mimbaruntan.com, Untan – Reformasi yang dimulai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, menjadi titik balik yang penting bagi demokrasi Indonesia . Namun, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih marak terjadi, penegakan hukum yang lemah dan gerakan-gerakan intoleransi yang terus bermunculan. Hal ini menandakan tuntutan reformasi belum sepenuhnya tercapai.
Memperingati 26 Tahun era Reformasi, Koalisi Muda Kalimantan Barat mengadakan diskusi bertema “26 Tahun Reformasi: Ancaman Semakin Nyata di Depan Mata” di Gazebo Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak pada Rabu (22/05). Dihadiri oleh beberapa narasumber yakni Walhi Kalbar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kalbar, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak dan akademisi IAIN Pontianak.
Baca Juga: Saksi Ahli: Tidak Dapat Memastikan Sumber Suara Berasal dari Mulyanto
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, indeks kebebasan sipil di Indonesia mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM. Revisi UU KPK dan MK serta pembentukan peraturan yang memperbolehkan TNI/Polri mengisi jabatan Aparat Sipil Negara (ASN) mengisyaratkan pelemahan demokrasi yang dilakukan di skala kebijakan.
Baca Juga: Skema Penguasa: Setir Konstitusi, Jejaki Demokrasi
Situasi tersebut menggambarkan apa yang terjadi pada orde baru. Ihsan Mahdi, salah satu pemantik diskusi dari LBH Kalbar mengatakan pendekatan yang dilakukan negara pada orde baru bersifat kejam dan otoriter. Melihat kondisi saat ini, pendekatan tersebut sangat mungkin terjadi kembali jika kita tidak melakukan apa-apa.
“Di orde baru banyak pendekatan tangan besi (bersifat kejam), pendekatan yang dilakukan adalah rezim peraturan. Pendekatan itu sangat bisa terjadi saat ini kalau kita tidak melakukan apa-apa,” ungkap Ihsan.
Dian Lestari, salah seorang jurnalis yang juga menjadi pemantik dalam diskusi tersebut membagikan pandangannya. Ia menilai bahwa berpikir kritis menjadi modal awal bagi kita dalam menghadapi situasi saat ini.
“Kita bisa mulai dengan ingin berpikir kritis. Fenomena yang terjadi saat ini, khususnya di kampus-kampus, kita cenderung hanya menyerap dan mengulang. Ini adalah dua sisi dari budaya tutur di Indonesia,” tutur Dian.
Memperingati 26 tahun reformasi, diingatkan bahwa demokrasi sejatinya masih jauh. Lewat diskusi-diskusi bisa membuka kesadaran kritis dan memahami situasi ancaman saat ini. Semua elemen masyarakat harus bersatu dan berjuang agar semangat reformasi tetap hidup dan tuntutan rakyat terwujud.
Penulis: Alifiyah Ajeng Nurardita
Editor: Mira Loviana