Benarkah kita manusiawi dan peduli?
mimbaruntan.com, Untan – UNESCO menetapkan tanggal 15 Oktober sebagai Hari Hak Asasi Binatang, sebuah momen untuk menegaskan bahwa hak-hak binatang setara dengan Hak Asasi Manusia dalam hal kesejahteraan dan perlakuan yang layak. Penetapan ini berlandaskan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup memiliki hak untuk hidup dengan bebas dan tanpa penderitaan. Namun ironisnya, pelanggaran terhadap hak-hak binatang justru masih terjadi terjadi dimana-mana.
Hak Asasi Binatang kerap terdengar seperti slogan yang indah, tetapi jarang diwujudkan. Manusia begitu giat memperjuangkan haknya sendiri, seolah “manusia adalah pusat segalanya”, melupakan bahwa keberlangsungan hidup dan keseimbangan ekosistem bergantung pada keberadaan binatang.
Di beberapa negara, binatang masih dijadikan tontonan dalam pertunjukan sirkus, disambut dengan tepuk tangan penonton yang kagum melihat atraksi, seperti binatang melompat melewati lingkaran api. Dibalik gemerlap panggung itu, ada paksaan, kekerasan, dan eksploitasi yang jarang disorot. Banyak binatang dijadikan alat hiburan, diperdagangkan secara ilegal, atau diperlakukan semata sebagai sumber keuntungan. Padahal, setiap tindakan tak bermoral terhadap mereka perlahan merusak keseimbangan alam.
Baca Juga: Nikmati Nikelnya, Lupakan Surganya?
Memperingati Hari Hak Asasi Binatang seharusnya menjadi pengingat bahwa binatang bukan sekedar pelengkap ekosistem, melainkan makhluk hidup yang berhak atas kehidupan yang layak, bebas dari kekerasan dan eksploitasi. Sayangnya, masih banyak kasus penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi hewan atas nama hiburan, industri, maupun eksperimen ilmiah. Lebih menyedihkan lagi, sebagian masyarakat masih memandang binatang hanya sebagai komoditas, bukan sesama makhluk yang berhak atas kasih sayang dan perlindungan.
Peringatan ini semestinya menjadi momen refleksi untuk memperkuat empati kita terhadap sesama makhluk hidup. Menyayangi binatang bukanlah tren media sosial, melainkan tanggung jawab moral yang mencerminkan seberapa “manusiawi” kita sebagai manusia.
Jadi, sudahkah kita benar-benar peduli?
Penulis: Muti