Kantong plastik diperkenalkan pada dunia oleh Alexander Parkes, di London pada 1892. Sejak itu perkembangannya berlangsung sangat cepat. Sesudah Perang Dunia II, diperkenalkan berbagai jenis kemasan plastik dalam bentuk kemasan fleksibel maupun kaku. Beberapa jenis kemasan plastik yang dikenal antara lain polietilen, polipropilen, poliester, nilon, serta vinil film. Bahkan selama dua dasawarsa terakhir menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, pangsa pasar dunia untuk kemasan pangan telah direbut oleh kemasan plastik.
Selain itu, data Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) ada 32.000 gerai menghasilkan 9,6 juta kantong plastik perhari atau 21.024 hektar per tahun. Serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencatat penggunaan kantong plastik di Indonesia, lebih dari 1 juta permenit.
Menurut data statistik dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) pada tahun 2018, jenis sampah plastik salah satunya kantong plastik sebesar 542,62 juta ton jika diakumulasikan di seluruh kabupaten atau kota di Indonesia. Sedangkan untuk di kota Pontianak sendiri, sampah plastik menduduki posisi kedua setelah sampah organik, yaitu 5,57% atau 21.723 ton dari jumlah sampah yang ditimbun di TPA Batulayang sebesar 390.000 ton.
Bahaya Kandungan Kantong Plastik
Kantong plastik tidak selamanya bisa membahayakan kesehatan tubuh. Kantong plastik yang berbahaya adalah ketika digunakan untuk menjadi wadah makanan. Ketika makanan panas berkontak langsung dengan plastik maka akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan kesehatan terganggu.
Hal ini dipaparkan langsung oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada 2009 lalu kepada publik tentang kantong plastik khususnya yang berwarna hitam agar tidak digunakan untuk mewadahi makanan siap santap. Ini disebabkan kantong plastik banyak mengandung bahan-bahan kimia yang sangat berbahaya.
Bahan-bahan berbahaya itu salah satunya adalah Dioctyl phthalate (DOP). Kandungan jenis ini saat diteliti di Swedia pada tahun 2008 dan catatan dari jurnal preduce, memiliki sifat toksisitas yang cukup berbahaya dan memungkinkan akan menganggu sistem imunologi serta pernapasan. Selain itu, ada Zat Benzen yang sangat sukar untuk dilumat oleh sistem pencernaan. Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut oleh lemak serta memicu munculnya kanker.
Kantong plastik juga memiliki kandungan karsinogen yang dapat menyebabkan Endocrine Disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
Dosen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura, Intan Syahbanu mengatakan plastik apabila terkena panas maka akan memecahkan molekul yang ada.
“Kalau plastik di bakar sembarangan, akan muncul zat bahaya yaitu zat tiroksin yang sifatnya karsinogenik dapat menyebabkan kanker. Lebih baik saat mengunakannya tidak kontak langsung antara makanan dan plastik atau dialasi dengan plastik food grade atau daun,” ujarnya kepada reporter Mimbar Untan pada Selasa, 22 Januari 2019.
Solusi Penanganan Sampah Plastik
Menurut Intan, memilah wadah untuk makanan sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak dan penggunaan kantong plastik. Selain itu, ia mengatakan kantong yang memiliki warna memiliki tingkat keamanan yang rendah terhadap kesehatan manusia.
“Kantong plastik yang berwarna hitam ataupun warna lainnya untuk makanan tidak aman. Karena kantong ini ada beberapa jenis dari kantong yang di daur ulang. Kadang orang itu Me-recyle limbah plastic kemudian campuran itu biasa diberi warna. Kalau mau aman ya gunakan plastik yang Food grade atau plastik yang bening,” tutur Intan.
Selain itu, Earth Hour Pontianak sebagai Komunitas yang bergerak di bidang lingkungan turut serta berupaya untuk meminimalisir sampah utamanya kantong plastik dengan melakukan aksi secara langsung maupun tidak langsung. Hal itu disampaikan oleh Wayan selaku Koordinator yang dihubungi oleh reporter Mimbar Untan melalui Whatsapp.
“Jadi kami ngadain School Campaign kepada siswa di sekolah, dari situ kami memberikan info kepada mereka tentang bahaya sampah plastik terutama kantong plastik ya. Kemudian ngajarin gimana cara mengurangi sampah plastik, yaitu dengan cara bawa tumbler dan tempat makan sendiri ketika jajan.”
Selain itu, ia juga mengedukasi dan mengajak masyarakat melalui media online untuk mengurangi penggunaan sampah plastik.
“Begitu juga dengan aksi Online, kami berbagi info mengenai fakta dan bahaya plastik di sosmed, kemudian ajakan aksi kecil yang bisa dilakukan untuk mengurangi penggunaan plastik itu. Selain itu kita membuat kerajinan-kerajinan dari sampah plastik,”tulisnya.
Aksi nyata juga ditunjukkan oleh komunitas Pipet Kite yang membuat satu inovasi berupa pipet yang terbuat dari bambu untuk mengurangi penggunaan plastik yang membahayakan kesehatan maupun merusak lingkungan.
Co-founder Pipet Kite Pontianak, Claudia menanggapi untuk kesehatan sendiri di plastik sudah sangat berbahaya karena orang yang minum menggunakan sedotan plastik sering kali menggigit-gigit ujung pipet dan akibatnya molekul yang ada di pipet pecah dan tentunya sudah sangat berbahaya bagi kesehatan.
“Disinilah masyarakat sudah harus sadar melakukan hal-hal untuk menyelamatkan bumi maupun tubuh kita sendiri, salah satunya kita bisa melakukan hal-hal kecil seperti tidak menggunakan sedotan plastik,” pungkasnya.
Penulis: Riski Ramadani