mimbaruntan.com, Untan- Indonesia merupakan negara yang mejemuk terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Melalui perbedaan inilah, Indonesia dikenal oleh masyarakat dunia. Akan tetapi dibalik kekayaan keberagaman tersebut, justru ada tantangan yang harus dihadapi yakni merawat keberagaman yang telah diwariskan oleh para leluhur.
Badan Pusat Statistik merilis data pada 2010 yang menyebut ada 1.128 suku di Indoenesia yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Keberagaman ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan budaya paling kaya di dunia. Di sisi lain, keberagaman juga dapat memicu konflik bila tak dijembatani dengan baik. Padahal bila kita telusuri bersama bahwa keberagaman adalah fakta yang tak bisa dihindarkan. Kita menyaksikan, meraskan, dan mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari, kita bahkan menjadi bagian darinya.
Indonesia sesungguhnya memiliki ideologi Pancasila yang sangat menghargai keberagaman dan perbedaan. Dengan ideologi Pancasila ini, negara dan masyarakat semestinya mengimplementasikan prinsip penghargaan atas keberagaman dan perbedaan itu dalam kehidupan nyata sehari-hari. Akan tetapi realitas dewasa ini, mempertontonkan secara terang benderang pemandangan sebaliknya. Negara ini senantiasa direcoki oleh berbagai konflik yang diakibatkan oleh penolakan atan keberagaman dan perbedaan baik oleh negara sendiri maupun oleh masyarakat.
Beberapa peristiwa di Indonesia pernah terjadi akibat pergesekan perbedaan suku, budaya, ras, dan agama. Konflik itu tak hanya menelan korban materi namun juga menghilangkan nyawa ratusan orang. Di Kalimantan Barat, ada beberapa kejadian konflik suku, dalam enam dekade tercatat lebih 11 kali konflik dengan korban nyawa, termasuk yang terjadi di Bengkayang (1987), Sanggau Ledo (1996-1997), dan Sambas (1999). Tidak hanya itu, tahun 2017 lalu ada ketegangan yang luar biasa hingga dalam beberapa waktu tentara dan polisi diterjunkan untuk mengamankan di beberapa titik di Pontianak.
Menopang ketegangan yang memungkinkan pecah konflik, ujaran kebencian, hoaks maupun prasangka terhadap suatu etnis atau agama yang tersebar di masyarakat Kalimantan maka perlu ada langkah kongkrit yang dilakukan bersama untuk merawat dan menjaga keberagaman di Bumi Khatulistiwa ini.
Melihat kondisi dan perkembangan tersebut, beberapa organisasi keberagaman hadir dengan caranya sendiri untuk mencoba menciptakan suasana damai. Melalui Temu Pemuda Lintas Iman Kalimantan Barat (Tepelima Kalbar) yang digagas oleh organisasi Satu Dalam Perbedaan (SADAP) bekerjasama dengan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Sungai Raya dan Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA) sebagai wadah perjumpaan pemuda lintas iman dan suku dari berbagai organisasi kepemudaan di Kalimantan Barat. Kegiatan ini dilaksanakan karena merasa perlu wadah khusus untuk berkumpulnya anak muda yang peduli terhadap keberagaman sehingga muncul bibit-bibit baru yang dapat merawat keberagaman di Kalbar khususnya dan Indonesia umumnya.
Tepelima Kalbar saat ini penting dilakukan agar dapat meminimalisir gejolak di masyarakat yang belum mau terbuka dengan perbedaan. Kaula muda memiliki peran penting untuk melakukan itu karena mereka punya pemikiran yang kreatif dan inovatif.
Kegiatan ini menghadirkan pemuda dari beragam suku dan agama di Kalbar, di kemas dengan konsep camp keberagaman yang bisa dibilang baru pertama kali di Kalbar.
Mengangkat tema “Bangun Relasi, Aksi Bersama”, Tepelima Kalbar dilaksanakan pada tanggal 17 – 20 November 2018 di Pontianak dengan beragam agenda kegiatan seperti Talkshow dari beragam pemuka agama dan suku, materi dan diskusi untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman secara utuh soal keberagaman, outbond sebagai wadah mempererat persaudaraan dan juga kunjungan ke tempat ibadah yakni Masjid Mujahidin, Gereja Katedral, Kelenteng, Pura, dan Vihara.
Kegiatan ini merupakan inisiatif dari pemuda untuk berbuat bagi bangsanya. Artinya, perhatian besar dari pemuda untuk masa depan Indonesia yang tetap Bhinneka Tunggal Ika.
Penulis : Isa Oktaviani Ketua Satu Dalam Perbedaan (SADAP Indonesia)