mimbaruntan.com, Untan – Berniat mengangkat sejarah tradisi lisan yang mulai terlupakan, Menjaring Tutur mencoba menghidupkan kembali budaya tersebut melalui sebuah pameran karya visual. Kegiatan ini terlaksana pada 20-21 September 2025 dan berlokasi di Rumah Budaya Kampung Caping, Pontianak. Menjaring Tutur berhasil menampilkan karya visual dari dua puluh (20) seniman dan menjaring dari berbagai daerah di Kalimantan Barat.
Syech Nauval Salsabil Saman selaku direktur program Menjaring Tutur menceritakan pengalamannya memulai kegiatan tersebut, Nauval mengajukan proposal kegiatan sejak pertengahan tahun 2024 hingga akhirnya terpilih sebagai Penerima Bantuan Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2025 yang diberikan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII.
“Alhamdulillah, proposal yang saya ajukan Menjaring Tutur terpilih untuk mendapatkan pendanaan hibah. Untuk Menjaring Tutur sendiri adalah sebuah rangkaian program di mana hasil akhirnya adalah pameran yang sedang kita saksikan sekarang,” ucap Nauval.
Tradisi lisan dipilih sebagai fokus utama dari kegiatan ini dikarenakan dipandang sebagai aspek budaya yang paling rentan hilang dari ingatan masyarakat, faktor pudarnya aspek budaya tersebut disebabkan hanya diwariskan secara lisan atau dari mulut ke mulut tanpa bentuk visual yang jelas. Melalui kegiatan Menjaring Tutur inilah cerita-cerita lama diangkat kembali dan dialihwahanakan menjadi karya seni visual agar lebih mudah diingat dan diapresiasi oleh masyarakat.
Baca Juga: Retrospeksi: Harmonisasi Kehidupan melalui Seni Lukis
“Banyak saya jumpai beberapa orang yang bahkan gak tahu tentang cerita-cerita yang ada di daerah asli kita sendiri. Dari sinilah kita mencoba untuk mengemas tradisi lisan dalam bentuk yang berbeda, dalam bentuk visual karena saya yakin manusia itu lebih mudah menangkap objek visual dibandingkan objek lainnya, termasuk tradisi lisan,” jelas Nauval.
Menjaring Tutur tidak hanya menampilkan sesi pameran saja, namun juga mengadakan workshop di minggu sebelumnya untuk mengedukasi para pelaku seni. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari kegiatan ini tidak hanya berfokus mengedukasi masyarakat secara umum tetapi juga secara khusus kepada para seniman yang terlibat. Para seniman yang tergabung dalam proyek Menjaring Tutur telah mendapatkan materi bagaimana mengolah suatu karya lisan menjadi karya seni visual atau objek gambar.
“Seniman yang membuat pekaryaan, mereka juga dapat edukasi dari kegiatan ini. Mereka mendapatkan materi dari penggiat penulisan, materi tentang bagaimana cara mengalihwahanakan suatu cerita menjadi objek gambar. Dari situ saya harap kegiatan ini bisa mengedukasi dan bisa membangkitkan kesadaran untuk menjaga warisan budaya kita,” terang Nauval.
Kesadaran urgensi dibutuhkannya kegiatan yang mengangkat persoalan budaya di tengah gempuran perkembangan globalisasi dan modernisasi, disebabkan oleh Nauval dan rekan-rekan seniman lain yang merasa kehilangan akan budaya yang pernah ada dan perlahan semakin berkurang. Menurut Nauval, kegiatan seperti Menjaring Tutur dibutuhkan untuk mengembalikan budaya yang hampir hilang dalam ingatan masyarakat. Menjaring Tutur menjadi wadah untuk menyalurkan tradisi melalui hal-hal yang relevan dengan kehidupan saat ini dan tentunya menarik perhatian generasi muda yang terikat dengan media digital serta menginginkan akses mudah, cepat dan luas.
“Dari saya pribadi dan juga sempat berbicara dengan teman-teman, rekan-rekan seniman juga. Kita harus semakin menyadari di tengah perkembangan globalisasi dan modernisasi, agaknya budaya-budaya yang sebenarnya pernah ada di sini semakin berkurang, terutama di tradisi lisan,” jelas Nauval.
Baca Juga: Realitas dari “Kapan Nikah?”: Pertunjukan Tari oleh Sarang Semut Untan
Hal serupa juga disampaikan oleh Yoga Ilhamsyah salah satu seniman yang terjaring di kegiatan Menjaring Tutur. Di tengah era digital, tradisi lisan menghadapi tantangan tersendiri. Interaksi antara orang tua dan anak yang berkurang berdampak pada kebiasaan bercerita atau bertutur menjadi jarang dilakukan, hal inilah yang mengancam cerita-cerita terdahulu yang telah diwariskan dari masa lalu berpotensi hilang.
“Karena aku anak 90an, dulu kan orang tua masih sering cerita tengah malam sebelum kita tidur. Tapi sekarang tuh kayaknya duduk bersama di keluarga itu udah jarang sih aku liat. Apalagi orang tua bertutur, bercerita, mendongeng untuk anaknya itu sudah sangat jarang,” ucap Yoga.
Yoga menambahkan harapannya kepada masyarakat agar lebih tertarik untuk mencari tahu dan mempelajari peninggalan budaya khususnya di daerah Kalimantan Barat maupun di mana saja, sebab budaya yang ditinggalkan memiliki nilai-nilai moral yang baik. Dengan hadirnya kegiatan semacam Menjaring Tutur, diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat luas serta mendorong mereka untuk terus menggali budaya yang dimiliki.
“Harapannya untuk masyarakat, orang-orang bisa lebih tertarik lagi nyari atau mempelajari budaya-budaya tutur maupun peninggalan dan juga koleksi tutur lisan serta tulisan yang ada di Kalimantan Barat atau dimanapun berada. Orang bisa lebih tertarik dengan cerita-cerita, karena disitu banyak mengandung pesan-pesan moral yang baik,” tambah Yoga.
Menjaring Tutur menjadi wadah serta penyambung bagi cerita-cerita budaya yang hampir hilang dan terlupakan. Berkat program pameran lukisan dari Menjaring Tutur, Beckta selaku pengunjung mengakui banyak hal baru yang didapat seperti pengetahuan, makna serta informasi terkait budaya lokal. Menurutnya kegiatan pengenalan budaya seperti ini sangat penting untuk menjaga identitas budaya lokal.
“Ternyata puake itu ada tempurung ya? Dan di situ juga ada tato dayaknya, tapi entah benar atau tidak tato dayak yang ada di puake itu? Gak tau lah, tapi yang pasti katanya ada tempurung. Dari acara ini lah baru tahu, kalau tidak di sini gak bakal tahu kalo puake itu ada tempurungnya,” ucap Beckta.
Hadirnya Menjaring Tutur tidak hanya menghidupkan kembali cerita-cerita masa lalu, tetapi juga memberikan masyarakat pemahaman serta fakta-fakta yang mungkin selama ini terputus atau bahkan tidak tersampaikan. Dengan demikian, kegiatan ini menjadi pengingat dan berperan penting untuk menjaga budaya lisan serta mewariskannya ke generasi muda.
Penulis: Belqis
Editor: Mia