Limbah bahan kimia sisa hasil praktikum di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Tanjungpura masih menjadi masalah. Hingga kini pengolahan masih ala kadarnya dan menunggu alat pengolahan limbah di laboratorium terpadu Untan.
Prodi Kimia FMIPA Untan memiliki dua laboratorium yakni laboratorium kimia dasar dan laboratorium riset dan Bioteknologi. Yang setiap harinya memproduksi limbah hasil praktikum mahasiswa. Limbah ini termasuk ke dalam jenis limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
Limbah hasil praktikum itu hanya disimpan dalam dirigen berukuran 20 liter dan drum hingga waktu yang belum diketahui. Praktik ini pun sudah dilakukan dalam 2 tahun ke belakang.
Kewajiban pengelola limbah B3 sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.85 tahun 1999 pasal 10 ayat 1 yaitu; “Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan paling lama 90 hari sebelum menyerahkan kepada pengumpul, pemanfaat, pengelola dan peminjam limbah B3”. Dan dari pasal 10 ayat 2 menyatakan bila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kilogram per hari, penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan lebih dari 90 hari sebelum diserahkan kepada pemanfaat atau pengelola atau penerima atau penimbun limbah B3, dengan persetujuan kepala laboratorium atau instansi yang bertanggung jawab.
Lia Desiarti, selaku kepala laboratorium bioteknologi dan riset mengatakan, meski bertambahnya volume limbah setiap harinya, hingga saat ini FMIPA UNTAN belum dapat untuk melakukan pengolahan limbah secara mandiri karena terbentur undang-undang. “Untuk pengolahan limbah B3, kita tidak diizinkan untuk mengolah secara mandiri, karena ada peraturannya (undang-undang). Ada badan yang memenuhi kriteria tersebut, baru dia boleh melakukan pengolahan. Ada perusahaan yang khusus mengolah limbah, namun letaknya di Bogor, kalau di sini saya rasa belum ada. Hanya disimpan saja,” ungkapnya, Senin (26/11).
Sisa hasil praktikum/Limbah bahan kimia yang dihasilkan dari Laboratorium FMIPA UNTAN adalah paling banyak mengandung asam basa, karena modul-modul praktikum yang telah disesuaikan dengan modul kuliah. Bahan-bahan kimianya tidak terlalu banyak menggunakan logam-logam berbahaya dan hanya menggunakan bahan-bahan yang mudah terurai dan ramah lingkungan.
Penyimpanan Limbah sisa hasil praktikum di lingkungan FMIPA UNTAN telah dilakukan sesuai dengan SOP yang ada, meskipun tidak ada kelanjutan dari pengelolaan limbah tersebut.
Cara penyimpanan limbah dilihat dari bentuk limbah yang dihasilkan. Dari limbah yang pekat, kemudian diencerkan terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam wadah limbah untuk disimpan. Agar konsentrasinya jadi lebih mengecil, sehingga limbah yang dibuang itu menjadi berada di bawah ambang batas.
Pihak fakultas sebenarnya telah mengadakan pertemuan untuk pembahasan mengenai pengelolaan limbah secara berkelanjutan yang dihadiri para dosen dan pengurus laboratorium dan juga dekan.
“Dalam diskusi atau pertemuan itu kita mematangkan hal-hal apa saja kita butuhkan dalam pengolahan limbah, dan di dalam diskusi itu kita ajak juga dekan, namun belum pernah kita ajukan secara tertulis. Tentu kita berharap ada unit pengolahan limbah kalau tidak di fakultas ya di Universitas,” ujarnya.
Ismail Astar, satu diantara empat Laboran (asisten laboratorium) yang ada di Laboratorium FMIPA UNTAN mengatakan jika pihak laboran sudah melakukan upaya untuk mengurangi limbah bahan kimia yang mencemari lingkungan.
“Kita sudah mengurangi limbah bahan kimia yang mencemari lingkungan, makanya kita banyak menggunakan paling asam klorida, dan asam basa biasa, jadi ketika dicampurkan sudah jadi garam, dan tidak berbahaya bagi lingkungan,” tuturnya.
Antisipasi terhadap dampak bahaya lingkungan juga telah disiasati oleh pengurus laboratorium tersebut agar tidak menghasilkan limbah berbahaya terhadap lingkungan. Melalui modul yang dibuat dan disesuaikan dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, pihak fakultas masih menunggu pengoperasian instalasi yang sudah disiapkan oleh pihak universitas yaitu laboratorium terpadu, untuk tempat pengolahan limbah yang tersimpan di ruangan.
Ismail mengungkapkan bahwa adanya dana praktikum yang disiapkan untuk dialokasikan untuk wadah tempat menyimpan sisa hasil praktikum.
