mimbaruntan.com, Untan – Dua tahun berlalu, setelah dikeluarkannya SK Rektor Nomor 3405/UN22/LK/2020 tentang batas pengelolaan lahan Arboretum Sylva terbaru yang bertujuan untuk meredam konflik antara Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Tanjungpura (Untan) dan Fakultas Kehutanan (Fahutan) Untan terkait perambahan kawasan yang dilakukan oleh Faperta. Namun, perambahan ini kembali terjadi.
Terdengar suara excavator pada Senin, (11/04/2022) pukul 11.00 WIB yang sedang beroperasi di Blok Buffer Zone 3 dan Blok R Arboretum. Suara bising itu mengundang rasa penasaran Wakil BEM Fahutan Untan, Akbar Addin dan dua pengurus PKA (Pengelola Kawasan Arboretum) untuk memeriksa sumber suara tersebut.
Saat Addin dan kedua pengurus PKA tiba di lokasi, tampak banyak pohon yang sudah bertumbangan oleh perambahan yang dilakukan oleh operator excavator. Setelah dilakukan pengecekan, terdapat 13 tegakan tersebut ialah:
Ketika menghampiri operator excavator tersebut, Addin meminta untuk menghentikan kegiatan tersebut karena terdapat satu tanaman endemik yang ditebang. Ketika ia mempertanyakan tujuan dari perambahan ini, pihak operator menyampaikan bahwa pihaknya hanya mendapatkan arahan untuk membersihkan lahan, tanpa adanya pemberitahuan terhadap keberadaan pohon endemik di blok tersebut.
“Terkait pengerjaan itu, operatornya mendapatkan arahan dari mereka (Faperta). Untuk pengarahan ke pohon endemik bapak operatornya juga ndak dapat arahan seperti itu. Rencana awalnya itu semua ditumbangkan, ditebang, karena disitu katanya akan dibuat untuk buat lab peternakan,” jelas Addin saat diwawancarai pada Selasa, (12/04/2022) melalui pesan suara.
Baca juga: Nasib Buruk Tanaman Di Batas Lahan Yang Berpindah Tuan
Saat ditanya terkait penanggung jawab terhadap perambahan ini, operator menjelaskan bahwa mereka mendapat arahan dari Iman, salah seorang dosen dari jurusan Ilmu Tanah, Faperta Untan. Setelah mendapat informasi tersebut, Addin dan kedua pengurus PKA menyambangi Dekanat Faperta Untan untuk meminta konfirmasi terkait kegiatan ini.
Tak lama setelahnya, Iman mendatangi lokasi kejadian dan menjelaskan bahwa perambahan ini dilakukan sesuai dengan lokasi yang sudah ditetapkan oleh SK Rektor. Namun, Iman mengaku bahwa ia tidak tau terkait pengelolaan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) saat Addin menjelaskan tentang larangan penebangan dalam RTH sehingga terjadi lah penebangan pohon endemik.
Klarifikasi Pihak Faperta Untan
Dekan Faperta Untan, Denah Suswati angkat bicara bahwa pembukaan lahan tersebut untuk kepentingan agroforestri. Denah berujar bahwasanya penebangan pohon tersebut merupakan kesalahan yang terjadi di lapangan.
“Excavator itu kan sebenarnya untuk membersihkan lahan, tapi karena kesalahan di lapangan sehingga ada yang tertebang. Walaupun ada kesalahan itu, kami kan tidak mengganggu wilayah Arboretum. Itu kan wilayah Faperta, tanggungjawabnya kami kepada Rektor sebagai yang membagi wilayah, bukan ke Fahutan,” ujar Denah saat disambangi di Faperta Untan pada Kamis, (14/04/2022).
Menurutnya, kedua fakultas tersebut juga tidak mempunyai hak kepemilikan terhadap Arboretum, melainkan hak untuk mengelola. Denah menjelaskan jika proses pengelolaan terhadap Arboretum tidak harus menunggu perizinan dari pihak Fahutan Untan.
