mimbaruntan.com, Untan – Pameran lukisan bertajuk Retrospeksi atau dimaknai sebagai renungan digelar di Port 99, Jl. Kom Yos Sudarso, Pontianak Barat, Kalimantan Barat (Kalbar). Acara ini berlangsung selama tiga hari, dari 23-25 Februari 2024 dengan daily tiket seharga 25.000 untuk pembelian tiket box dan on the spot. serangkaian acara seperti live performance oleh Pak Lim Sahih pada Sabtu, (24/2) juga turut mewarnai pameran ini.
Pameran yang berlangsung selama tiga hari ini berkolaborasi dengan Lembaga Seni Siberdaya Kota Pontianak, Kalbar. Ini merupakan perwujudan dari keinginan sang pelukis, Lim Sahih, untuk kembali ke dunia pameran seni rupa.
“Ini memang diinisiasi pertama kali oleh Siberdaya bersama lembaga seni lainnya, kami bisa dibilang ingin mewujudkan keinginan pak Lim Sahih untuk kembali membuat pameran,” ujar Hatta, panitia acara Retrospeksi.
Distorsi, sebuah perubahan dari banyak pengalaman masa lalu dan kini menciptakan ruang tanya bagi Lim Sahih pada karya-karyanya. Berkesenian sejak tahun 1993, Lim Sahih seorang perupa senior di pulau Jawa berusaha mengekspresikan waktu yang hilang dalam perjalanannya menjadi 50 frame lukisan yang disebut Retrospeksi (renungan). Berangkat dari kondisi sektor pekerjaan yang lumpuh karena pandemi COVID-19, Retrospeksi berusaha membantu Lim Sahih keluar dari memori masa lampau yang kian menumpuk.
“Ibaratnya kalau keterpurukan itu terus dibiarkan malah semakin membawa kita ke jurang yang dalam. Jadi sebagai penggalian ingatan yang berbeda-beda itu dispesialisasikan dalam kanvas,” ucap Lim Sahih selaku pelukis.
Baca Juga: Ruang Apresiasi dan Ekspresi Seni di Pontianak Terbatas?
Lim Sahih melihat bahwa lukisan yang ia buat memberikan gambaran atau pandangan tentang kehidupan. Ia menilai manusia seringkali menuntut dan membuat hidup terasa lebih rumit, sehingga lupa untuk mensyukuri pemberian Tuhan. Lewat lukisannya, Lim Sahih berusaha untuk memaknai hidup apa adanya, sesuai yang diberikan oleh sang pencipta.
“Seperti mengasah pisau kan tujuannya agar tajam tapi ada yang mengasah pisau itu jadi tumpul kembali, terus seperti air yang diisi ke gelas kalo udah penuh ya minum gitu kenapa diisi terus hingga tumpah. Ini menunjukkan manusia itu terlalu menuntut kepada kehidupan,” ucap Lim Sahih.
Menurut para penggiat seni rupa, Lim Sahih memiliki gaya lukisan yang condong kepada abstrak dekoratif (perpaduan motif dan warna tanpa adanya bentuk pasti dengan tujuan sebagai hiasan). Tema abstrak dinilai memiliki harga pasar yang tinggi dan memiliki komposisi unik dengan menuangkan berbagai warna serta bentuk dalam satu kanvas. Komposisi yang ada dalam lukisan ini kemudian diartikan oleh Lim Sahih sebagai gambaran kehidupan.
“Pemilihan komposisi sebuah lukisan agar harmonis juga kan memiliki makna seperti kehidupan yang harus selalu harmonis,” ucap Lim Sahih.
Pada puncak acara hari kedua pameran, Lim Sahih melakukan live performance melalui media permainan prisma. Permainan prisma mengajak pengunjung terpilih untuk mengaktifkan kelima panca indra mereka sebagai bagian dari menilai bagaimana para partisipan ini memaknai kehidupan. Permainan ini menjadi pendekatan sang pelukis kepada masyarakat yang menganggap lukisan sebagai barang asing. Denta salah satu partisipan terpilih pada live performance mengungkapkan pengalamannya ketika bermain prisma.
“Saat terpilih untuk maju, saya merasa yang paling menonjol adalah indra pendengaran. Seperti ada yang berbisik tapi hanya satu kata saja yang muncul. Saya sampaikan kepada Pak Lim dan diberi wejangan akan apa yang saya rasakan saat itu. Beliau mengatakan untuk tidak berhenti bergerak dalam kehidupan ini,” ujar Denta, pengunjung pameran.
Baca Juga: Minim Volunteer: Di Sini Kita Tidak Mencari Hidup, tapi Menghidupkan
Di akhir, Lim Sahih mengutarakan harapan dunia seni kedepannya agar menjadi lebih baik dalam infrastruktur dan dapat dihargai di mata masyarakat luas sebagai bagian penting dalam kehidupan dan jangan sampai pemerintah mempersulit .
“Ingin infrastruktur seni berjalan lebih baik dari hari ini, tidak adanya pembatasan seni dari pemerintahan atau birokrasi yang menyulitkan untuk para praktisi seni. Kepada masyarakat berharap agar memberi sapaan kepada makhluk bernama seni, bagaimanapun juga seni tidak bisa lepas dari kita,” ucap Lim Sahih.
Seni rupa sebagai bagian dari ekosistem seni diharapkan dapat mengangkat nama seni dan budaya di Kalbar. Retrospeksi diharapkan menjadi acara pameran yang berpartisipasi dalam kemajuan seni di Kota Pontianak, Kalbar.
Penulis : Fitri Liani, Tiara Nabila, Nawra Rakina Rigawan
Editor: Hilda Putri Ghaisani