mimbaruntan.com, Untan – Hiruk pikuk kota Khatulistiwa mengetuk telinga beriring-iringan dengan alunan musik lawas, suasana Pasar Tengah sarat akan nuansa kearifan lokal. Toko Buku Menara sudah ada sejak 1977 silam. Bertempat di lokasi jalan Asahan, Pasar Rakyat Tengah, Kota Pontianak, Sabtu, (15/6). Begitu tiba di sana reporter mimbaruntan disambut hangat oleh sosok pria berpakaian rapi, yang tengah duduk pula sambil memandangi sekitar sela-sela buku untuk siap dijual. Namanya Amir Hamzah sebagai pemilik alih Toko Buku Menara yang dulunya Ia hanya mengawasi dan membantu pekerjaan toko tersebut. Senyumnya merekah begitu kami tiba dan mengajukan cukup banyak pertanyaan.
Kilas Balik Toko Buku Menara
Di tengah maraknya modernisasi dan digitalisasi yang sudah berdampak pada segala aspek, Toko Buku Menara tetap bisa bermanuver untuk selalu relevan, bertahan dan setia beroperasi. Desain toko ini terlihat begitu unik, ditambah tape recorder yang berada di belakang posisi duduk Amir Hamzah, menjadi saksi bisu bagaimana toko tersebut mengalami banyak perubahan dari masa ke masa.
Amir Hamzah mengenang kilas balik Toko Buku Menara yang pada mulanya berupa bangunan biasa menjual kain muslimah dan kopiah sebelum bermetamorfosis menjadi toko yang menjual buku dan alat tulis. Pada 1977, masa itu menjadi tanda bahwa toko itu mulai dimasuki banyak buku Ia juga menjelaskan makna menara dalam toko tersebut.
“Awalnya (nama) Menara ini, dulunya bukan toko buku secara harfiah tetapi toko kain untuk muslimah. Nah kenapa disebut Menara? Karena suatu gerakan apa yang ingin capai lebih meningkat dan lebih tinggi. Sesuatu menjadi motivasi jadi kita harus ada penjualan untuk lebih meningkat dan keatas bukan kebawah dan itulah Menara,” ungkap Amir.
Untuk mencapai arti dari Menara tersebut tentunya tidak selalu berjalan mulus. Naik turunnya pendapatan dan masa-masa sulit pernah dilewati. Perkembangan itu terus ada hingga bisa bertahan selama hampir empat dekade. Semua itu memiliki strategi, Menara akan kalah jika bersaing dengan dana BOS yang mensuplai dari pemerintah langsung ke sekolah-sekolah maka dari itu Amir berusaha dengan mengatur stok persediaan buku terlebih buku sekolah.
“Jadi kami harus pandai-pandai merencanakan stok buku. Seperti buku soal dan ekstrakurikuler karena tahun ajaran terus berputar, lebih baik kami stok banyak daripada kehabisan barang meski harus melakukan obral untuk menghabiskan stok lama” kata Amir.
Sempat alami musibah kebakaran pada 1991 yang mengancam kelangsungan usaha Toko Buku Menara. Namun dibalik kepulan asap dan puing-puing yang tersisa, semangat baru untuk bangkit dari keterpurukan mampu dilakukan. Toko Buku Menara tetap hadir bagi masyarakat, meski jam operasional berkurang, kini hanya buka pagi hingga sore hari, dari semula dengan jadwal pagi sampai malam hari.
Baca Juga: Mata Rembulan, Hati yang Sakit
Beradaptasi di tengah maraknya Digitalisasi
Amir menekankan penjelasannya pasang surutnya penjualan begitu terasa terlebih saat sekolah mendapatkan suplai buku pelajaran dari pemerintah. Pilihan selanjutnya adalah berfokus pada penjualan buku religi, umum, dan perguruan tinggi.
“Toko juga mulai susah berkembang dengan buku-buku pelajaran jadi toko beralih dan mulai berfokus pada penjualan buku-buku agama, buku-buku perguruan tinggi, buku-buku umum, pertanian, dan lainnya. Hasilnya Alhamdulillah terutama buku-buku pesantren ini pelan tapi pasti mulai berkembang,” ungkap Amir sambil memegang tape recorder yang sudah usang.
Matanya berkaca memandangi buku-buku sekitar, Amir menyampaikan bahwasanya juga telah berusaha berkoordinasi dengan pihak Dinas Pendidikan, untuk mencari solusi dalam masa depan Toko Buku Menara ini. Akan tetapi perjuangan Amir berhenti di tengah jalan karena terbebani oleh pajak yang diberikan, sehingga tidak sanggup untuk melanjutkannya. Pada akhirnya, Amir hanya bisa mengandalkan penjualan secara konvensional untuk buku-buku religius dan buku-buku untuk kebutuhan siswa maupun mahasiswa. Tatkala, toko buku ini pun juga mendapatkan permasalahan pada penjualan buku kepada sekolah-sekolah yang jadi langganannya karena sering terjadi pergantian kurikulum, sehingga banyak buku-buku berkaitan dengan sekolah jadi bertumpuk.
“Kurikulum jadi masalah tiap tahun berganti, banyak buku-buku lama yang tidak terpakai buku-buku lama kita obral saja padahal kita beli cash, kita stok banyak tidak habis, jadi harus pandai dalam menggunakan strategi gapapa kita stok banyak daripada rugi banyak. Untuk buku-buku sejarah Kalbar rata-rata tentang daerah, kadang anak-anak dapat tugas budaya Kalbar seperti makanan, adat, dan pakaian. Buku ini tidak berani kami perjual belikan secara luas, kami hanya membantu penerbit dan penulis saja,” jelasnya.
