Pada 1933 timbul satu angkatan yang menyatakan diri sebagai Pujangga Baru. Nama itu bermula sebagai nama majalah yang terbit mulai tahun itu. Penerbitan Pujangga Baru ialah realisasi dari hasrat untuk menyatukan para pengarang dari berbagai suku, daerah, ataupun agama. Berbeda dengan majalah pada umumnya yang memuat karya sastra sebagai tulisan sampingan. Pujangga Baru semata-mata menitikberatkan materi kesusastraan dan bahasa.
Kala itu Indonesia sebagai identitas nasional belum mewujud, namun proses ke arah pembentukan formal kebangsaan Indonesia yang menyatukan berbagai suku di Nusantara tengah berlangsung. Di arus itulah Pujangga Baru menyatakan, “Kesusastraan itu gambar tinggi rendahnya derajat semangat suatu bangsa pada suatu masa, tetapi dalam pada itu pun setiap masa ia sebagai pembangun, penggerak dan pendorong dalam segala cabang penghidupan” (HB Jassin tentang Pujangga Baru, 1961).
Penerbitan (dan kelahiran sebuah angkatan dalam kesusastraan modern Indonesia) Pujangga Baru adalah realisasi dari hasrat untuk menyatukan tenaga cerai berai pengarang Indonesia yang sebelumnya telah kelihatan hasilnya dalam berbagai majalah. Dalam perjalanan sejarah puisi modern Indonesia, sajak-sajak corak baru mulai tampak kuartal terakhir tahun 1931. Majalah Panji Pustaka tahun IX nomor 81 terbitan 9 Oktober 1931 halaman pertama memuat sajak JAS Affandi “Borneo Kusayang”. Maka orang pun mendapat semacam kejutan membaca sajak karya JAS Affandi ini. Sajak itu telah mewarnai halaman puisi Panji Pustaka adalah sajak semodel yang diperkenalkan oleh Muhammad Yamin, terutama soneta dalam bahasa Melayu. JAS Affandi sebagai seorang penyair kemudian akan terkenal sebagai pembantu Pujangga Baru sebagaimana juga OR Mandank, Yogi, AM Dg Mijala dan lain-lain.
Bersama JAS Affandi, dikenal pula Gusti Sulung (GS) Lelanang (dituliskan Lalanang). Salah satu sajaknya, Bunga Jelita, dimuat Pujang Baru tahun III edisi nomor 3 terbitan September 1935.
Kutipan sajak “Bunga Jelita” karya GS Lalanang (Gusti Sulung Lelanang):
Cenderawasih burung dewata
Hinggap sebentar di ranting dahan
Paras elok sebagai didandan
Molek penaka bunga jelita
Bulu badan merah berkilau
Himbuhan sayap kuning permai
Panjang lelak indah tersurai
Kepala berbulu warna hijau
Kepak dibabar terbang mengawan
Hilang lenyap di hati terpaku
Sukma bernyanyi mendayu-dayu
Kalau bersayap kan diturutkan
Menjadi kawan penawar pilu
Beta ditinggal merindu sendu
JAS Affandi (dan GS Lalanang) kentara sebagai pengarang yang selama ini tersembunyi, terselip, dan tersamar dalam puisinya.
Dan keduanya, Affandi dan Lalanang, adalah kelahiran Ngabang Kalimantan Barat.
Penulis : Syafaruddin Usman MHd