mimbaruntan.com, Untan— 71 tahun negara Indonesia merdeka, namun permasalahan anak terlantar di Kota Pontianak belum teratasi. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 34 ayat (1) menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”
Kasus penelantaran anak masih saja terjadi di kota-kota besar, hal tersebut disebabkan karena orang tuanya tidak mampu melaksanakan kewajibannya secara optimal sehingga kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial tidak terpenuhi secara wajar. Menurut salah seorang ilmuwan sosial dunia, Walter A Friedlander, mengatakan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak mendapatkan asuhan secara minimal dari orang tuanya sebab kondisi keluarganya baik ekonomi, sosial, kesehatan jasmani maupun psikisnya tidak layak sehingga anak-anak tersebut membutuhkan adanya bantuan pelayanan dari sumber-sumber yang ada di masyarakat sebagai pengganti orang tuanya.
Selasa, 4 April 2017 waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB. Ikmal (12) dan teman-temannya berjalan kaki sambil membawa gitar dan kaleng bekas. Mereka dari arah Gg. Semut, Kel. Tanjung Hulu, Kec. Pontianak Timur, menuju Pasar Flamboyan Pontianak, untuk mengamen. Hasil ngamen dari pagi hingga sore hari biasanya hanya sebesar lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah. Uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhanya. “Kamek dapat duit hasil ngamen untuk makan bang, orang tue kamek ndak mampu ngasik duit,” ungkap Ikmal saat ditemui reporter Mimbar Untan di Pasar Flamboyan Pontianak.
Dalam hal ini, Ibu kandung Ikmal, Vina (30), menjelaskan bahwa Ikmal ngamen di jalanan atas kemauannya sendiri. Namun menurutnya, sebagian orang memandang bahwa seolah-olah orang tua tidak memperhatikan dan memperdulikan anak. “Kami sih ndak ade nyuruh die, die sendiri yang mau ngamen. Kadang-kadang saye kasian nengok die panas-panas gitu di luar. Anak saye tu pergi dari pagi dapat duit dua ribu, tiga ribu hasil ngamen langsung pergi main ke warnet, balek tak balek sore. Kite ni khawtir becari sana becari sini. Takut di tangkap Satpol PP,” tutur Vina saat ditemui reporter Mimbar Untan di rumah kontrakannya, Selasa (04/4/2017).
Hal senada juga diungkapkan ayah kandung Ikmal, Safarudin (42). Ia menjelaskan bahwa Ikmal ngamen atas kemauannya sendiri, semua yang dilakukan Ikmal tidak ada yang memaksakannya. “saye bilang sama orang-orang, terserahlah orang mau ngomong ape anak saye mau di tangkap atau mau ape saye udah sedang ngajar anak saye. Dan saye liatpun anak saye dapat duit hasil ngamen habis untuk die jak. Payah dah ngabarkan si Ikmal tu,” katanya.
Ia menambahkan bahwa sangat sulit untuk memantau keadaan anak, karena setiap harinya pergi kerja mencari ikan di sungai. “Macam saye ni susah untuk mantau keadaan anak, karena saye kerjenye nelayan, pergi malam jam setengah tujuh udah berangkat kerje dah, balek tak balek kadang-kadang jam sepuluh siang dari sungai tu, begitu terus setiap hari,” ujarnya.
Anak-Anak Dilarang Mengemis
Dalam Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2010 tentang Ketertiban Umum, Pasal 41 ayat (1) hurup (a) sampai (d) menyatakan bahwa setiap orang atau badan dilarang :
(a). mendatangkan/menampung dan /atau mempekerjakan seorang atau sekelompok orang sebagai pengemis dan atau peminta-minta belas kasihan orang lain dalam wilayah daerah.
(b). meminta-minta belas kasihan orang lain atau mengemis dirumah ibadah, perkantoran, jalan umum, dipersimpangan jalan yang termasuk daerah milik jalan yang terdapat traffic light, atau tempat-tempat umum lainnya di dalam wilayah daerah.