Kendati demikian, Amir juga menegaskan bahwa Toko Buku Menara dianggap sebagai toko buku tertua karena sudah melalui banyak sekali perubahan, mencoba untuk terus mempertahankan nilai-nilai tradisional penjualan buku. Hal ini, Amir lebih mengandalkan dengan cabang kedua Toko Buku Menara yang lebih berbau digitalisasi yakni Toko Menara Komputer yang berada di jalan Hos Cokroaminoto.
“Upaya digitalisasi lebih ke cabang baru di Toko Menara Komputer, di sana sudah eksis di sana sudah ada buku-buku yang menggunakan relasi yang dapat digunakan untuk menyebarluaskan. Di sana harganya jauh lebih murah. Bisa juga service komputer, tukar tambah, dan ada jual cctv,” ujar Amir.
Sementara itu di dalam toko buku ini turut menjual buku-buku yang akan kebutuhan sekolah maupun perkuliahan seperti buku pelajaran, sosial politik, hukum, pertanian, sejarah, dan religius. Terdapat mesin printer dan alat tulis yang turut menjadi mewarnai toko buku tersebut. Tetapi Amir menjelaskan bahwa hadirnya printer dan alat tulis bukan sepenuhnya jadi strategi untuk toko bukunya, melainkan suatu permintaan dan kebutuhan masyarakat yang ada di sekitar.
“Karena kebutuhan masyarakat yang memang dibutuhkan, jadi kita bantu dan kita juga tambahkan obat obatan herbal, intinya sesuai kebutuhan karena permintaan konsumen jadi kita cari maka dari itu positifnya,” tuturnya.
Amir juga berharap bahwa Toko Buku Menara mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat, khususnya untuk menjaga dan memelihara toko buku ini.
“Saya berharap itu adanya perhatian dari orang-orang atas (pemerintah) bagaimana kebutuhan survey apa yang dibutuhkan untuk perkembangan peserta didik,” ungkap Amir.
Baca Juga: Sekitar Pendidikan, Lingkungan Positif untuk Belajar dan Bertumbuh
Tanggapan Digitalisasi Buku oleh Dinas Perpustakaan Kota Pontianak
Sementara itu kami juga mendatangi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pontianak, menjumpai Rendrayani yang juga kerap dipanggil Ririn selaku Kepala Dinas tersebut saat ini. Sontak saja kami pun berbincang dan menanyakan tentang perkembangan literasi membaca buku fisik maupun digitalisasi di kota Pontianak berdasarkan data yang didapatkan. Ia membagikan data pengunjung perpustakaan Kota Pontianak pada 2024.
“Kalau khusus di Perpustakaan kita sendiri, ini Januari kita ada jumlah pengunjungnya 1.442, Februari 1.347, Maret 1.708, April 1.109, Mei 1.415,” papar Rendrayani.
Sambil menunggu stafnya memberikan data angka literasi membaca buku, Rendrayani berujar bahwasanya rata-rata pengunjung yang datang untuk membaca buku maupun meminjam buku adalah anak-anak dari Sekolah Dasar (SD) terkhususnya. Hal ini juga menjadi sebuah rancangan inovasi khusus untuk perpustakaan di sekolah yang tidak hanya di SD dan juga berlaku kepada mahasiswa.
“Sekarang itu kita lebih menyasar bahwa buku yang ada di layanan ini bukan hanya untuk dibaca tetapi juga bisa dipraktekan. Seperti judul besarnya literasi untuk keselamatan, jadi bagaimana buku ini merubah mindset,” sambungnya.
Meskipun demikian, ditengah maraknya digitalisasi terutama buku, justru bagi Rendrayani hal seperti ini justru harus bisa dimanfaatkan dan tidak harus stuck pada buku fisik.
“Kenapa kita sekarang digital? Sekarang kan apa-apa maunya semuanya gadget gitu kan ya. Karena itu akhir 2022 kita bekerjasama dengan Gramedia. Kita mengadakan namanya Perpustakaan Elektronik Kota Pontianak dan itu ada 1400-1500 buku digital (siap diedar),” ungkapnya.
Rendrayani juga menjelaskan kendati buku-buku yang biasanya dibaca oleh kalangan umum yakni buku tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), dan Test Of English as a Foreign Language (TOEFL). Hal ini kurang lebih juga sama dengan Toko Buku Menara yang dikunjungi tim Reporter Mimbaruntan. Namun, jika melihat 2 tahun sebelumnya, angka literasi membaca buku bacaan dari fisik maupun digital mendapatkan sebuah perkembangan signifikan yang didasarkan pada data Kegemaran Membaca dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas), dimana 2022 tingkat Kegemaran Membaca di Kota Pontianak sekitar angka 66.98 persen sedangkan 2023 mengalami peningkatan yakni 71.46.
Selain itu, juga terkait dengan pandangan Dinas saat ini tentang eksistensi Toko Buku yang ada di Kota Pontianak khususnya tentang hal yang sudah dipaparkan soal usaha memanfaatkan digitalisasi dan mengaplikasikannya. Rendrayani mengatakan meskipun digitalisasi itu ada tetapi toko buku juga tetap masih eksis karena masih ada pangsa pasar.
“Kami juga menggandengnya tapi memang bukan toko buku. Kami menggandeng pada penerbit. Jadi penerbit-penerbit ini seperti penerbit Gramedia, Jurumedia, Erlangga, dan lainnya, ini mereka akan memasukkan buku ke toko-toko buku gitu,” jelasnya.
Penulis: Tiara Nabila & Judirho
Editor: Mira Loviana