Sebanyak 400 ton sampah setiap harinya dihasilkan oleh masyarakat Pontianak. Tidak hanya di daratan, sampah juga mencemari Sungai Kapuas. Butuh penanganan khusus untuk mengelola sampah.
Alif (21) warga Kelurahan Banjar Serasan yang sejak lahir tinggal di kawasan tepian kapuas mengeluhkan berbagai macam sampah yang dibuang ke sungai. Menurutnya sampah ini sangat mengganggu sehingga perlunya pengelolaan yang efektif untuk mengurangi volume sampah. ”Di sini sampah banyak sekali, ini biasanya sampah yang dibuang di sungai, hanyut dan pasang surut air biasanya sampah bisa masuk ke kolong rumah warga,” ungkapnya. Alif meneruskan, meskipun warga setempat sudah membuang sampah pada tempatnya, akan tetapi sampah kiriman yang terbawa oleh arus sungai tetap saja menjadi momok bagi masyarakat Kelurahan Banjar Serasan. “Kadang bingung juga, masalah sampah ini kan bukan hanya satu atau dua orang yang merasakan, tapi kita semua,” lanjutnya.
Keresahan tidak hanya disampaikan oleh Alif, Ani (58) warga setempat juga mengeluhkan hal yang sama. Pria yang sudah 33 tahun tinggal di Desa Kampung Kapur Kelurahan Banjar Serasan ini menjelaskan kondisi lingkungan tidak separah saat ini. Menurutnya sampah yang dihasilkan setiap rumah warga jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk. “Biasenye kami bakar sampah tu, bakarnye di depan rumah, kadang kalau di belakang rumah tanahnye basah lah, kalau kering sih biase dibakar di belakang rumah,” tuturnya.
Sementara Rakiah (55) yang juga warga Gg Mendawai Kelurahan Bansir Laut menyampaikan hal serupa, membicarakan sampah sudah sering dilakukan. Sayangnya dari berbagai pihak terkait masih belum menanggapi persoalan sampah dengan serius. ”Jadi itulah kesulitan kami dalam pengelolaan sampah, terutama yang ada di bawah-bawah rumah,” ungkapnya.
Pengelolaan Sampah oleh Bank Sampah
Inovasi yang sudah dilakukan dan menjadi bagian dari program penanganan dan pengurangan sampah yang ada di Pontianak saat ini oleh Pemerintah Kota adalah membentuk Bank Sampah yang tersebar di berbagai kelurahan di Kota Pontianak. Saat ini, ada sebanyak 14
Disisi lain, Bank Sampah Rosella adalah satu di antara Bank Sampah lainnya yang telah berhasil memberdayakan masyarakat sekitar untuk mengelola sampah. Letaknya berada di Komplek Purnama Agung VII, Blok M No. 15A Kelurahan Parit Tokaya, Kecamatan Pontianak Selatan. Bank sampah ini diketuai langsung oleh ketua RT setempat yaitu Simin (48). Bank sampah Rosella yang didirikan pada tahun 2013 ini telah banyak meraih penghargaan baik dari nasional maupun internasional.
Ketika ditemui oleh reporter di lokasi bank sampah, Simin yang ketika itu sedang sibuk dengan pekerjaannya melayani agen sampah, menyempatkan diri untuk bercerita mengenai perjalanan terbentuknya Bank Sampah Rosella, sambil menulis beberapa catatan hasil timbangan sampah yang akan diberikan kepada agen. Awalnya masyarakat kesulitan untuk mengelola sampah secara terus menerus, namun ketika dilakukan sosialisasi masyarakat akhirnya mulai paham dalam memilah sampah organik dan anorganik. ”Sekitar Tahun 2011-2012 dibentuklah tempat untuk mengelola sampah organik yang dibangun oleh Dinas Kebersihan (red: sekarang Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Produk yang dihasilkan dari pengelolaan sampah organik tersebut berupa pupuk kompos dari alat komposter komunal,” katanya pada reporter.
Saat ini kegiatan inovasi kelurahan dalam pengelolaan sampah melalui Bank Sampah Rosella sudah memiliki kurang lebih 200 nasabah dari masyarakat setempat, pihak swasta, instansi pemerintahan. Bahkan, Bank Sampah Rosella sering mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pameran, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk menjual produk-produk hasil olahan Bank Sampah, dan telah beberapa kali menjual barang mentahnya kepada pengepul yang siap menampung sampah yang ada.
Pembuatan produk-produk yang dihasilkan oleh kader-kader, dilakukan di kediaman masing-masing. Namun, tidak menutup kemungkinan jika masyarakat luar yang ingin belajar tentang pembuatan kerajinan dari barang bekas dapat juga dilakukan di Bank Sampah Rosella, yang akan di bimbing langsung oleh para kader.
Bank Sampah Rosella kini berfokus pada pengelolaan sampah anorganik. Namun, tidak menutup kemungkinan akan menerima sampah organik untuk dikelola menjadi pupuk kompos menggunakan komposter komunal. Kader-kader Bank Sampah juga turut mengedukasi warga sekitar untuk mengedukasi cara mengolah sampah organik dari alat komposter komunal yang telah disediakan oleh kelurahan di kediaman warga setempat.
