Mimbaruntan.com,Untan- Ditemui bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan seminar nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah se-Indonesia (IKAHIMSI) dengan tema Membangun Keberagaman Etnis Melalui Kesadaran Sejarah, Agus Sastrawan Noor, ketua program studi pendidikan sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan) menyatakan berbagai pendapat nya, Sabtu (10/11).
Menurut nya, keberagaman etnis di Kalbar merupakan bukti adanya kemajemukan yang harus dijaga melalui kesadaran sejarah.
“Bahwa keberadaan etnis di Kalbar sudah menjadi keniscayaan, membuktikan kemajemukan, kita heterogen. Tugas kita selanjutnya bagaimana membuat harmonisasi sosial khusus nya dengan memahami kultur yang berbeda dan selanjutnya tinggal mengelola kemajemukan itu melalui memori kolektif bangsa, kesadaran sejarah untuk modal kedepan,” ungkapnya nya.
Baca Juga: Prodi Sejarah FKIP Untan Selenggarakan Seminar Nasional Tentang Keberagaman Etnis di Indonesia
Ia mengatakan bahwa sejarah di Kalbar sesungguhnya merupakan bagian dari sejarah nasional di Indonesia.
“Memang sejarah nasional awalnya dari sejarah lokal, namun tidak semua sejarah lokal bisa menjadi sejarah nasional. Maka ada yang namanya seleksi, data dan lain sebagainya. Tinggal bagaimana kita yang ada di Kalbar dapat menjadikan sejarah lokal kita sebagai bagian dari sejarah nasional. Banyak peristiwa sejarah di Kalbar tidak tersentuh. Oleh karena itu, tantangan kedepan diperlukan penelitian, kajian yang bersifat lokal tapi bernuansa nasional,” tambah nya.
Sebagai seorang sejarawan, menurut nya diperlukan pula kader muda seperti halnya mahasiswa di Kalbar untuk dapat memperkaya khasanah sejarah lokal dan juga etnis yang ada di Kalbar itu sendiri.
“Saya sangat bersyukur dengan adanya prodi sejarah di Untan, itu berarti saya mempersiapkan generasi muda yang bisa meneliti tentang sejarah lokal yang belum tersentuh oleh masyarakat dan dapat ditulis, dikaji dan diteliti oleh mahasiswa sehingga dapat memperkaya khasanah, budaya maupun perkembangan sejarah lokal yang berkaitan dengan keberadaan di Kalimantan Barat,” imbuhnya.
Sementara menurut Abdul Latif Bustami, staf ahli warisan budaya tak benda yang juga sebagai pemateri dalam kegiatan seminar tersebut menyatakan setidaknya perihal korelasi antara sejarah, sejarah lokal dan keberagaman, maka sejarah harus afirmatif.
“Saya rasa kedepannya sejarah harus afirmatif. Baik itu berdasarkan jenis kelamin, etnis dan karakteristik lainnya dan saya yakin Kalbar bisa mencapai itu semua,” pungkasnya.
Penulis : Rio Pratama
Editor : Sekar A.M.