Hai manteman! Kali ini aku akan bernarasi sedikit, mungkin saja, sebelum kita ringkih dengan kejamnya dunia yang kadang memaksa kita untuk terjun langsung berhadapan dengan kebiasaan yang telah menjadi dogma, bisa dibilang hampir semua dari kita yang sampai hari ini sangat fanatik dibuatnya.
Namun kamu tahu gak sih? Kalau beberapa kebiasaan yang sudah membuat kita fanatik sebenarnya adalah dogma yang tidak atau mungkin kurang baik dalam beberapa hal. Contoh sederhananya adalah mandi. Loh kok? Bingungkan? Ekekek simak yang berikut ini ya!
Rata – rata umat Indonesia gegap gempita mengabdi kepada rutinitas mandi 2 sampai 3 kali perhari. Wajar saja sih karena cuaca yang panas apalagi ilkim di tanah air tercinta kita ini beriklim tropis. Hal ini yang membuat kita sering kegerahan setelah hiruk-piruk kesibukan yang tidak jarang merampok energi.
Kebiasaan inilah yang tanpa disadari telah banyak merenggut estetika alam, merenggut retorika alam untuk bercerita lebih lama. Akan tetapi, ada-ada saja kelesan dari kaum intelekual yang entah berapa ton berat otaknya. Dengan alibi utama, “mandi adalah sebagian dari iman.” Oke, jika mandi adalah sebagian dari iman apakah indikator iman dinilai dari seberapa banyak kamu mandi?
Heleh. Jika kamu mau mencoba untuk menyelami perbolak-balikan kitab suci tepatnya di surah Al-Baqoroh dan Ibrahim, disitu sudah tercatat suci bahwa seseorang yang beriman adalah orang yang mampu bersabar atas semua ujian yang menghujahnya. Selanjutnya dinilai dari seberapa dia bersyukur atas karunia Tuhan yang bersemayam. Terakhir, ridho dengan ketentuan dan takdir Tuhan.
Nah, udah keliatan kan? Ada ya narasi yang menceritakan jika mandi adalah sebagian dari iman? Kadang jika kembali terngiang hal ini otak pucatku terkekeh. Ada-ada saja material teoritik umat sekarang.
Dan yang paling gokilnya ada lagi alibi atau apalah itu yang mengatakan bahwa “bersih pangkal sehat.” Tapi nayatanya, orang yang bersih belum tentu sehat. Kita juga masih bisa menikmati sorot catatan penampakan berapa banyak nyawa-nyawa yang nyaris terkubur, padahal sudah sangat menjaga kebersihan dan mandi selayaknya. Dan tak selalu dan tak selalu orang yang jarang mandi ditambah lagi kurang menjaga kebersihan, malah jarang beradu dengan potensi penyakit-penyakit yang kadang menggoda manja.
Memang penggunaan air tidak bisa dilepas paksa dari kehidupan kita. Bisa dibilang kehidupan dan air sudah mendarah daging. Air kita gunakan untuk mandi, mencuci baju, dan rutinitas lain yang menggunakan air.
Nah dalam penggunaan air yang kompleks kita menggunakan media lain untuk ritual pembersihan seperti sabun, sampo, dan perangkat lain yang menemani rutinitas kita dalam hal pembersihan hingga membuat kita beradu dengan kotoran dan hal-hal yang perlu dibersihkan.
Dan tau gak sih? Faktanya, bahan-bahan pembersih ini mengandung zat kimia yang salah satu namanya sodium klorida. Nah, sodium klorida ini merupakan senyawa yang dapat menyebabkan permukaan kulit menjadi panas jika terkontaminasi langsung dengan air. Apalagi ditambah dengan jenis kulit yang sensitif, hal ini dapat membuat kulit menjadi kemerahan.
