pendampingan), tentunya dia mempunyai tekanan,dengan hal ini kita melakukan pendampingan mental korban dengan memberikan akses untuk konseling ke psikologi,” imbuhnya.
Sebagai bentuk lain dari kampanye 16 HAKTP ini pegiat seni di kota Pontianak turut menampilkan beberapa lagu dan puisi yang bertemakan kekerasan terhadap perempuan. Ialah Irfando, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sarana Pengembangan Seni Mahasiswa Universitas Tanjungpura (SARANG SEMUT), baginya kegiatan kampanye ini memberikan harapan untuk ke depan tetap terlaksana kembali dan terus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih memahami tentang kekerasan seksual.
“Harapan untuk kedepan semoga tetap dilaksanakan dan harus berlanjut, karena banyak masyarakat yang belum teredukasi tentang kekerasan dan pelecehan itu,” jelasnya.
Kekerasan seksual sudah semestinya diperjuangkan bersama dengan harapan-harapan yang dimiliki dan dikumpulkan menjadi sebuah kekuatan bersama yang sudah seharus diperjuangkan. Tindak kekerasan seksual bisa terjadi pada siapapun baik perempuan maupun laki-laki dan sebagai seseorang yang tidak mengalami tindak kekerasan sudah semestinya membantu menyuarakan dan turut berkontribusi untuk melawan tindak kekerasan seksual.
“Karena apa yang kita perjuangkan adalah sesungguh memperjuangkan hak-hak kita sendiri, tentu diantara kita mempunyai perempuan yang disebut ibu, kakak, adik dan sebagainya serta bagi perempuan maupun laki-laki yang mengalami tindak kekerasan,” papar Pradono selaku seniman yang menghadiri kampanye di malam puncak.
Membuka tangan bagi korban, Pradono berharap agar korban lebih berani untuk berbicara karena sesungguhnya kita bersama dan bekerja sama untuk melawan kekerasan.
“Anda-anda yang menjadi korban itu tidak sendiri, melalui apa pun yang sudah ada baca hari ini dan pernyatan-pernyatan dari saya, dan siapa pun itu adalah saudara anda, teman anda. Anda tidak sendiri dan kita harus bersama dan bekerja sama melawan kekerasan,” pungkasnya.
Penulis: Kristina dan Mita
Editor: Lulu