mimbaruntan.com,Universitas Tanjungpura-Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Eddy Suratman mengingatkan sejumlah tantangan ekonomi yang akan dihadapi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) selama lima tahun ke depan.
“Melambatnya pertumbuhan ekonomi, faktor internal serta eksternal Indonesia,” kata Eddy yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Minggu (19/10/2014).
Menurut dia, perekonomian Indonesia pada tahun 2015 akan ditandai dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang trennya sudah tampak tiga tahun terakhir ini. Pada tahun 2012, misalnya, ekonomi tumbuh 6,2%, menurun menjadi 5,8% setahun berikutnya, sedangkan pada tahun ini diperkirakan berkisar di angka 5,3%.Sementara itu, dalam visi, misi, dan program Jokowi-Jusuf Kalla, menargetkan rata-rata sekitar 7% pada periode 2015-2019. “Realisasi besaran pertumbuhan ekonomi ini jauh lebih rendah daripada target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Jokowi dan Jusuf Kalla,” ujar dia.
Dia menambahkan bahwa penurunan itu akan berimplikasi terhadap kondisi kesejahteraan rakyat yang diukur dari besaran tingkat pengangguran dan kemiskinan. Faktor internal, lanjut dia, hambatan yang muncul, antara lain lambannya penyediaan infrastruktur, lemahnya penegakan hukum, masih rendahnya kualitas tenaga kerja, dan masih terus munculnya masalah-masalah pengelolaan birokrasi yang menimbulkan inefisiensi ekonomi dan menghambat investasi.
“Kondisi itu membuat pemerintah sulit mengatasi defisit transaksi berjalan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, pelebaran defisit neraca perdagangan akan mendorong pelebaran defisit transaksi berjalan dan memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah. Selain itu, kondisi domestik lainnya adalah permasalahan kualitas belanja, termasuk penyerapannya, menjaga stabilitas harga, dan menjaga stabilitas sistem keuangan, kemudian meningkatkan daya saing investasi.
Dalam hal ini perlu melakukan sinkronisasi antara peraturan dan perizinan pusat dan daerah serta perbaikan dan peningkatan infrastruktur, termasuk listrik, lalu peningkatan pertumbuhan inklusif. “Tantangan yang muncul dari faktor eksternal, yakni pemerintah AS mengeluarkan kebijakan pengurangan stimulus ekonomi yang akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia, baik melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan,” katanya.
Dia mengakui, di satu sisi, kebijakan tapering off yang merupakan sinyal perbaikan ekonomi AS, akan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara adidaya tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. “Perbaikan ekonomi AS tentu saja akan mendorong peningkatan daya beli masyarakat AS sehingga kebutuhan barang-barang impor dari negara berkembang seperti Indonesia akan meningkat,” tukasnya.
Di sisi lain, perbaikan ekonomi AS juga akan memicu investor global untuk menarik dana-dananya di emerging markets, termasuk Indonesia, untuk ditanamkan pada sektor-sektor ekonomi di AS. “Kondisi ini menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah akibat terjadinya penarikan modal (capital outflow),” ujarnya.
Eddy Suratman mengatakan, jika Jokowi-JK ingin mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 7% pada tahun 2015, tidak ada cara lain, mereka harus bisa melakukan perubahan mendasar dalam postur APBN 2015 dengan mengurangi subsidi BBM. Subsidi tersebut, kata dia, dialihkan menjadi belanja modal untuk membangun infrastruktur di perdesaan dan juga bantuan sosial dengan program produktif bagi keluarga miskin.
“Dari aspek kebijakan, pemerintah juga dapat mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah, peningkatan defisit transaksi berjalan, dan juga peningkatan inflasi dengan kebijakan fiskal,” katanya. Antara lain berupa pengenaan tambahan pajak penjualan barang mewah untuk produk spesifik, peningkatan porsi biodisel dalam porsi solar, pengurangan PPh untuk industri tertentu, optimalisasi pajak pendapatan untuk insentif investasi, perbaikan tata niaga untuk memenuhi kebutuhan, penyederhanaan perizinan investasi.
“Kebijakan fiskal ini tentu saja tetap harus dibarengi dengan kebijakan lain yang lebih struktural dan berdimensi jangka menengah, seperti percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas belanja, termasuk belanja pemerintah daerah, meningkatkan kepastian hukum, dan reformasi birokrasi serta kebijakan percepatan hilirisasi produk-produk pertanian, perkebunan, dan pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi,” ujar Eddy. (Antara) WID.
Sumber : http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/10/19/307098/akademisi-pemerintahan-baru-hadapi-tantangan-ekonomi