Demokrasi dalam sistem pemerintahan menempatkan rakyat sebagai aktor dalam penentu kebijakan. Selain itu keterlibatan rakyat dalam demokrasi menjadi agen pengontrol kebijakan yang dibuat pemerintah. Baru-baru ini tanggal 27/11/2019 ada wacana setelah pertemuan antara Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR RI dengan Ketua Umum PBNU Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj di Kantor PBNU, Jakarta (CNBC Indonesia) tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh MPR.
Hal ini diangkat menjadi isu publik karena sudah menjadi keputusan munas pada tahun 2012 lalu. Selain itu, wacana ini juga dianggap sebagai langkah baru dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di periode berikutnya. Ada beberapa alasan isu ini diangat, yakni karena faktor sosial politik dan faktor ekonomi (anggaran). Melihat pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 lalu, banyak terjadi kerisuhan antar pendukung paslon 01 dan paslon 02. Ini dianggap menjadi ancaman bagi NKRI. Selain itu faktor biaya yang dikeluarkan cukup besar mengakibatkan potensi terjadinya money politic dan serangan fajar menjelang pemilihan, hal tersebut menandakan Indonesia mengalami cacat dalam berdemokrasi.
Baca juga: Belajar Bahasa Inggris Gratis Dalam Nuansa Cafe
Isu-isu tersebut sudah menyebar di beberapa kalangan media sosial dan menjadi isu terhangat saat ini, hal tersebut dikarenakan apabila kebijakan ini dilaksanakan maka, perlu juga ditelusuri dampak negatif yang diakibatkannya. Dari berbagai pandangan pakar politik, hal tersebut tentu tidak sepenuhnya mendapat dukungan. Jika berbalik ke sejarah, Indonesia memang sudah pernah menerapkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di masa Orde Baru.
Jika Indonesia menerapkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR, besar kemungkinan bangsa ini akan bernostalgia pada masa lalu. Hal ini akan dapat membuat Indonesia mundur kearah belakang. Jika hal tersebut diterapkan ada beberapa hal yang harus ditelaah lebih lanjut, yakni jika pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh MPR maka sistem demokrasi Indonesia akan tertutup dan dalam pengawasannya akan sulit untuk dilakukan terutama biaya transaksi pemilu yang dilakukan oleh elit-elit penguasa. Selain itu peran-peran elit dan aktor-aktor politik akan semangkin kuat, sebab dalam anggota MPR terdiri dari DPR dan DPD, serta anggota tersebut berasal dari partai politik.
Selain itu, perubahan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR dapat mengembalikan sejarah Indonesia di Era Orde Baru. Untuk menghindari hal tersebut, tentunya Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) harus mengeluarkan analisis yang mendalam, sehingga potensi yang tidak diharapkan dapat diantisipasi. Untuk saat ini PBNU masih belum menjelaskan secara rinci mengenai usulan tersebut, selain itu PBNU hanya mengeluarkan pendapatnya pada pemilihan 2019 lalu yang berdiri pada dua pondasi saja, yakni masalah sosial politik dan masalah anggaran kampanye.
Dilihat pada isu tersebut, proses demokrasi tentunya harus melibatkan rakyat sebagai aktor dalam proses demokrasi, yang tercermin pada sila ke-4 yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan serta pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada ditangan rakyar dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Selain itu harus ada ruang antara calon Presiden dan Wakil Presiden dengan Rakyat sehingga rakyat sendiri dapat menentukan pilihannya untuk memilih pemimpin.
Baca juga: Butet Manurung, Sang Pembawa Setan Bermata Runcing
Indonesia sudah melakukan proses pemilihan secara demokratis dari tahun 1999, 2004, 2009, 2014, hingga 2019. Hal ini merupakan terobosan baru dari sebelumnya yang mana pemilihan dilakukan oleh MPR. Ada tiga pertimbangan saat pemilihan dilakukan oleh rakyat Indonesia, yakni sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, pemilihan Presiden ini dilakukan oleh rakyat karena pada Era Orde Baru, pemilihan hanya direpresentasikan oleh penguasa, adanya praktek yang dilakukan oleh DPR yang menggoyahkan Presiden sehingga apabila dipilih oleh rakyat maka Presiden mendapat legitimasi yang lebih kuat.
Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa sistem pemilihan oleh rakyat ini sudah benar untuk dilakukan, sebab ini sudah merepresentasikan dari Ideologi dan Konstitusi Negara Indonesia. Sebenarnya yang perlu diperbaiki ialah demokrasi yang telah dilakukan sehingga dapat menyelenggarakan pemilu yang jujur dan amanah/bertanggungjawab, bukannya mengambil alih kedaulatan rakyat. Jika diterapkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR tentu harus melakukan pengkajian secara logis dan sistematis, sehingga ini bukan hanya wacana semata yang mencerminkan kekuatan elit politik saja.
Penulis : Fani
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Tanjungpura
*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi mimbaruntan.com.