Jalan Daya Nasional, jalan kota yang diurus oleh Pemerintah Kota memang sangat memprihatinkan. Jenis aspal dan pondasi tidak sesuai dengan beban yang ditanggung, karena yang melintas di jalan itu banyak kendaraan bermuatan berat.
Hal ini menyebabkan jalan rusak berat ditambah pembangunannya belum rampung membuat kondisi jalan miring. “Sudah banyak pengendara yang menjadi korban jalan rusak itu”, ungkap Asmadi pengurus Lembaga Pers Mahasiswa Untan.
Sebuah truk putih bermuatan tanah merah di trotoar Jalan Daya Nasional depan mesjid Muhtadin Universitas Tanjungpura yang sedang parkir di trotoar, ambruk. Hal tersebut membuat kerusakan pada trotoar dan menumpuknya tanah merah, menyebabkan pengguna jalan resah. Sampai saat ini belum ada tindakan yang jelas stakeholder mengenai perihal tersebut, khususnya Pemerintah Kota Pontianak. “Dari tadi pagi truk tu di situ, lagi nunggu kawan ni nak narek nye”, ungkap Eri (28) sopir truk. (25/03).
Ambruknya trotoar di jalan daya nasional membuat para penjalan kaki resah karna truk itu ambruk pas sekali di atas trotoar. Menurut ahmad(19), jama’ah mesjid muhtadin, truk itu sudah dari tadi pagi ambruk di situ dan siang ini belum ada tanggapan dari pemilik truk untuk mengeluarkan ban truk dari trotoar.
Menurut Eri truk membawa muatan38 sekitar 6,5 ton tanah merah yang rencana nya akan di bawa ke jalan perdana untuk bahan bangunan. ”Beban kendaraan yang berlebih, selain merusak jalan juga dapat mempengaruhi faktor keselamatan berkendara di jalan, jadi semakin tinggi beban truk (kendaraan) dan semakin panjang tentu mempengaruhi kestabilan kendaraan, hal ini juga sudah ada dalam undang-undang yang mengatur mengenai beban maksimum ini”, kata Djoko Murjanto Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU) kepada kompas (23/3).
Undang-undang tentang jalan menyatakan bahwa tonase pada jalan hanya 8 ton tapi itu hanya di peruntukkan untuk jalan raya. Bagaimana untuk trotoar ? di Indonesia sudah ada UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 131 ayat 1 sudah mengatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain. UU 22/2009 menegaskan, setiap orang yang mengakibatkan terganggunya fungsi perlengkapan jalan seperti trotoar dan halte, bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 24 juta. Tapi itu tidak terjadi pada nasib trotoar yang ada di Jalan Daya Nasional. Hanya tumpukan tanah merah sisa dari muatan truk yang tidak bertanggung jawab memenuhi trotoar tersebut.
Menurut undang-undang nomor 38 tahun 2004 pasal 34 pemerintah mempunyai kewajiban untuk perencanaan teknis, pemrograman, penganggaran, pengadaan lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan kota. Tapi bagaimana dengan Jalan Daya Nasional yang belum rampung dan membuat kondisi jalan miring. Apakah harus ada korban nyawa baru jalan dipebaiki?, mau sampai kapan?