mimbaruntan.com, Untan – Suara petikan alat musik tradisional Sape’ menemani pengunjung pameran budaya “Antro Exhibition” yang diadakan pada 14 – 16 Desember 2022 di Gedung Kuliah Bersama B Universitas Tanjungpura (Untan).
Pameran ini merupakan bagian dari kegiatan “Antropologi Jalan-Jalan” yang merupakan proyek Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pengantar Antropologi bagi mahasiswa Program Studi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untan.
Diaz, seorang pengajar di program studi Antropologi Sosial, menyebutkan bahwa kegiatan ini dapat memberikan kebebasan bagi mahasiswa, karena menurutnya selama ini UAS selalu terpaku pada tugas tertulis.
“Disini saya berpikir untuk bisa memberikan kebebasan pada mahasiswa. Karena selama ini tugas itu selalu ditekan dengan tulisan, paper di dalam kelas. Tidak ada tema khusus ya, tapi nama acara ini kan Antropologi Jalan-Jalan. Nah, konteksnya itu seperti jalan-jalan. Karena mahasiswa antropologi seharusnya kajiannya itu ke lapangan, melihat fenomena sosial budaya secara langsung. Tapi kali ini kita bawa jalan-jalannya di dalam,” tuturnya.
Baca Juga: Empagu, Sang Tonggak Desa
Saat memasuki ruangan, pengunjung dapat langsung melihat deretan gambar yang menampilkan beragam kebudayaan di Kalimantan Barat (Kalbar). Di ujung ruangan terdapat koleksi artefak kebudayaan Kalbar. Koleksi artefak tersebut didapatkan dari Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kalbar dan sebagian merupakan milik mahasiswa.
Koleksi gambar dan artefak yang dipamerkan berasal dari kebudayaan Dayak, Melayu, Cina, dan Madura, yang merupakan empat suku besar di Kalbar. Diaz berharap agar pada event selanjutnya dapat memamerkan kebudayaan lainnya dari luar Kalbar.
“Untuk saat ini kita baru bisa mengumpulkan contoh-contoh budaya yang ada di Kalimantan Barat dulu. Walaupun kemarin saya minta, khususnya yang budaya artefak, kalau ada yang dari luar Kalbar bisa kita pajang. Mungkin saat ini yang ada cuma kain tenun Toraja. Harapan besar, next event tidak hanya budaya dari Kalimantan Barat saja, tapi budaya yang ada di pulau Kalimantan, dan yang ada di Indonesia,” tambahnya.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Antropologi Jalan-Jalan, pada Jumat (16/12) diadakan peragaan busana bertajuk “Antro Fashion Day”. Peragaan busana ini mengusung tema “Perkembangan Outfit Mahasiswa Masa Kini”. Sebanyak 20 mahasiswa tampil sebagai peraga busana dibalut dengan outfit mahasiswa kekinian yang memiliki aksen kebudayaan seperti corak batik dan ornamen khas daerah.
Menurut Diaz, mengkolaborasikan kebudayaan dengan sesuatu yang modern dapat mempertahankannya dari kepunahan.
“Budaya tradisional itu akan punah kalau dimunculkan apa adanya seperti dulu. Tapi dia akan bertahan kalau kita bisa kolaborasikan dengan sesuatu yang modern saat ini. Antro Fashion Day itu kita membawakan outfit mahasiswa zaman now tapi dikolaborasikan dengan motif-motif tradisional. Jadi kita bisa pakai baju yang kekinian tapi kita masih menyematkan budaya-budaya,” jelasnya.
Baca Juga: Pontianak Fashion Week, Nafas Baru Ruang Berekspresi
Tigas, salah seorang pengunjung pameran, beranggapan bahwa kegiatan ini dapat memperkenalkan budaya Kalbar ke masyarakat luas.
“Menurut saya kegiatan ini bisa memperkenalkan budaya kita ke masyarakat luar. Apalagi para pemuda kita lah ya, karena para pemuda kita ini seringnya lebih mengekspos budaya luar dibanding budaya kita,” ungkapnya.
Ia pun berharap agar masyarakat khususnya pemuda dapat lebih mengenal dan mencintai budaya lewat kegiatan Antropologi Jalan-Jalan.
“Kalau harapan dari saya sendiri ya, mudah-mudahan para milenial kita ini bisa lebih mengenal tentang budaya kita, lebih mencintai budaya sendiri, juga tidak terlalu meng-wah-kan budaya luar karena kita sendiri kaya akan budaya,” tutupnya.
Penulis: Ibnu
Editor: Lulu