Pada suatu kondisi, kita tak jarang bertemu seseorang dengan identitas yang berbeda dari diri kita. Apakah terdapat stigma yang terlintas dalam pikiranmu saat mengetahui identitas tersebut? Jika iya, kamu harus lebih open-minded dan bertoleransi dalam menerima identitas orang tersebut. Namun sejatinya, apa itu open-mindedness?
Open-mindedness bermakna menerima berbagai macam ide, argumen, dan informasi untuk membuatnya lebih komprehensif hingga sampai kepada penilaian atau pilihan yang adil dan efisien. Open-minded menjadikan kita lebih berempati dengan orang lain, meskipun kita tidak menyetujui nilai yang mereka pegang. Menjadi open-minded juga memperluas sudut pandang kita saat memandang suatu isu.
Dewasa ini, istilah open-minded menurut warganet justru bergeser maknanya. Orang yang open-minded digambarkan sebagai orang yang sering ngegas di media sosial hingga orang-orang yang selalu mengatakan orang yang tidak setuju dengan pendapatnya sebagai orang yang close-minded. Bahkan, ada pula yang mendefinisikan bahwa orang yang open-minded adalah mereka yang hanya menerima perubahan yang arahnya melanggar norma agama. Miskonsepsi seperti ini tentu perlu diluruskan.
Orang yang open-minded justru merupakan orang yang terbuka dengan berbagai perbedaan, baik itu dalam perbedaan identitas maupun perbedaan pemikiran. Keterbukaan tersebut yang membuat seseorang dapat berempati terhadap perbedaan identitas orang lain, entah itu perbedaan suku, agama, hingga orientasi seksual. Menerima perbedaan tersebut tak berarti kita menyetujui nilai yang dipegang oleh orang tersebut. Namun kita menghargai apapun keputusan orang lain atas dirinya dan nilai yang mereka junjung.
Sikap dari open-minded ini juga erat kaitannya dengan toleransi. Ketika kita menjadi pribadi yang open-minded, perbedaan identitas pada setiap manusia justru dipandang sebagai keunikan dan penghargaan bahwa manusia diciptakan dalam keberagaman. Stigma yang melekat pada suatu identitas tak menyurutkan rasa empati kita untuk senantiasa bertoleransi kepada orang lain. Tidak seperti seseorang dengan pemikiran close-minded yang dogmatis, yang cenderung mengutamakan perspektif pribadinya dan eksklusif terhadap orang yang berbeda dengannya.
Orang yang open-minded memiliki kecenderungan untuk menerima perspektif orang lain meskipun ia tidak begitu setuju dengan perspektif tersebut, sedangkan orang yang close-minded cenderung mengedepakan perspektifnya. Ketika orang yang open-minded selalu mempertanyakan sesuatu dengan sikap skeptisnya, orang yang close-minded justru sibuk memberikan pernyataan bahwa yang menyatakan sesuatu yang benar. Dari pergeseran makna open-minded sebelumnya, maka terlihat bahwa yang dimaksud open-minded pada makna peyoratif itu justru merupakan definisi dari close-minded.
Dalam prinsip open-mindedness, kita dapat belajar untuk menjadi adil sejak dalam pikiran. Adil dalam melihat perbedaan seseorang dengan berempati dan meninggalkan stigma yang melekat dalam identitasnya. Karena sejatinya, menjadi open-minded adalah salah satu cara untuk memanusiakan manusia.[]
Oleh: Rahma Fadhila