Apakah kita sudah merdeka. Mungkin jawaban ini seluruh orang bisa menjawabnya karena sudah diproklamirkan oleh Bapak Ploklamator kita. Secara tertulis memang kita sudah merdeka. Namun, secara realita kesehariannya kita masih belum ‘merdeka’.
Bulan Agustus memang bulan kemerdekaan. Sebagai anak bangsa yang dikandung oleh bumi pertiwi, sudah sepantasnya kita mensyukuri kemerdekaan republik tercinta ini tiap tanggal 17 di bulan tersebut. Tahun ini, usia Indonesia menginjak 76 tahun. Sebuah usia yang sangat matang jika melekat pada manusia, tapi masih sangat muda jika itu melekat pada sebuah bangsa.
Sudahkah kita benar-benar merdeka dalam arti yang sesungguhnya? Kemerdekaan bukan hanya diukur ketika kita telah memiliki sebuah wilayah, pemerintahan dan rakyat sendiri. Kalau kita mau jujur, kondisi kita saat ini justru jauh lebih parah dibandingkan pada masa penjajahan.
Pada masa penjajahan, kita memang menderita karena fisik kita dijajah. Tapi, pada masa itu nilai-nilai kebersamaan, kegotong-royongan, dan sikap mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadi masih sangat kental di antara masyarakat. Sekarang, di masa kemerdekaan, betapa banyak yang salah menggunakan makna kemerdekaan. Nilai-nilai itu terkikis oleh berbagai kepentingan pribadi dan “agresi” dari luar.
Sejarah penjajahan dengan gaya baru memasuki bumi pertiwi. Orang lebih suka menggunakan pakaian dengan label luar negeri. Tempat-tempat makan dengan menu luar negeri diserbu siang dan malam. Serta, tak terhitung berapa ratus ribu anak bangsa yang saat ini menyandang nama yang berbau luar negeri pula. Siapakah yang bertanggungjawab dengan kondisi seperti ini?
Kita semua sepakat, kita harus merdeka dalam semua aspek. Merdeka dalam bertutur, merdeka dalam pemikiran, merdeka secara ekonomi, merdeka terhadap lingkungan dimana kita berada, dan yang paling utama “kemerdekaan nurani”.
Pepatah yang cocok buat negeri ini adalah ‘ayam mati di lumbung padi’. Kita memiliki semuanya tapi kita tidak bisa menikmatinya. Pemerintah bukan lagi pengayom masyarakat tapi preman pasar yang sedang meminta upeti kepada masyarakat.
Beberapa bukti kita belum merdeka secara utuh:
1. Kita masih belum bebas menggunakan Bahasa Indonesia di Negara sendiri. Dengan bukti banyaknya perusahaan asing yang berdiri di Indonesia mewajibkan semua pekerja yang akan dan berkerja di perusahaan tersebut menggunakan Bahasa Asing.
Seharusnya Indonesia mengatur mereka bukan mereka mengatur Indonesia. Semestinya pemerintah bisa menerapkan peraturan semua usaha yang berdiri atas modal asing di Indonesia diwajibkan menggunakan Bahasa Indonesia. Ini merupakan suatu bukti kita masih terjajah. Kita tidak bebas menggunakan Bahasa Indonesia di negara sendiri.
2. Kita masih terjajah secara ekonomi. Ini dilihat dari sistem perdagangan kita. Barang atau sumber daya alam yang nomor 1 (satu) diekspor ke luar negri. Kualitas nomor 2 (dua) itu yang dikonsumsi oleh Indonesia. Bagaimana kita akan menjadi masyakat yang sehat, cerdas, kalau yang dimakan yang kualitas jelek.
Pepatah yang cocok buat negeri ini adalah ‘ayam mati di lumbung padi’. Kita memiliki semuanya tapi kita tidak bisa menikmatinya. Pemerintah bukan lagi pengayom masyarakat tapi preman pasar yang sedang meminta upeti kepada masyarakat.
Jadi apa bedanya. Dulu kita dijajah bangsa asing, dan sekarang dijajah oleh bangsa sendiri. Apakah ini yang dinamakan merdeka. Salah satu akibat dari persoalan di atas:
a. Banyaknya pengangguran di mana mereka terhalang dengan namanya Bahasa Asing yang tidak memenuhi syarat. Kita bisa berguru ke Negeri Sakura di mana mereka menerapkan bahasa mereka dalam berbagai aspek kehidupan dalam bernegara.
b. Banyaknya para pencari kerja mengharapkan bisa menjadi PNS. Karena, itulah satu-satunya pekerjaan yang tidak meminta syarat banyak. Banyak hal lagi yang tidak saya sampaikan dalam tulisan ini. Mungkin suatu saat pemerintah kita bisa menyelesaikan semua permasalah yang melanda bangsa ini.
Baru baru ini muncul nya kasus mural “Jokowi : 404 Not Found” Mural-mural ini dinilai sebagai bentuk suara kekecewaan terhadap keadaan.
Saya menilai sikap pemerintah berlebihan dalam menghadapi mural yang bermunculan sampai mencari pelaku pembuat mural saya rasa pemerintah sangat “lebay” dalam hal ini, sudah pantas kah kita disebut merdeka? Yg dmn kebebasan berpendapat kita pun di renggut. Sebab mural ini serupa dengan meme kritik kepada pemerintah, namun dilakukan dengan media yang berbeda.
Itu baru kasus mural yg lagi hangat, belum lagi kasus kasus “sepele” yang lain.
Ini hanya sebagian contoh kecil.
Penulis : Cesar