mimbaruntan.com, Untan – Perputaran dunia mahasiswa di lingkungan universitas juga sering dikatakan sebagai miniatur negara, terdapat hal-hal yang menggambarkan kesamaan antara Universitas dengan Negara seperti bentuk pemerintahan di dalamnya. Sama halnya dengan Indonesia yang menganut sistem trias politika, beberapa kampus juga menerapkan hal tersebut; terdapat lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif meski dalam penerapannya belum banyak kampus yang mempunyai lembaga yudikatif.
Dalam pergerakannya tentu saja kampus ikut menyelenggarakan pemilihan umum untuk menunjuk seorang pemimpin yang disetujui oleh seluruh mahasiswa yang berperan sebagai rakyat kampus. Namun, sama halnya dengan pemilihan umum negara yang sering menjadi judul utama dalam pemberitaan kecurangan dan permasalahan lainnya. Adakah hal tersebut yang terjadi di lingkungan Universitas?
Pemilihan seharusnya diadakan secara transparan untuk memastikan setiap orang mendapatkan informasi yang mereka perlukan, hal tersebutlah yang menjamin integritas sebuah pemilihan umum. Poin yang tidak kalah menarik dari miniatur negara di lingkungan Universitas ini adalah dinamika politiknya yang tidak kalah dari politik nasional, tidak jarang banyak kita temukan agenda sikut-menyikut ala politikus handal suatu Negara namun dalam versi mahasiswa.
Selain agenda sikut-menyikut yang tentunya sering menjadi konsumsi publik, akhirnya perihal kecurangan yang akan menjadi bahan curiga dan seputar transparansi yang akhirnya menjadi pertanyaan bagi para pemilih pesta demokrasi tersebut. Ketika memandang ke atas di mana para pelakon politika Indonesia sedang bermain, mungkin bagi rakyat negara pun hal tersebut sudah memuakkan. Dan seharusnya sebagai sebuah miniatur negara, lingkungan Universitas diharapkan menjadi tempat yang lebih bijak dan bersih menolak untuk mengikuti buruknya politik yang telah lama mendarah daging di sebuah negara.
Namun, yang akan menjadi pertanyaan besar akhirnya adalah adakah hal-hal tersebut terjadi di lingkungan Universitas?
Penulis: Mia
Sumber:
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c1v1qzlgwglo