Masalahnya adalah efek yang ditimbulkan akibat dari kebiasaan ini. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia ditahun 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Jika dikalkulasikan antara banyaknya penduduk yang bercengkrama di Indonesia dengan jumlah air yang digunakan. Maka hasilnya akan sangat mengerikan. Tidak percaya? Yuk beralih kekalkulator.
Okay, kita kalkulasikan dengan hitungan yang paling rendah serendah-rendahnya saja yaa manteman. Tapi sebelum itu kita kembali ke fokus ritual mandi. Misal, saat mandi kita membutuhkan 10 liter air setiap kali mandi. Jadi, jika mandi dua kali dalam sehari maka air yang digunakan sebanyak 20 liter perorang dalam sehari. Sampai disini paham ya? Lanjut mang!
Berdasarkan jumlah penduduk dari perhitungan Supas maka, 266 penduduk Indonesia yang mandi dengan 20 liter perhari maka jumlah air yang digunakan sebanyak 5.320 liter perhari. Uh, angka yang sangat fantastis! Mengerikannya adalah air sebanyak ini telah berkontaminasi dengan sodium klorida. Dan coba aja bayangin bersama, bagaimana kondisi lingkungan sekitar kita.
Pertama, kehidupan tanah, bagaimana dampak yang ditimbulkan air akibat kontaminasi ini terserap langsung ke tanah, dan bagaimana kehidupan makhluk yang tinggal dan bergantung di tanah. Misal bagaimana kehidupan para seranggga, pohon, dan tumbuhan lain? Ya meskipun tanah dapat menetralisir zat kimia ini, namun ironisnya adalah ketika hal ini berlanjut terus menerus dan dalam kuantitas yang semakin bertambah, bukannya kemampuan tanah juga jadi berkurang untuk mentralisir hal ini?
Jadi, kita tidak boleh ngeluh dong, jika pada kenyataannya hasil panen berkurang atau mungkin gagal, karena kondisi tanah yang buruk ditambah lagi populasi serangga penyerbuk yang berkurang. Gimanan sih? Mau hasil panen maksimal tapi kepekaan minimalis. Mau enak kok ribet amat mamang.
Selanjutnya adalah kondisi histeris kehidupan biota laut yang terjun bebas ditengah gegap gempita hiruk piruk kehidupan manusia. Coba sama-sama bayangin deh ya, gimana kondisi laut saat air sebanyak 5.320 liter mengalir bebas ke laut, yang kemudian zat kimia ini tersentuh langsung pada ikan-ikan mungil dan makhluk lain di laut tanpa segores dosa pun, apa nyawa ikan ga terseret paksa dibuatnya?
Ya meskipun laut mengandung garam yang juga bisa menghambat sodium klorida, namun fungsi garam ini hanya menghambat bukan menetralkan. Nah apalagi dalam jumlah yang sangat mencengangkan seperti ini ditambah dengan rutinitas seperti ini yang berkelanjutan terus menuerus dan bahkan kuantitasnya bisa lebih besar. Apa kabar laut kita hari ini?
Hei! Ini baru penggunaan air yang hematnya sampai ke ubun-ubun. Belum lagi dengan anak muda yang tema hidupnya galau sejagad raya penggunaan airnya akan lebih besar dan parahnya dibarengi dengan kontes biduan tunggal di kamar mandi. Nah penggunaannya bisa lebih dari 20 liter perhari. Dan yang perlu digarisbawahi adalah ini baru penggunaan air saat mandi, belum ditambah dengan aktivitas lainnya.
Berdasarkan hal ini saya bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya kaum yang jarang mandi adalah pahlawan lingkungan. Kenapa? Kaum yang jarang mandi lebih membuktikan aksi nyata terhadap rasa cintanya pada lingkungan, dari pada kaum yang hanya berkoar-koar di luar sana yang katanya “Selamatkan bumi kita,” yang katanya “Aku cinta lingkungan.” Ah bulshit! Hanya katanya saja untuk bertahan di dunia yang bringas ini tak cukup. Mikir dong!
Penulis: D.A. Fauziah