(c). meminta bantuan atau sumbangan dengan cara atau alasan apapun, baik dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama dijalan, angkutan umum, rumah tempat tinggal, kantor dan tempat umum lainnya kecuali atas izin tertulis dari kepala daerah,
(d). melakukan aktivitas berjualan dipersimpangan jalan yang termasuk daerah milik jalan yang terdapat traffic light.
Berdasarkan informasi yang diterima dari Ikmal (12), I’am (11), dan Herman (16) waktu di temui reporter Mimbar Untan di warung makan Tanjung Raya II, Pontianak, pada Maret 2017, bahwa anak yang ngamen di Kota Pontianak itu sebanyak 27 orang yang terdiri atas 18 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Kemudian menurut data yang diperoleh dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Kalimantan Barat, bahwa di sepanjang tahun 2015 tercatat kasus hak kuasa asuh dan penelantaran anak yaitu sebanyak 38 orang, dan tahun 2016 tercatat sebanyak 27 orang. “Yang menangani permasalahan anak jalanan terlantar ini adalah perannya Dinas Sosial kota maupun provinsi. KPAID hanya mengawasi kerja mereka, kami tidak boleh terlibat aktif disitu,” ungkap Achmad Husainie selaku Ketua KPAID Kalbar periode 2015-2016.
Negara yang diwakili pemerintah, khususnya pemerintah daerah Kota Pontianak harus bertanggung jawab dalam menangani permasalahan anak terlantar di Kota Pontianak. Seorang anak mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bahwa seorang anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Asih Setiawati, selaku Kepala Subbidang (Kasubbid) Pemberantasan Traficking dan Tindak Kekerasan, pada Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Kalimantan Barat, menjelaskan bahwa kalau sudah mendapatkan data kasus dari KPAID Provinsi Kalbar, berarti hal tersebut menurut Asih benar adanya. Maka dari itu kata Asih, BP3AKB akan berusaha memberikan hak pada seorang anak. “Sosialisasi terus dilakukan kepada orang tua dan lembaga yang memang itu tupoksinya adalah untuk anak, misalnya Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan KPAID serta badan kami sendiri, supaya tidak terjadi penelantaran terhadap anak,” katanya.
Kepala Dinas Sosial Kota Pontianak, Aswin Djafar, menjelaskan bahwa keberadaan anak anak terlantar di Kota Pontianak, di anggap sebagai permasalahan sosial yang cukup kompleks. Berbagai program penanganan terhadap anak terlantar telah dilakukan oleh pemerintah daerah Kalimantan Barat baik di tingkat provinsi maupun kota. Aswin mengatakan, Dinas Sosial Kota Pontianak memiliki berbagai Program bantuan bagi penduduk yang kurang mampu, seperti bantuan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan Program Keluarga Harapan (PKH). “Sebenarnya paket pemerintah udah lengkap, hanya kadang-kadang kembali lagi pada orangnya, mentalnya malas. Nah mungkin ada permasalahan dari keluarga, ya karena masalah sosial, narkoba dan lain sebagainya,” tuturnya.
Aswin menambahkan, Dinas Sosial Kota Pontianak sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menangani permasalahan anak-anak yang beraktivitas dijalanan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan cara merazia anak tersebut. “Kalau ketemu kita tangkap, anak-anak yang beraktivitas dijalanan itu sudah sering ditangkap, tapi memang anak itu ada yang sekolah juga, nah bagaimana kita mau tangkap, dia masih sekolah. Ya mau tidak mau kita harus lepaskan. Setiap malam kita turun patroli, tapi dia kucing-kucinganlah, kita ada, dia lari. Jadwal kita piket itu kan jam tujuh sampai jam sepuluh malam,” katanya.
Lebih lanjut, Aswin menjelaskan bahwa solusinya memang hal itu kembali lagi pada orang tuanya masing-masing. Yang perlu ditegaskan itu, menurut Aswin adalah orangnya jangan sampai mentalnya itu terpengaruh dengan lingkungan yang rentan dengan masalah sosial. “Sekarang kita sudah ada Badan Amil Zakat, nah kalau mereka itu benar-benar membutuhkan tinggal datang aja minta bantuan, itu sebenarnya bisa difasilitasi,” pungkasnya.