“Pertanian dan Kehutanan itu sama-sama tidak memiliki hak milik, tapi pengelolaan. Apakah kami harus izin ke kehutanan untuk membangun daerah itu yang menjadi hak pengelolaan kami? Izinnya kan ke Rektor. Arboretum selama ini ndak pernah kami ganggu. Kenapa hebohnya luar biasa ketika tiga pohon yang ditebang, padahal itu wilayah pengelolaan Faperta,” jelasnya.
Baca juga: Dekan Faperta: Kami Tidak Pernah Mengambil Lahan Arboretum
Denah juga mengklaim bahwa dirinya sudah konfirmasi kepada Farah Diba yang berkedudukan sebagai Dekan Fahutan Untan atas kesalahan yang terjadi di lapangan tersebut. Ia pun mengklarifikasi bahwa pohon yang ditebang tidak sebanyak yang diberitakan.
“Yang ditebang itu bukan 13 tegakan, hanya ada 3 tegakan. Memang ada Ulin tapi itu kurang dari 20 sentimeter lilit batangnya, kemudian ada Mahang dan Akasia. Selebihnya mungkin yang kecil-kecil, sehingga tidak bisa dikelompokkan sebagai pohon,” tambahnya.
Selain itu, Denah juga mengatakan bahwa dari Faperta dan Fahutan bebas untuk melakukan pengelolaan terhadap Arboretum selama pengelolaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami hanya mau merapikan misalnya ada pohon-pohon kecil di bawah supaya masih bisa dimanfaatkan. Mungkin versi kehutanan, menghutankan semua. Versi pertanian, mengkombinasikan. Biarlah berjalan sendiri-sendiri dan tanggung jawab kita kepada rektor,” ujarnya.
Tanggapan Ketua BEM Fahutan Untan
Syarif Redho selaku Ketua BEM Fahutan Untan menyatakan belum adanya audiensi diantara kedua fakultas tersebut. Ia menyayangkan bahwa Faperta Untan tidak menepati janjinya untuk tidak menebang pohon, walaupun lahannya merupakan hak pengelolaan Faperta Untan.
“Berbicara tentang batas memang lahan mereka (Faperta), tapi pohonnya itu pohon kami, karena sudah membuat perjanjian. Kalau mau buka lahan, tolong pohonnya jangan ditebang. Otomatis sudah melanggar perjanjian, udah melanggar komitmen dia selaku dekan Faperta. Itu yang saya tidak terima,” ucap Syarif Redho pada Selasa, (12/04/2022).
Ketua BEM Fahutan yang sering disapa Edo ini menyesalkan beberapa tegakan yang tergolong rentan tersebut ikut ditebang. Salah satunya adalah pohon Ulin yang mempunyai nilai historis karena pohon ini ditanam oleh mantan Walikota Pontianak pada tahun 2005, Alm. Bukhori. Oleh karena itu, dalam pengelolaan arboretum ini, Edo merasa kebijakan yang ada harus ditepati sesuai dengan kesepakatan yang sudah dilakukan.
Hal ini senada dengan ucapan Denah Suswati saat diwawancarai oleh reporter mimbaruntan.com pada Senin (23/08/21) ketika terjadi sengketa batas lahan antara pihak Faperta dengan Fahutan di tahun lalu. Ia menjelaskan bahwa tidak ada penebangan pohon yang ditakutkan pihak arboretum karena berdasarkan rencana Faperta Untan lahan tersebut akan diperkaya kembali dengan berbagai macam tanaman guna praktikum mahasiswa Faperta Untan.
Di akhir, Edo berujar penebangan ini menimbulkan keresahan mahasiswa khususnya mahasiswa jurusan Kehutanan dimana kejadian ini tidak dapat terjadi lagi kedepannya.
“Kita berbicara tentang masyarakat, masyarakat juga berhak untuk menikmati hasil ini, karena ini aset Untan yang memang sengaja untuk ditumbuhi. Tempat ini layak untuk dipertahankan,” tutupnya.
Penulis : Putri
Editor : Daniel