mimbaruntan.com, Untan- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak, Pengda Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalbar dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) menyampaikan tiga poin “Pernyataan Bersama” dalam Aksi Damai di Bundaran Digulis, Sabtu, (28/9/19).
Dian Lestari selaku Ketua AJI Pontianak menerangkan poin pertama yaitu bebaskan Dandhy Dwi Laksono dari jeratan pasal karet UU ITE. Bahwa yang telah dialami oleh Dandhy adalah bentuk memundurkan kebebasan berekspresi di Indonesia.
“Hari ini adalah aksi bersama kami menyampaikan Pernyataan Bersama tentang 3 poin, pertama bebaskan Dandhy Dwi Laksono dari jeratan pasal karet UU ITE. Kami merasa bahwa apa yang dialami Dandhy adalah peristiwa yang ingin memundurkan kebebasan berekspresi di Indonesia. Bahwa sudah kita ketahui rakyat Indonesia sepakat dalam era reformasi ini kita memberikan kebebasan untuk menyampaikan ekspresi apalagi dalam rangka kemanusiaan,” tuturnya.
Poin kedua, mengutuk tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan polisi terhadap jurnalis yang meliput demonstrasi. AJI bahkan mendata terdapat 10 jurnalis yang mengalami kekerasan tersebut. Angka ini akan terus bertambah dengan aksi aksi demontrasi yang meluas di seluruh Indonesia. Sehingga harapan yang diinginkan pelaku dapat ditindaklanjuti.
“Setidaknya AJI mendata ada 10 jurnalis yang mengalami kekerasan oleh polisi ketika mereka meliput demostrasi Jakarta, Makassar dan juga Jayapura. Kami berharap agar tindakan kekerasan seperti ini tidak berlanjut dan pelaku kekerasan dapat ditindaklanjuti. Jurnalis bukanlah orang yang melakukan tindak kriminal, jurnalis menjalankan tugas mulia, menjalankan undang-undang pers,” ujarnya
Poin ketiga adalah menolak 10 pasal RKUHP yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers Indonesia.
“Jika berlaku RKUHP yang berisi pasal ini, bisa kita bayangkan bahwa kemerdekaan pers yang sudah kita dapatkan dari tahun 1999 maka akan dipukul mundur, akan banyak sekali pasal pasal yang akan dikenakan kepada jurnalis yang memberikan fakta, kebenaran dan informasi terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Selain menyampaikan tiga poin utama tersebut, aksi diam sejenak pun dilakukan sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.
“Kami merasa prihatin dengan adanya upaya membungkam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers. Kalau memang banyak yang menginginkan pers diam maka inilah gambarannya. Pers tidak bersuara maka fakta yang disampaikan kepada masyarakat sangatlah minim,” terang Dian.
Penulis: Bella Suci
Editor: Nurul R