mimbaruntan.com, Untan – Apakah rakyat Indonesia terlalu manja jika menuntut pemerintahnya untuk bekerja sesuai janji? Setahun sudah dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo dengan segala kebijakannya yang sering kali menuai kontroversi. Dalam setahun belakangan dapat kita jejerkan apa saja permasalahan yang belum terselesaikan atau bahkan menciptakan masalah baru, hanya setahun dalam pemerintahannya yang bisa membuat rakyat turun ke jalan lebih dari lima kali, hanya setahun yang berhasil memakan korban jiwa.
Mari dimulai dari kebijakan makan bergizi gratis, dilaksanakan dengan tujuan pada awalnya untuk membantu peningkatan gizi dan mencegah stunting namun pada kenyataannya makanan yang sampai kepada para siswa tidak sesuai dengan anjuran gizi bahkan menimbulkan masalah baru, yakni keracunan. Lebih dari sebelas ribu anak menjadi korban keracunan menurut data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Dilanjutkan dengan efisiensi anggaran yang tidak terencana dengan baik sehingga menimbulkan masalah baru lagi pada masyarakat yang terdampak, seperti banyaknya tenaga kerja honorer yang diberhentikan.
Tidak berhenti di sana, kontroversi lainnya seperti RUU TNI yang memicu kekhawatiran publik atas bangkitnya dwi fungsi ABRI dan pergeseran ruang supremasi sipil. Kontroversi yang satu ini tidak hanya berhenti media sosial melainkan ditambah dengan pergerakan yang mengajak masyarakat untuk turun ke jalan demi menyuarakan keresahan, namun sayangnya RUU TNI tetap disahkan pada 20 Maret 2025. Tidak hanya kebebasan sipil, ranah lingkungan juga terkena dampak dari pemerintahan yang memicu lagi-lagi kemarahan publik. Pertambangan Nikel di Raja Ampat sangat mengancam ekosistem dan kawasan pariwisata, dan masih banyak pertambangan lainnya yang merusak alam Indonesia.
Belum lama ini rakyat kembali bergerak untuk menyuarakan keresahan bahkan kemarahan, dipicu oleh isu kenaikan tunjangan DPR membuat ribuan rakyat Indonesia turun ke jalan dari berbagai daerah. Sayang sekali, dari pergerakan ini tidak sedikit korban jiwa berjatuhan, bahkan hingga hari ini masih ada beberapa aktivis yang ditahan.
Baca Juga: Pemenuhan Hak Dasar di Kalbar, Pemerintah Salah Fokus
Kebijakan-kebijakan seperti ini yang gagal menyejahterakan rakyat tentu saja harus segera dievaluasi, ini bukan sekadar salah strategi melainkan sebuah bentuk dari keras kepala itu sendiri. Presiden tentunya harus mendengarkan langsung keluh kesah rakyatnya, tidak hanya bisa berpegang pada wacana yang ia pikirkan sendiri tanpa mempertanyakan itu kepada para rakyat yang harus terdampak oleh kebijakannya.
Kepemimpinan yang menutup telinga dari kritik justru semakin mempertegas kelemahan dari pemerintahan itu sendiri, menolak untuk mendengarkan suara rakyat sama saja melanggar asas demokrasi yang menjadi pegangan dari negara ini. Pemerintah yang sungguh-sungguh berkomitmen pada rakyat akan menempatkan evaluasi publik sebagai cermin, bukan sebagai ancaman.
Setahun pemerintahan, sudah saatnya membuka ruang dialog dan mengakui kekurangan tanpa tindakan defensif. Transparansi dan partisipasi rakyat haruslah menjadi pondasi, karena rakyat bukan hanya sebatas aksesori. Dan bagi rakyat Indonesia, terus menjaga kewaspadaan dan keberanian dalam bersuara adalah cara paling sederhana untuk menjaga nurani bangsa ini tetap hidup.
Penulis: Mia
Sumber:
https://www.tempo.co/politik/beberapa-efek-efisiensi-anggaran-mulai-terasa-1209554
https://www.kompas.id/artikel/pertambangan-nikel-di-raja-ampat-menciptakan-kerusakan-berantai