“Kemudian, dana-dana praktikum kita alokasikan untuk wadah itu. Sebab kalau tidak kita siapkan, kita kebingungan juga mengatasi limbah, jadi kita siapkan wadah itu,” jelasnya.
Mengenai tempat penyimpanan, ia mengatakan bahwa sebenarnya jika dijadikan sebagai tempat menyimpan sisa hasil praktikum secara terus menerus dan berkepanjangan, tergolong tidak layak, sehingga pihak fakultas masih menunggu instalasi yang nantinya akan dijadikan tempat pengelolaan limbah praktikum.
Disela-sela pembicaraan, Ismail bercerita bahwa dulu pihak fakultas pernah membuat alat pengolahan limbah sederhana, namun karena kapasitas yang kecil, akhirnya alat tersebut tidak mampu lagi menampung limbah tersebut. Hingga kini, dengan menyimpan limbah sisa hasil praktikum di dalam dirigen masih digunakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perusakan lingkungan jika dibawa/dibuang ke luar.
Sebelumnya, pihak fakultas sudah mulai menjalin koordinasi dari bawah, mulai dari pihak jurusan ke fakultas, kemudian fakultas ke universitas mengenai masalah penanganan limbah.
“Sebelum adanya laboratorium terpadu, pihak universitas sebelumnya berencana untuk membuat unit pengolahan limbah per-fakultas. Namun jika per-fakultas, membutuhkan biaya yang besar, hingga dibangunlah satu instalasi laboratorium terpusat tidak per fakultas yang nantinya, limbah hasil praktikum dari masing-masing fakultas dapat dikirim ke laboratorium terpadu,” terangnya Ismail.
Ismail berharap terutama pada pengolahan limbah agar dapat lebih cepat dioperasikan, sehingga limbah-limbah yang telah tersimpan tidak terlalu banyak menumpuk.
“Untuk pengolahan limbah lebih cepat lebih bagus bisa dioperasikan, agar limbah-limbah yang ada disini tidak terlalu banyak menumpuk, karena jika terlalu banyak menumpuk, semakin banyak wadah yang kita simpan dan akan semakin banyak lagi makan tempat,” pungkasnya.
Laboratorium Keilmuan Dasar Jadi Solusi
Direktur Eksekutif Project Implementation Unit (PIU) Proyek 7 in 1 Untan, Yoke Lestyowati mengungkapkan bahwa untuk ruang pembelajaran di Gedung Laboratorium Keilmuan Dasar sudah tersedia, sekaligus alat-alat pendukung akan diadakan tahun ini.
“Karena kita menggunakan sumber dana dari Islamic Development Bank (IsDB), yang menyaratkan alat akan di drop jika gedungnya minimal sudah 80%. Jika gedungnya sudah jadi, alat baru bisa di drop,” imbuhnya, Rabu, (13/3).
Ia juga mengkonfirmasi bahwa memang benar akan ada instalasi yang digunakan sebagai tempat pengolahan limbah dari fakultas-fakultas yang bersangkutan.
“Disini kita sudah ada tempat pengolahan limbahnya, karena itu menjadi suatu syarat dan menjadi satu paket dengan panduan lab dan panduan gedungnya. Mengenai operasional tempat pengolahan limbahnya ia mengaku belum memahami secara pasti, namun harus dipikirkan oleh direktur yang menangani masalah tersebut. Namun infrastrukturnya sudah ada,” ucapnya.
Menurut Yoke, Standar Operasional Prosedur (SOP) telah disusun oleh tim terkait dan akan segera rampung setelah alat-alat tersedia. Dikarenakan adanya keterbatasan anggaran, menyebabkan semua alat tidak dapat diadakan sekaligus.
“Standar Operasional Prosedur (SOP) sudah disusun, namun hanya secara garis besar dan akan disempurnakan lagi setelah alat-alat pendukung sudah tersedia. Melihat keterbatasan anggaran, maka ada prioritas-prioritasnya. Nah dari prioritas tersebut SOP-nya akan disempurnakan sesuai dengan alat yang ada,” pungkasnya.
Kasubbag Rumah Tangga Untan, Nuh menerangkan bahwa untuk saat ini gedung-gedung baru termasuk Laboratorium Ilmu Dasar masih dalam tahap pemeliharaan dan regulasi sedang dalam proses pembentukan oleh tim birokrat. “Mungkin bulan Oktober nanti baru bisa digunakan secara penuh. Sekarang masih disusun regulasi atau aturan-aturan terkait gedung-gedung,” terangnya, Rabu (27/2).
Artinya dirigen dan drum berisi limbah masih harus menunggu setidaknya 6 bulan ke depan untuk pengelolaan yang dijanjikan.
Penulis: Nurul R. Maulidia