“Kita menggunakan kain ini merupakan campaign kecil kita untuk melestarikan budaya. Jangan ketika negara tetangga sudah mengklaim bahwa kain itu punya mereka baru kita kayak kalang kabut sedangkan aksi kita ga ada,” ujar Putra Tarigas dari Corak Insan.
mimbaruntan.com, Untan – Sore itu Rumah Budaya Kampung Bangka tampak ramai oleh muda-mudi yang mengenakan kain beragam motif dipadukan dengan atasan bergaya modern. AIESEC Universitas Tanjungpura (Untan) berkolaborasi dengan komunitas Corak Insan dalam kegiatan “Nyore Berkain” yang merupakan bagian dari agenda Local Project AIESEC Untan, pada Jum’at, (14/7).
Tidak hanya menjadi ajang berkumpul, dalam kegiatan ini dipamerkan pula beragam kain batik dan tenun khas Kalimantan Barat serta beberapa hasil karya peserta Local Project AIESEC Untan, berupa kolase dan tas jinjing dari kain perca. Local Project merupakan proyek volunteer yang diadakan selama satu bulan yang berfokus pada Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung jawab dan nomor 15 tentang Ekosistem Daratan. Adinda Yudiatmira selaku Organizing Commitee President menyebutkan bahwa fashion menjadi isu yang diangkat di minggu kedua Local Project AIESEC Untan ini.
“Sekarang ‘kan, sedang marak budaya pemuda konsumtif dengan terus-menerus membeli pakaian baru. Nah, disini kita ingin menunjukkan kalau kita bisa mengenakan pakaian lama tapi tetap kece,” jelas Adinda.
Baca Juga: Menilik Sejarah Lokal sebagai Bagian Pancasila untuk Karakter Bangsa
Berangkat dengan tujuan yang sama, AIESEC Untan memutuskan untuk berkolaborasi dengan komunitas Corak Insan yang rutin mengadakan Nyore Berkain dalam rangka menekankan pentingnya berkain bagi anak muda.
“Anak muda sekarang jarang sekali pakai kain dan cuma dipakai untuk acara-acara spesial. Target kita dengan Corak Insan sama-sama ingin mencari anak muda yang mau belajar hal baru,” terang Adinda.
Putri Riri Gustini salah satu anggota Corak Insan, mengatakan bahwa adanya komunitas ini untuk mengangkat kembali ketertarikan dan melestarikan mode berpakaian tradisional di era modern, khususnya berkain. Perempuan yang akrab disapa Riri menambahkan bahwa Corak Insan memperkenalkan berkain melalui media sosial dan dari mulut ke mulut. Menurutnya, Nyore berkain menjadi ajang silaturahmi yang dapat mengumpulkan orang-orang yang ingin berkain.
“Kita juga ada kegiatan yang namanya Nyore Berkain, dilakukan setiap sore dengan tujuan silaturahmi dan mengumpulkan lagi teman-teman yang ingin berkain,” terangnya.
Menurut Riri salah satu hal yang menjadi tantangan dalam berkain adalah memadupadankan kain dengan pakaian yang akan dikenakan.
“Kalo berkain itu tantangan nya mix and match, apalagi untuk orang-orang yang berhijab luar biasa tantangan banget.”
Putra Tarigas selaku ketua dari Corak Insan turut menambahkan bahwa tantangan lain dalam berkain adalah banyaknya anggapan bahwa berkain hanyalah untuk perempuan. Tantangan terbesar bagi Corak Insan untuk menjelaskan bahwa berkain juga bisa dilakukan oleh laki-laki. Menurut Putra, berkain merupakan kampanye kecil untuk melestarikan budaya. Corak Insan ingin mengajarkan anak-anak muda akan kekayaan kain di Kalimantan Barat serta memperkenalkan berkain secara perlahan.
“Kita berkain ini merupakan campaign kecil untuk melestarikan budaya. Jangan ketika negara tetangga sudah mengklaim bahwa kain itu punya mereka baru kita kalang kabut sedangkan aksi kita ga ada. Kita juga bukan ahli kain, kita juga bukan orang yang pakar tentang berkain, tapi kita pelan-pelan belajar,” ungkap Putra.
Putra menyebutkan bahwa agar berkain tetap eksis, selain melalui media sosial, juga harus dijadikan kebiasaan oleh diri sendiri. Putra melihat ramainya antusias warga Pontianak untuk berkain setelah selama kurang lebih 6 bulan Corak Insan hadir sebagai wadah untuk berkain.
“Jadi kita membiasakan pakai kain, ga cuma sekedar FOMO. Berjalan kurang lebih 6 bulan, kita melihat antusiasme teman-teman di Pontianak ramai yang mau berkain tapi mereka nggak dapet wadah. Corak insan kemudian menjadi wadah bagi teman-teman untuk bisa berkain,” pungkasnya.
Penulis: Ibnu
Editor: Dedek