Simin sempat mengungkapkan bahwa kesuksesan Bank Sampah Rosella ini karena adanya kekompakan sesama tim, dengan sistem manajemen terbuka. Seperti halnya pada hasil penjualan produk dan sistem keuangannya. “Kunci kita beberapa tahun ini masih solid, karena kita memakai sistem manajemen terbuka. Terutama masalah keuangan dari hasil penjualan produk,” ungkapnya.
Adanya kepedulian dari masyarakat mengenai sampah, terlebih masyarakat yang sudah mengerti cara memilah sampah organik dan anorganik, atau pemilahan sampah yang masih dapat dimanfaatkan dan yang harus dibuang ke TPS menjadi harapan bagi Simin. Sesuai pada tujuan utama dari terbentuknya Bank Sampah Rosella ini yaitu untuk mengurangi volume sampah di Kota Pontianak.
“Jika seluruh warga sudah paham dengan baik, otomatis tujuan kita tercapai,” ucapnya. Ia berharap agar seluruh masyarakat dapat bahu-membahu, dalam mengedukasi dan memperingatkan kepada masyarakat tentang bahaya sampah jika dibiarkan dan keuntungan dari sampah bila dimanfaatkan dengan baik.
Selain Bank Sampah Rosella ada juga Bank Sampah Berkah Mendawai yang terletak di Gang Mendawai III, Kelurahan Bansir Laut. Hasil produksi dari Komunitas Bank Sampah Berkah Mendawai yakni pupuk cair dari alat komposter. Alat tersebut dapat menampung sampah-sampah organik yang ada di sekitar lingkungan warga tersebut. Komposter yang terbuat dari drum plastik dimodifikasi dengan selang dan penyaring yang ada di bagian dalam drum.
Alat komposter ini bekerja dengan cara sederhana. Agar tidak terlalu bau, Ibu-ibu di sana membuat sampah organik yang dimasukkan ke dalam komposter yang dicampuri air dengan bahan campuran seperti terasi, gula dan air sungai. Setelah itu, sampah organik hasil dari limbah bahan rumah tangga dimasukkan ke dalam drum. Proses penghancuran memakan waktu berhari-hari, hingga sampah hancur secara otomatis dan mengeluarkan cairan melalui selang kecil yang terpasang di bawah drum. Cairan tersebutlah yang digunakan sebagai sari pupuk organik yang dapat digunakan pada tanaman. Selain cairan yang dihasilkan, sampah padat yang telah diproses dalam drum dapat digunakan sebagai pupuk kering.
Ada sebanyak 3 komposter yang dipasang dan diuji coba dalam 2 bulan terakhir ini. Namun, masih minim bantuan dari warga sekitar untuk turut mengelola alat komposter ini. Komunitas bank sampah berkah mendawai yang beranggotakan sepuluh orang, hanya empat hingga lima warga saja yang terbilang aktif. Hal inilah yang membuat ibu-ibu di sana merasa kurang mendapat dukungan lebih.
Maryamah (33) Ketua Bank Sampah Berkah Mendawai menuturkan meski Bank Sampah telah hadir ditengah-tengah masyarakat, akan tetapi kesadaran dari masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai masih kurang. Ia mengeluhkan kebiasaan masyarakat masih membuang sampah di sungai meskipun sudah ada tempat-tempat sampah yang disediakan. “Daerah mendawai ini kan sudah mau dijadikan tempat wisata caping, jadi ndak enak kalau keliatan banyak sampah same orang-orang luar yang datang. Tapi itu susahnya, warga di sini sudah kayak terbiasa membuang sampah langsung ke bawah kolong rumah yang dialiri air sungai, biarpun sudah ada tempat sampah di masing-masing rumah warga,” keluhnya. Sampah-sampah yang dibuang sembarangan tidak lain berasal dari sampah rumah tangga pemukiman di daerah mendawai. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar yang membuat komunitas Bank Sampah ini belum optimal untuk menjalankan fungsinya.
Bank sampah yang dikelola oleh Ibu-ibu ini masih menggalakkan himbauan kepada warga sekitar untuk ikut aktif memberdayakan bank sampah, namun hingga saat ini yang bisa mereka lakukan hanya dengan sistem jemput sampah masing-masing ke rumah warga. Dengan cara seperti itu, diharapkan warga-warga yang masih belum berpartisipasi dapat tergerak untuk membantu menjaga kebersihan lingkungan.
Dadang Fitrajaya, Kepala Bidang Revitalisasi lingkungan dan Pengembangan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak mengatakan bahwa pihak DLH masih berupaya untuk mendampingi dan membina bank-bank sampah dalam pemasaran produknya.
“Bank sampah ini yang mengelola adalah kelompok-kelompok masyarakat, bukan kami. Namun kami masih mengupayakan agar produk yang dihasilkan oleh bank-bank sampah dapat dipasarkan secara maksimal. Kita masih melakukan pendampingan dan pembinaan dengan mereka, seperti memberi link kepada BUMN dan sebagainya,” ujarnya, Senin (11/3).
Lita Luki, selaku seksi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak berharap agar masyarakat dapat berperan aktif dan membantu mengelola sampah dengan benar sehingga di tahun mendatang, Kota Pontianak berhasil menangani sampah dan menjadi kota dengan penghargaan Adipura. “Kebijakan strategi daerah dalam pengelolaan sampah mempunyai target 2018-2020, Pontianak menjadi bebas sampah atau berhasil menangani sampah,” pungkasnya.
Penulis: Nurul R. Maulidia