mimbaruntan.com, Untan- Sekretariat Jenderal (Setjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja dan focus group discussion (FGD) bersama akademisi dan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tanjungpura Pontianak, di Aula Magister FISIP Untan, Jum’at, (28/11).
Kegiatan kunjungan kerja ini dimanfaat oleh Setjen DPR RI untuk memperoleh masukan dari akademisi FISIP Untan terhadap format laporan kinerja tahunan DPR RI meliputi buku besar, Executive Summary (Exum), serta buku memori. M. Najib Ibrahim selaku musyarawah pimpinan DPR RI mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh masukan guna melaksanakan akuntabilitas dari pelaksanaan kinerja DPR RI.
“Kita ingin mendapatkan masukan agar bagaimana bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan kinerja DPR RI, maupun setiap tahunnya dan juga diakhir masa jabatan anggota DPR RI. Sehingga kinerja DPR itu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dan report-nya dalam bentuk buku itu bisa sesuai dengan harapan masyarakat”, ungkapnya ketika ditemui seusai acara.
Baca juga:Polemik Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Oleh MPR
Dalam kesempatan tersebut, selain menyampaikan masukan, salah satu akademisi FISIP Untan, Jumadi juga menyampaikan empat poin evaluasi terhadap kinerja DPR RI, periode 2014-2019. Ia mengukur kinirja DPR RI sebagai bentuk evaluasi dengan membandingkan seberapa besar pelaksanaan fungsi dapat terimplementasi oleh DPR RI. Adapun poin evaluasi yang disampaikan Jumadi, antara lain:
- Kurang produktifnya Fungsi Legislasi. Ketergesa-gesaan DPR RI dalam mengesahkan beberapa RUU menjadi UU diujung akhir jabatan misalnya, bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kurang baiknya kinerja legislasi. Indikator kuantitatif yang bisa digunakan adalah dengan membandingkan kehadiran dan jumlah produk yang dihasilkan.
- Secara kuantitatif, kinerja bisa juga dilihat bagaimana anggota DPR mampu merumuskan dan memperjuangkan pendapatnya sebagai kristalisasi aspirasi masyarakat agar menjadi keputusan pemerintah, baik dilevel pusat maupun tingkat daerah. Kemampuan anggota DPR dalam melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan dibasis konstituensi untuk disuarakan menjadi ide DPR juga masih agak lemah.
- DPR belum maksimal dalam membangun keseimbangan dan mengontrol pelaksanaan kegiatan pemerintah/eksekutif. Hal ini dapat diukur dari minimnya pembahasan oleh DPR terhadap temuan dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu juga publik merasakan DPR tidak memberikan kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memihak kepada masyarakat, seperti kenaikan Sembako, BBM dan Tenaga Diesel Listrik.
- Sering terjadi transaksional dalam menjalankan fungsi anggaran. Indikator untuk mengukur kinerja fungsi anggaran adalah kapabilitas, lemahnya kemampuan DPR dalam pembahasan anggaran dari lemahnya kemampuan DPR dalam pembahasan anggaran dari lemahnya kemampuan eksekutif (RAPBN), membuat DPR tidak mempunyai alternatif dan koreksi yang signifikan terhadap mata anggaran yang diajukan eksekutif. Masih banyaknya pembahasan anggaran yang dilakukan secara tertutup atau kurang transparan membuat ruang yang nyaman bagi oknum untuk melakukan penyimpangan anggaran dalam pembahasan di DPR.
Penulis: Mita A.
Editor: Nurul R.