mimbaruntan.com, Untan- Dokter Soedarso berpostur tubuh sedang seperti orang Indonesia kebanyakan juga selalu tampil penuh semangat. Selain dikenal sebagai seorang yang sederhana, Soedarso juga mempunyai sifat yang tegas dan disiplin. Hal itu dikatakan oleh Agus Setiawan putra kelima Soedarso, ia mengatakan ayahnya memang sosok orang yang tegas dan terbuka.“ Ayah saya orangnya terbuka dan tidak suka menutup nutupi,” Ungkapnya.
Agus merasa sosok seperti Ayahnya itu sekarang tidak ada lagi yang menyerupai sifat dan kehidupannya. Soedarso juga mengajarkan, apa yang bukan menjadi hak kita, jangan sesekali itu di ambil. Ia juga tidak pernah membeda-bedakan pasiennya apa itu agama atau sukunya, termasuk untuk keluarga sendiri itu tidak dibedakan kecuali dalam keadaan mendesak. ”Ayah saya kan praktek swasta, berartikan diakui. Tapi kalau saya kesana berobat tidak bisa sembarangan masuk. Aturan ya aturan, kecuali kalau keadaan emergency(darurat) ya,” ungkapnya.
Putra kelima dokter Soedarso ini kembali menceritakan bagaimana disiplinnya ayahnya itu. Dari cerita ini kita bisa tahu betapa disiplinnya seorang Soedarso dalam mendidik anak-anaknya.Pernah dalam suatu waktu, ketika abangnya mau pamit pergi ke Jerman. Saat itu abangnya ditanya” mau pakai apa? Apakah perlu tiket?,” kata Soedarso. Abangnya pun mengatakan tidak, dan Soedarso pun tidak memberikan uang. Abangnya hanya berbekal tas berangkat. “Ya begitulah abang saya, kalau gak perlu ya gak dikasih,” ungkap Agus.
Ketika Soedarso dijemput oleh sang Maha Kuasa pada tahun 1976. Agus Setiawan sendiri tidak ada di samping sang ayah. Ia berada di Dumai karena pekerjaan dan kabar itu di dapat dari sahabatnya. Ia mengatakan itu memang sudah takdirnya dan memang anak-anaknya sudah diajarkan mandiri dari sejak kecil kemudian sudah terbiasa jauh dengan ayahnya yang sering ditugaskan jauh dari keluarga.
Dilain kesempatan Mimbar Untan berbincang dengan salah satu cucu dokter Soedarso yang sedang mengisi acara di Pontianak, yaitu Hilmar Farid. Beliau yang saat ini menjabat Dirjen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), merupakan anak dari Agus Setiadi putra kedua dokter Soedarso. Hilmar mengatakan bahwa ia sendiri tidak terlalu mengenal secara langsung sosok kakeknya. Saat Soedarso meninggal, Hilmar baru berusia delapan tahun bertepatan juga pada ulang tahunnya yaitu 8 maret 1976. Akan tetapi Hilmar sedikit banyak mengetahui bagaimana sosok sang kakek lewat cerita keluarga dan buku-buku yang ada.
Hilmar menuturkan Dokter Soedarso merupakan orang yang keras.Itu tergambar dalam perjalanan hidupnya. Dalam sepanjang hidupnya Soedarso memang dikenal sering berpindah-pindah tugas. Salah satunya di daerah pedalaman Kalimantan Barat dan masih dalam suasana penjajahan. Dengan tugas yang berpindah-pindah, hal ini juga menyebabkan jarak Soedarso dengan anak-anaknya pun berpencar-pencar. ”Jadi hidupnya saya rasa cukup keraslah, cara mendidiknya juga berpengaruh,” Ungkapnya (24/02).
Hilmar Farid menambahkah sosok keras dari Dokter Soedarso itu dapat tergambar pada bagaimana ia mendidk anak-anaknya. Sri Astuti, putri ketujuh dari Soedarso contohnya. Sebenarnya Sri Atuti itu tidak mau jadi dokter, tapi dipaksa untuk jadi dokter oleh Soedarso. Hingga akhirnya Sri Atuti pun berhasil menyelesaikan dan mendapat gelar dokternya. “Ya memang dokter Soedarso ini terkenal dengan keluarga dokter, seperti nama di Rumah sakit ketapang yaitu dr. Agus Djam dan juga dokter Soeharso di Solo itu mereka masih saudara,” tambah Hilmar.
Penulis : Marna Ideal