Penuhi Hak Asasi Pada Anak Terlantar
Negara, Pemerintah dan Masyarakat sebagai organ penyelenggara negara mempuyai tanggung jawab pemeliharaan dan pembinaan terhadap anak terlantar. Kewajiban dan tanggung jawab tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pasal 20 menyebutkan bahwa “Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”. Dengan demikian, penanganan masalah anak terlantar bukan semata-mata tanggung jawab negara dan pemerintah saja, melainkan tanggung jawab kita bersama.
Dalam hal ini, Tian Sandu Arista, bagian Analisis Pengaduan Komnas HAM Perwakilan Kalbar, menjelaskan bahwa pemerintah, khususnya pemerintah Kota Pontianak serta masyarakat bertanggung jawab untuk melindungi seorang anak tanpa terkecuali termasuk anak terlantar. Menurut Tian, seorang anak itu harus dipelihara seperti yang terdapat dalam pasal 34 ayat (1) UUD 1945, yaitu Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. “Yang mempertanggung jawabkan seorang anak itu adalah pemerintah dan masyarakat, karena anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuagan bangsa. Mereka memiliki peran yang sangat strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara dimasa depan,” jelasnya.
Jika terjadi suatu pelanggaran mengenai hak-hak anak termasuk anak terlantar yang rentan akan kekerasan baik fisik maupun seksual, serta eksploitasi ekonomi, menurut Tian semua menjadi perhatian negara melalui alat-alat neara seperti Kementerian Sosial, Dinas Sosial, Pemberdayaan Ibu dan Anak, dan lain sebagainya. “Jika kita menemukan anak terlantar di jalanan, maka kita harus telusuri terlebih dahulu, apa faktor penyebabnya, bisa jadi faktornya ekonomi keluarga yang tidak memadai atau mungkin faktor kejahatan lainnya,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa jika ada anak-anak yang tidak terpenuhi haknya, maka negara melalui pengacara atau jaksa-jaksa negara dapat mengambil paksa anak-anak mereka untuk mendapatkan hak-haknya secara layak seperti menempatkannya di panti asuhan yang memiliki fasilitas untuk menunjang kebutuhan anak tersebut. “Maka dari itu disediakan panti asuhan anak, rehabilitasi anak. Mereka harus mengambil itu, mengambil secara paksa. Kalau orang tuanya yang memaksa mereka mencari secara ekonomi dijalanan, mengeksploitasi secara ekonomi itu tidak bisa, itu bisa dipidanakan. Orang tuanya tidak mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap anak anaknya, maka negara sebenarnya wajib untuk merampas anak tersebut dari keluarganya,” terangnya.
Dalam hal ini, Dosen Hukum Tata Negara, pada Fakultas hukum, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Edi Suasono, menjelaskan bahwa dari aspek konstitusi, regulasi Undang-Undang serta Peraturan Daerah sudah cukup jelas dalam memberikan hak-hak pada seorang anak. Untuk itu pemerintah daerah khususnya Kota Pontianak harus konsisten dalam menanggulangi masalah anak terlantar, fakir miskin dan lain sebagainya. “Nah sekarang regulasinya sudah jelas, pemerintah tinggal mengimplementasikan. Tentunya dalam mengimplementasikan itu berkaitan dengan anggaran, karena hal tersebut tidak cukup hanya menertibkan saja, akan tetapi bagaimana pemerintah daerah Kota pontianak memberdayakan orang tua nya,” jelasnya.
Edi menambahkan, dalam memberdayakan masyarakat, pemerintah daerah Kota pontianak jangan bersifat sporadis dan insidentil saja, akan tetapi juga harus memberikan bantuan modal dan skill kepada mereka, karena menurut Edi regulasi peraturannya sudah cukup jelas, hanya saja bagaimana pemerintah daerah Kota Pontianak melaksanakan aturan tersebut. “Ini kan berkaitan dengan masalah keadilan dan lapangan pekerjaan, nah ketika masyarakat itu sudah memiliki skill, memiliki mata pencarian, saya yakin masyarakatpun malas mau minta-minta di jalanan. untuk itu, program pemerintah harus konsisten dan berkelanjutan,” tegasnya.
Penulis : Dadang M. Sukri